ANALISIS INFORMASI KEUANGAN SAP 13
2.1 Likuiditas dan Modal
Kerja
2.1.1 Pengertian Likuiditas Perusahaan
Likuiditas merupakan perbandingan antara aktiva lancar
dengan hutang lancar yaitu kemampuan aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban
lancarnya bila diperlukan. Untuk mempertahankan likuiditas perusahaan yang
pertama harus diperhatikan adalah jangka waktu pemakaian dana dalam perusahaan
atau berapa lama dana tersebut diperlukan dalam
perusahaan
.
Riyanto (2001: 26) menyatakan bahwa likuiditas badan
usaha berarti kemampuan perusahaan untuk dapat menyediakan alat-alat likuid
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kewajiban finansiilnya pada saat
ditagih. Apabila kemampuan membayar tersebut dihubungkan dengan kewajiban
finansial untuk menyelenggarakan proses produksi, maka dinamakan likuiditas
perusahaan.
2.1.2 Elemen penting dalam
likuiditas
Terdapat
beberapa
elemen dalam menghitung tingkat likuiditas suatu perusahaan, antara lain :
a. Aktiva lancar. Suatu aktiva diklasifikasikan sebagai
aktiva lancar, jika aktiva tersebut diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki
untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal
perusahaan atau dimiliki untuk
diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasi
dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca atau berupa kas atau setara kas
yang penggunaannya tidak dibatasi. Aktiva lancar dapat terbagi atas kas atau
setara kas, surat berharga, wesel tagih, persediaan, piutang penghasilan, beban
dibayar dimuka.
b. Kewajiban lancar. Kewajiban lancar (jangka pendek)
merupakan kewajiban yang pelunasannya memerlukan penggunaan aktiva lancar atau
munculnya kewajiban lancar lainnya. Periode yang diharapkan untuk menyelesaikan
kewajiban adalah mana yang lebih panjang antara satu tahun dan satu siklus
operasi perusahaan. Secara konsep, perusahaan harus mencatat seluruh kewajiban
pada nilai sekarang seluruh arus kas keluar yang diperlukan untuk melunasinya.
Pada praktiknya, kewajiban lancar dicatat pada nilai jatuh temponya, bukan pada
nilai sekarangnya, karena pendeknya waktu penyelesaian utang.
2.1.3 Faktor-faktor yang Menentukan Likuiditas
Pengukuran Likuiditas dilakukan dengan membandingkan harta lancar dengan
hutang lancar. Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dapat dibagi dalam
tiga bagian sebagai berikut:
a. Besarnya investasi pada harga tetap dibandingkan dengan
seluruh dana jangka panjang. Pemakaian dana untuk pembelian harta tetap adalah
salah satu sebab utama dari keadaan tidak likuid. Jika makin banyak dana
perusahaan yang dipergunakan untuk harta tetap, maka sisanya untuk membiayai
kebutuhan jangka pendek tinggal sedikit. Oleh sebab itu rasio likuiditas
menurun. Kemerosotan tersebut hanya dapat dicegah dengan menambah dana jangka
panjang untuk menutup kebutuhan harta tetap yang meningkat.
b. Volume kegiatan perusahaan. Peningkatan volume kegiatan
perusahaan akan menambah kebutuhan dana untuk membiayai harta lancar. Sebagian
dari kebutuhan tersebut dipenuhi dengan meningkatkan hutang-hutang. Tetapi jika
hal-hal lain tetap, investasi jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan
modal kerja sangat dibutuhkan agar rasio dapat dipertahankan.
c. Pengendalian harta lancar. Apabila pengendalian kurang
baik terhadap besarnya investasi dalam persediaan dan piutang menyebabkan adanya
investasi yang melebihi daripada yang seharusnya, maka sekali lagi rasio akan
turun dengan tajam, kecuali apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang.
Kesimpulannya adalah bahwa perbaikan dalam pengendalian investasi semacam itu
akan dapat memperbaiki rasio likuiditas.
2.1.4 Pengertian Modal Kerja
Sundjaja dan Barlian (2002 : 155) menyatakan bahwa
modal kerja yaitu aktiva lancar yang mewakili bagian dari investasi yang
berputar dari satu bentuk ke bentuk lainnya dalam melaksanakan suatu usaha,
atau modal kerja adalah kas atau
bank, surat-surat berharga yang mudah diuangkan, piutang dagang dan persediaan
yang tingkat perputarannya tidak melebihi 1 tahun atau jangka waktu operasi
normal perusahaan.
Sawir (2005 : 129) menyatakan bahwa modal kerja adalah
keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan
sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan
sehari-hari. Maka diketahui modal kerja adalah modal yang digunakan untuk
membiayai operasi perusahaan yang berupa suatu aktiva yang mudah untuk
diuangkan.
2.1.5 Konsep Modal Kerja
Sawir (2005 : 130-131) menyatakan bahwa dalam kaitannya
modal kerja, terdapat beberapa konsep, yakni:
a. Konsep kuantitatif
Konsep ini berdasarkan pada kuantitas dari dana yang
tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva yang sekali berputar
kembali dalam bentuk semula, modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan
dari jumlah aktiva lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal
kerja bruto (Gross Working
Capital).
b. Konsep kualitatif
Modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari
aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi
perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu yang merupakan kelebihan aktiva
lancar di atas utang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut
modal kerja bersih (net working
capital).
c. Konsep fungsional
Konsep
ini didasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan.
Setiap dana yang digunakan dalam suatu periode akuntansi tertentu yang
seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan bagi periode
tersebut (current income) dan ada sebagian dana lain untuk
menghasilkan pendapatan untuk periode-periode
berikutnya (future income).
2.1.6 Jenis – jenis Modal Kerja
Riyanto
(2001 : 61) menyebutkan bahwa terdapat jenis – jenis modal kerja yaitu:
a. Modal kerja permanen (permanent working
capital), yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk
dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara
terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent working
capital ini dapat dibedakan dalam :
1) Modal kerja primer (primary working
capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan
untuk menjamin kontinuitas usahanya.
2) Modal kerja normal (normal working
capital) yaitu jumlah modal yang diperlukan untuk
menyelenggarakan luas produksi yang normal. Pengertian “normal” di sini adalah
dalam artian yang dinamis.
b. Modal kerja variabel (variabel working capital),
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan,
dan modal kerja ini dibedakan antara :
1) Modal kerja musiman (seasonal working
capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena
fluktuasi musim.
2) Modal kerja siklis (cyclical working
capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan
karena konyungtur.
3) Modal kerja darurat (emergency working
capital) yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan
darurat yang tidak diketahui sebelumnya.
2.1.7 Pentingnya Modal Kerja
Munawir (2004:116-117) menyatakan bahwa modal kerja
harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran
atau operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan modal kerja yang cukup akan
menguntungkan bagi perusahaan, disamping memungkinkan bagi perusahaan untuk
beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan
keuangan, juga akan memberikan beberapa keuntungan lain, antara lain
:
a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja
karena turunnya nilai dari aktiva lancar.
b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua
kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya.
c. Menjamin dimilikinya
kredit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi
perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang
mungkin terjadi.
d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah
yang cukup untuk melayani para konsumennya.
e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat
kredit yang lebih menguntungkan kepada para
langganannya.
f. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan
lebih efisien karena tidak kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang
dibutuhkan.
2.1.8 Sumber-sumber Modal Kerja
Sawir (2005:141) menyatakan bahwa sumber-sumber modal
kerja yang akan menambah modal kerja adalah :
a. Adanya kenaikan sektor modal, baik yang berasal dari
laba maupun penambahan modal saham.
b. Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap karena
adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui proses
depresiasi.
c. Ada penambahan hutang jangka panjang, baik dalam bentuk
obligasi atau hutang jangka panjang lainnya.
Munawir (2004:120-123) menyatakan bahwa pada umumnya
sumber modal kerja suatu perusahaan dapat berasal dari
:
a. Hasil operasi
perusahaan
b. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga
(investasi jangka pendek)
c. Penjualan aktiva tidak
lancar
d. Penjualan saham atau
obligasi
2.1.9 Penggunaan Modal Kerja
Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan
bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, tetapi
penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunnya
modal kerja yang dimiliki perusahaan. Misalnya, penggunaan aktiva lancar untuk
melunasi atau membayar hutang.
Sawir (2005:142) menyatakan bahwa penggunaan-penggunaan
modal kerja yang mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut
:
a. Berkurangnya modal sendiri karena kerugian, maupun
pengambilan privasi oleh pemilik perusahaan.
b. Pembayaran hutang-hutang jangka
panjang.
c. Adanya penambahan atau pembelian aktiva
tetap.
Munawir (2004:125-127) menyatakan bahwa
penggunaan-penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan turunnya modal kerja
adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan,
b. Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena
adanya penjualan surat berharga atau efek,
c. Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar
untuk tujuan-tujuan tertentu dalam jangka panjang,
d. Adanya penambahan atau pembelian aktiva
tetap
e. Pembayaran hutang-hutang jangka panjang yang meliputi
hutang hipotik, hutang obligasi maupun bentuk hutang jangka panjang
lainnya
f. Pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik
perusahaan untuk kepentingan pribadinya (prive) atau adanya pengambilan
bagian keuntungan oleh pemilik
2.1.10 Manajemen Modal Kerja
Syamsuddin
(2000:201) menyatakan bahwa tujuan
dari manajemen modal kerja adalah untuk mengelola masing-masing pos aktiva
lancar dan hutang lancar sedemikian rupa, sehingga jumlah net working
capital (aktiva lancar dikurangi dengan hutang lancar) yang diinginkan
tetap dapat dipertahankan.
Adapun sasaran yang ingin dicapai dari manajemen modal
kerja adalah :
a. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aktiva
lancar sehingga tingkat pengembalian investasi marjinal adalah sama atau lebih
besar dari biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva – aktiva
tersebut.
b. Meminimalkan dalam jangka panjang biaya modal digunakan
untuk membiayai aktiva lancar.
c. Pengawasan terhadap arus dana dalam aktiva lancar dan
ketersediaan dana dari sumber utang, sehingga perusahaan selalu dapat memenuhi
kewajiban keuangannya ketika jatuh tempo.
2.1.11 Hubungan Modal kerja Terhadap Likuiditas
Perusahaan
Pada setiap perusahaan modal kerja mempunyai hubungan yang saling terkait dengan
likuiditas, karena dengan adanya modal kerja maka perusahaan dapat memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dimana modal kerja ini digunakan untuk
menjalankan operasi-operasi perusahaan setiap harinya. Sedangkan likuiditas
menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang harus segera
dipenuhi.
Menurut
Keown yang dikutip oleh Djakman (2000:644), “Agar dalam pelaksanaan kegiatan
perusahaan berhasil diperlukan sejumlah modal kerja yang cukup, dimana
pengelolaan modal kerja tersebut dapat menunjukkan keseimbangan antara
likuiditas dan profitabilitas perusahaan”.
Besarnya modal kerja sebuah perusahaan berhubungan
dengan berbagai aktivitas operasional dan finansial tanpa modal kerja yang cukup
aktivitas bisnis perusahaan dapat terancam.
Menurut
Riyanto (2001:25), “Masalah likuiditas adalah berhubungan dengan masalah
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera
harus dipenuhi.”
Selanjutnya Riyanto (2001:26) menyatakan, “Likuiditas
badan usaha dapat diketahui dari neraca pada suatu saat antara lain dengan
membandingkan jumlah aktiva lancar di satu pihak dengan utang lancar di lain
pihak, hasil perbandingan tersebut ialah apa yang disebut “current ratio” atau
“Working Capital ratio”. Current ratio ini merupakan ukuran yang berharga untuk
mengukur kesanggupan perusahaan untuk memenuhi current
obligation–nya.”
Seperti diketahui bahwa salah satu nilai penting dari
likuiditas perusahaan adalah untuk memenuhi sejumlah dana yang diperlukan pada
saat dibutuhkan. Ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi likuiditasnya akan
memengaruhi aktivitas usahanya. Sementara itu dalam manajemen modal kerja
kebutuhan dana juga merupakan
bagian penting, baik dalam hal penyediaan dana maupun penggunaan dana yang
berkaitan dengan aktivitas usaha. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang erat
antara likuiditas dengan modal kerja.
Berikut ini adalah contoh hubungan antara likuiditas dan modal kerja.
Diasumsikan ada dua perusahaan yaitu PT
Bukitlayang dan PT Tempilang dengan neraca sebagai berikut :
Neraca PT
Bukitlayang
Per 31 Desember
2008
Kas
|
600.000
|
Utang Lancar
|
1.800.000
|
Piutang
|
1.000.000
|
|
|
Persediaan
|
1.400.000
|
|
|
Total Aktiva Lancar
|
3.000.000
|
|
1.800.000
|
|
|
|
|
Neraca PT
Tempilang
Per 31 Desember
2008
Kas
|
1.400.000
|
Utang Lancar
|
1.800.000
|
Piutang
|
1.000.000
|
|
|
Persediaan
|
600.000
|
|
|
Total Aktiva Lancar
|
3.000.000
|
|
1.800.000
|
|
|
|
|
Dari posisi kedua neraca perusahaan diatas terdapat
persamaan yaitu dalam hal total aktiva lancar yaitu sama-sama RP. 3.000.000 dan
utang lancar Rp. 1.800.000,- Namun terdapat perbedaan dalam komposisi aktiva
lancarnya, Sehingga sangat mempengaruhi dalam kemampuan membayar kewajibannya .
Dalam hal ini posisi PT Tempilang lebih baik dalam hal kemampuan membayarnya
dibandingkan dengan PT Bukitlayang. Jika terjadi sesuatu PT. Tempilang lebih
cepat membayar karena memiliki kas yang lebih banyak dari PT Bukitlayang,
demikian pula sebaliknya. Artinya, meskipun likuiditas antara perusahaan PT
Bukitlayang Pt Tempilang sama, namun kecepatan dalam hal membayar kewajiban
berbeda-beda.
2.2 Analisis
Likuiditas Berdasarkan Aktivitas Operasi
Ukuran likuiditas berdasarkan aktivitas operasi penting
dalam analisis kredit. Bagian ini membahas tiga langkah aktivitas operasi
berbasis pada piutang, persediaan, dan kewajiban
lancar.
2.2.1 Aktivitas
Operasi Berbasis Pada Piutang
a. Ukuran
Likuiditas Piutang Usaha
Bagi kebanyakan perusahaan menjual secara kredit,
rekening dan wesel tagih merupakan bagian penting dari modal kerja. Dalam
menilai likuiditas, termasuk kualitas modal kerja dan rasio lancar , maka perlu
untuk mengukur kualitas dan likuiditas piutang. Baik kualitas dan likuiditas
piutang dipengaruhi oleh tingkat turnover mereka. Kualitas mengacu pada
kemungkinan penagihan tanpa kehilangan. Pengalaman menunjukkan bahwa piutang
yang lama beredar di luar tanggal jatuh tempo mereka, semakin rendah kemungkinan
ditagih. Tingkat turnover mereka merupakan indikator umur piutang. Indikator ini
sangat berguna bila dibandingkan dengan tingkat turnover yang diharapkan
dihitung dengan menggunakan persyaratan kredit yang diijinkan. Likuiditas
mengacu pada kecepatan dalam mengkonversi piutang menjadi kas. Tingkat
perputaran piutang adalah ukuran kecepatan
ini.
b. Perputaran
Piutang Usaha
Rasio perputaran piutang usaha dihitung sebagai
berikut:
Piutang
dari penjualan normal harus dimasukkan ketika menghitung perputaran piutang.
Rasio ini hanya mencakup penjualan kredit karena penjualan tunai tidak
menciptakan piutang. Tetapi jika penjualan kredit tidak diketahui jumlah
pastinya, maka dapat menggunakan total penjualan bersih ( yaitu, dengan asumsi
penjualan tunai tidak signifikan ). Jika penjualan tunai signifikan, maka rasio
ini kurang berguna. Namun, jika proporsi penjualan tunai terhadap total
penjualan relatif stabil, maka tahun ke tahun perbandingan perubahan dalam rasio
perputaran piutang dapat diandalkan. Cara yang paling langsung bagi kita untuk
menentukan piutang rata-rata piutang adalah dengan menambahkan awal dan akhir
piutang untuk periode dan dibagi dengan dua. Menggunakan angka bulanan atau
kuartalan menghasilkan perkiraan yang lebih akurat. Semakin penjualan
berfluktuasi, semakin besar kemungkinan rasio ini terdistorsi. Rasio perputaran
piutang menunjukkan seberapa sering, rata-rata, piutang berputar yaitu, yang
diterima dan dikumpulkan selama setahun.
Contoh ilustrasi :
c. Jumlah
hari dalam Menagih Piutang
Meskipun
rasio perputaran piutang usaha mengukur kecepatan penagihan dan berguna untuk tujuan perbandingan,
tidak langsung dibandingkan
dengan kondisi perdagangan perusahaan yang ke pelanggan. Perbandingan ini
dibuat dengan mengubah rasio perputaran menjadi hari untuk menagih piutang. Jumlah hari 'penagiha piutang adalah jumlah hari yang dibutuhkan, secara rata-rata,
untuk menagih piutang berdasarkan saldo akhir tahun piutang. Hal ini dihitung dengan membagi piutang
dengan rata-rata penjualan
harian sebagai
berikut:
d. Interpretasi
Ukuran Likuiditas Piutang
Tingkat
perputaran piutang dan periode penagihan akan berguna
dibandingkan dengan rata-rata industri atau dengan perjanjian kredit yang
diberikan oleh perusahaan. Ketika periode penagihan dibandingkan dengan
perjanjian penjualan yang diperbolehkan oleh perusahaan, kita dapat menilai
sejauh mana pelanggan yang membayar tepat waktu. Misalnya, jika perjanjian
kredit biasa dijual 40 hari, maka periode pengumpulan piutang dari 75 hari
mencerminkan satu atau lebih dari kondisi
berikut:
1) Usaha
penagihan yang buruk
2) Keterlambatan
pembayaran pelanggan.
3) Pelanggan
dalam kesulitan keuangan
Kondisi
pertama menuntut tindakan korektif manajerial, sementara dua
lainnyamerefleksikan kualitas dan likuiditas piutang dan menuntut tindakan
manajerial yang bijaksana. Langkah awal adalah untuk menentukan apakah piutang
mewakili aktivitas penjualan perusahaan. Sebagai contoh, piutang dapat dijual
kepada SPE dan, jika SPE initerstruktur dengan baik, piutang akan dihapus dari
buku. sementara penjualan piutangmungkin, oleh karena itu, mendistorsi
perhitungan rasio. Hal ini tidak biasa bagi perusahaan untuk terus melayani
akun untuk SPE. Dalam hal ini jumlah total piutang
servis disediakan dalam catatan kaki. Ini dapat
ditambahkan dengan yang dilaporkan di neraca untuk tiba di total piutang yang
beredar. Rasio perputaran kemudian dihitung dengan menggunakan total piutang
yang beredar.
2.2.2 Aktivitas
Operasi Berbasis Pada Persediaan
a. Ukuran
Perputaran Persediaan
Persediaan
sering merupakan bagian penting dari aktiva lancar. Alasan untuk ini sering
tidak ada hubungannya dengan kebutuhan perusahaan untuk mempertahankan dana cair
yang memadai. Persediaan adalah investasi yang dilakukan untuk tujuan memperoleh
kembali melalui penjualan kepada pelanggan. Pada kebanyakan perusahaan, tingkat
tertentu persediaan harus disimpan. Jika persediaan tidak memadai, volume
penjualan menurun di bawah tingkat yang dapat dicapai. Sebaliknya, persediaan
yang berlebihan mengekspos perusahaan untuk biaya penyimpanan, asuransi, pajak,
usang,
dan kerusakan fisik. Persediaan berlebihan juga
mengikat dana yang dapat digunakan lebih menguntungkan di tempat lain. Karena
risiko dalam menyimpan persediaan, dan mengingat bahwa persediaan selanjutnya
dihapus dari kas dari piutang tersebut, mereka biasanya dianggap sebagai aset
lancar yang paling tidak likuid .
b. Perputaran Persediaan
Rasio
perputaran persediaan mengukur rata-rata kecepatan di mana
persediaan
bergerak melalui
dan keluar dari perusahaan. Perputaran persediaan dihitung sebagai
berikut:
Harga Pokok penjualan
Rata–rata
persediaan
Agar
Konsistensi mengharuskan kita menggunakan harga pokok penjualan
dalam pembilang
karena, seperti persediaan, dilaporkan biaya. Jumlah, sebaliknya,
termasuk margin
keuntungan. Rata-rata persediaan dihitung dengan menambahkan
awal dan akhir
saldo persediaan, dan membaginya dengan dua. Perhitungan rata-rata
ini dapat
disempurnakan dengan rata-rata angka persediaan triwulanan atau
bulanan.
Ketika kita
tertarik dalam mengevaluasi tingkat persediaan pada tanggal
tertentu,
seperti akhir
tahun, kita menghitung rasio perputaran persediaan dengan
menggunakan
saldo persediaan pada tanggal tersebut di
penyebut.
c. Jumlah
hari Penjualan dalam Persediaan
Ukuran lain perputaran persediaan berguna dalam menilai
pembelian dan produksi kebijakan perusahaan adalah jumlah hari penjualan dalam
persediaan, dihitung sebagai berikut:
Rasio
ini memberitahu kita adalah jumlah hari yang diperlukan untuk menjual persediaan
akhir dengan asumsi tingkat tertentu penjualan. Contoh ilustrasi :
d. Interpretasi
Perputaran Persediaan
Rasio
lancar memperlihatkan komponen
aktiva lancar sebagai sumber
dana untuk berpotensi melunasi kewajiban lancar. Dilihat dari pandangan sama, rasio perputaran persediaan memberikan ukuran kualitas dan likuiditas komponen
persediaan aktiva lancar.
Kualitas persediaan mengacu pada kemampuan perusahaan
untuk menggunakan dan membuang
persediaan. Kita harus mengakui, bagaimanapun, bahwa perusahaan terus tidak menggunakan persediaan untuk
membayar kewajiban lancar
karena setiap penurunan serius dalam tingkat persediaan
yang normal mungkin memotong ke volume
penjualan.
Ketika
perputaran persediaan menurun
dari waktu ke waktu, atau
kurang dari angka industri,
ini menunjukkan bergerak lambat persediaan dikaitkan keusangan,
permintaan yang lemah, atau
tidak terjual. Kondisi ini
mempertanyakan kelayakan sebuah perusahaan pemulihan biaya persediaan. Kita perlu analisis lebih lanjut dalam hal ini
untuk melihat apakah penurunan
perputaran persediaan adalah
karena penumpukan persediaan untuk mengantisipasi
peningkatan penjualan, komitmen kontrak, kenaikan harga,
penghentian kerja, kekurangan
persediaan, atau alasan
yang sah lainnya. Kita
juga harus menyadari manajemen
persediaan (seperti just-in-time sistem) yang
bertujuan untuk menjaga tingkat persediaan yang rendah dengan mengintegrasikan memesan,
memproduksi, menjual, dan
mendistribusikan. Manajemen persediaan yang
efektif meningkatkan perputaran persediaan.
Berguna
persediaan mengukur likuiditas lainnya adalah periode konversi atau siklus
operasi. Ukuran ini menggabungkan periode penagihan
piutang dengan hari
untuk menjual persediaan untuk mendapatkan interval waktu
untuk mengkonversi persediaan
uang tunai. Menggunakan hasil dihitung dari dua
ilustrasi independen kami
di atas, kami akan menghitung periode konversi sebagai berikut:
Ini
berarti yang dibutuhkan 195
hari bagi perusahaan untuk
menjual persediaan dan untuk menagih piutang, berdasarkan
tingkat lancar piutang
dan
persediaan.
2.2.3 Aktivitas
Operasi Berbasis Pada Kewajiban Lancar
a. Likuiditas Kewajiban Lancar
Kewajiban lancar penting dalam perhitungan modal kerja
maupun rasio lancar untuk 2 alasan yang saling terkait berikut :
1) Kewajiban lancar
digunakan untuk menentukan apakah selisih aktiva lancar dengan kewajiban lancar dapat mencakupi margin
keamanan.
2) Kewajiban lancar
dikurangi dan aktiva lancar untuk menghitung modal
kerja.
Dalam menggunakan modal kerja dan rasio lancar, salah
satu sudut pandang adalah likuidasi dan bukan operasi yang masih berlangsung.
Hal ini disebabkan karena pada operasi normal kewajiban lancar tidak dilunasi
seluruhnya melainkan memiliki sifat pendanaan
kembali.
b. Kualitas
Kewajiban Lancar
Kualitas
kewajiban lancar penting dalam analisis modal kerja dan rasio lancar. Tidak
seluruh aktiva lancar mencerminkan kebutuhan pembayaran yang
mendesak. Pada satu titik , ada berbagai kewajiban pajak
yang harus dilunasi tepat waktu tanpa mempeduliakn tekanan keuangan saat
ini.
Kualitas
kewajiban lancar harus dinilai berdasarkan sejauh mana penjualannya mendesak
untuk dilakukan. Harus di pahami bahwa jika arus dana masuk dari
pendapatan terkini dipandang sebagai dana yang tersedia
untuk membayar kewajiban lancar, maka beban tenaga kerja dan beban lain yang
membutuhkan pembayaran tepat waktu memiliki hak petama atas
pendapatan.
c. Jumlah
Hari untuk Membayar Utang Usaha
Ukuran sejauh mana utang usaha mencerminkan kewajiban
lancar dan belum jatuh tempo adalah rasio jumlah hari untuk membayar utang usah.
Rasio ini dihitung sebagai berikut :
2.3 Ukuran
Likuiditas Lainnya
Ada beberapa rasio likuiditas yang dikemukakan para
ahli yang dapat digunakan sesuai dengan kepentingan para pemakai informasi
laporan keuangan, yakni:
2.3.1 Current Ratio
Rasio
ini menunjukan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar.
Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar semakin tinggi
kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya
merupakan
ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi
kewajiban jangka pendek karena rasio ini menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari
kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai
dalam periode yang sama dengan jatuh tempo utang.
Besar
current ratio yang ideal belum ada suatu patokan yang pasti,
namun standar umumyang digunakan 200% atau 2:1 yang berarti nilai aktiva lancar
adalah dua kali dari hutang lancar atau setiap satu rupiah hutang lancar harus
dapat dijamin sedikitnya dengan dua rupiah aktiva lancar.
Current ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan
terjadinya masalah dalam likuiditas. Sebaliknya suatu perusahaan
yang current ratio-nya terlalu tinggi juga kurang bagus, karena
menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi
kemampuan memperoleh laba perusahaan.
2.3.2 Quick Ratio
Rasio ini merupakan perimbangan antara jumlah aktiva
lancar dikurangi persediaan dengan jumlah hutang lancar. Persediaan merupakan
unsur aktiva lancar yang tingkat likuiditasnya rendah, sering mengalami
fluktuasi harga, dan unsur aktiva lancar ini sering menimbulkan kerugian jika
likuidasi. Jadi rasio cepat lebih baik dalam mengukur kemampuan suatu perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Rasio
cepat yang umumnya dianggap baik adalah satu. Rasio
ini menunjukan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang
lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik. Rasio ini disebut juga
Acid test rasio.
Untuk quick rasio ukuran berdasarkan prinsaip hati-hati adalah 100% atau 1:1 dianggap cukup memuaskan didalam perusahaan apabila kurang maka dianggap kurang baik.
Untuk quick rasio ukuran berdasarkan prinsaip hati-hati adalah 100% atau 1:1 dianggap cukup memuaskan didalam perusahaan apabila kurang maka dianggap kurang baik.
2.3.3 Cash Ratio
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk
membayar utang jangka pendeknya yang harus segera dipenuhi dengan kas dan surat
berharga dalam perusahaan yang dapat segera di uangkan. Kegunaan dari rasio ini
adalah untuk mengetahui bahwa setiap hutang lancar Rp. 1, 00 di jaminkan oleh
kas dan efek sebesar hasil yang diperoleh dari cash rationya, tidak terdapat
standar khusus pada cash ratio sehingga penilaianya tergantung kebijakan
perusahaan.
2.4 Kasus
LAPORAN KEUANGAN PT INDOSAT TBK DAN XL
AXIATA
Laporan keuangan PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata terdiri dari lima laporan yaitu Laporan posisi keuangan, laporan
laba rugi, laporan perubahan ekuitas, Laporan arus kas, san catatan atas laporan
keuangan. PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata menganut prinsip
Full Disclouser karena menjelaskan informasi-informasi tentang perusahaan di
dalam catatan atas laporan keuangan, misalnya metode yang dipakai dalam
penilaian persedian sampai penjelasan saham yang ada di perusahaan
tersebut.
Laporan posisi keuangan PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata berbentuk Staffel (Refort Form) atau
vertical. Laporan ini dilaporkan satu halaman vertical, disebelah atas dicantumkan total aktiva dan di bawahnya disajikan total kewajiban dan modal. Pos-pos dalam laporan ini di pisahkan antara lancar
dan tidak lancar di bagian Harta serta jangka pendek dan jangka panjang di
bagian kewajiban.
Laporan laba rugi PT Indosat Tbk berbentuk
single step , tidak dikelompokan . Pendapatan Indosat digabungkan dalam
satu kelmpok, namun pada bagian beban di pisah antara beban operasi dan
beban non operasi. Laporan laba rugi PT XL Axiata juga berbentuk
single step , tidak ada pengelompokan di dalamnya.
Perhitungan Rasio
Berdasarkan Laporan keuangan PT Indosat Tbk dan PT XL Axiata khususnya laporan posisi keuangan dan laporan laba
rugi untuk periode yang berakhir pada 31
Desember 2011 dan 2012, didapatkan perhitungan rasio
likuiditas untuk membandingkan kinerja kedua perusahaan tersebut, perhitungannya
sebagai berikut :
2.4.1 Current Ratio
Indosat
|
XL
| |||
2012
|
2011
|
2012
|
2011
| |
Aktiva Lancar (a)
|
Rp 8,308,810,000,000
|
Rp 5,767,565,000,000
|
Rp 3,958,985,000,000
|
Rp 3,387,237,000,000
|
Hutang Lancar (a)
|
Rp 11,015,751,000,000
|
Rp 11,968,067,000,000
|
Rp 8,739,996,000,000
|
Rp 8,728,212,000,000
|
Rasio (a/b)
|
0.7543 / 75.43%
|
0.4819 / 48.19%
|
0.4530 / 45.30%
|
0.3881 / 38.81%
|
naik atau turun
|
0.2724
|
0.0649
|
Hasil perhitungan current
rasio Indosat pada tahun 2011 dan 2012 menunjukan angka rasio sebesar
0.4819 dan 0.7545. hal ini berarti menunjukan tingkat likuiditas Indosat tidak
cukup baik karena hasil angka rasio kurang dari satu atau 100 % yang menunjukan
jumlah hutang lebih besar dari pada jumlah aktiva . Pada tahun
2011 current rasio menunjukan angka 48.19% yang berarti bahwa
setiap Rp 1 hutang lancar hanya dapat ditutupi dengan Rp 0.4819 aktiva lancar .
pada tahun 2012 menunjukan angka rasio sebesar 75.43 % yang berarti setiap
Rp 1 hutang lancar hanya dapat ditutupi denganRp 0.7543 Aktiva lancar.
Walaupun terjadi peningkatan current rasio sebesar 27.24%
karena peningkatan akitiva lancar yg cukup besar, namun Indosat belum
mampu untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva
lancarnya.
Sama seperti indosat, current rasio XL
pada tahun 2011 dan 2012 tidak baik karena tidak melebihi seratus persen.
Pada tahun 2011 current rasio XL menunjukan angka 38.81% hal
ini berarti setiap Rp 1 hutang lancar XL hanya dapat diditutupi dengan Rp 0.3881
aktiva lancarnya.pada tahun 2012 menunjukan angka 45.30 % hal ini berarti setiap
Rp 1 hutang lancar hanya dapat ditutupi dengan Rp 0.4530 aktiva
lancar.
Jika Indosat dibandingkan dengan XL , current
rasio yang dimiliki indosat lebih besar dari pada yang dimiliki XL hal
ini berarti tingkat likuiditas Indosat lebih baik daripada
XL.
2.4.2 Quick Ratio
Indosat
|
XL
| |||
2012
|
2011
|
2012
|
2011
| |
Aktiva Lancar (a)
|
Rp 8,308,810,000,000
|
Rp 5,767,565,000,000
|
Rp 3,958,985,000,000
|
Rp 3,387,237,000,000
|
Persediaan (b)
|
Rp 52,556,000,000
|
Rp 75,890,000,000
|
Rp 49,807,000,000
|
Rp 66,595,000,000
|
Hutang lancar (c)
|
Rp 11,015,751,000,000
|
Rp 11,968,067,000,000
|
Rp 8,739,996,000,000
|
Rp 8,728,212,000,000
|
Rasio(a-b)/c
|
0.7495 / 74.95 %
|
0.4756 / 47.56 %
|
0.4473 / 44.73 %
|
0.3804 / 38.04%
|
naik atau turun
|
0.2739
|
0.0668
|
Hasil
perhitungan angka
Quick
ratio
Indosat lebih rendah daripada current
rasio Indosat, pada tahun 2011 menunjukan angka 47.56 % hal ini berarti
setiap Rp 1 hutang lancar hanya dapat ditutupi dengan Rp 0.4756 aktiva lancar
yang mudah diuangkan. Pada tahun 2012 menunjukan angka rasio sebesar 74.95% hal
ini berarti setiap Rp 1 hutang lancar hanya dapat ditutupi dengan Rp
0.7495 aktiva lancar yang mudah diuangkan. Jumlah current rasio
Indosat lebih besar dari pada quick rasio hal ini
menandakan banyaknya investasi yang terjadi di
persediaan.
Keadaan quick ratio
XL tidak jauh berbeda kasusnya dengan indosat dimana quick rasionya lebih kecil dari
pada current rasionya . kemampuan XL untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan aktiva yang mudah diuangkan
buruk.
Namun, Jika kita
bandingkan quick rasio indosat dan
XL, quick rasio yang dimiliki indosat lebih besar daripada XL,
hal ini berarti kemampuan indosat untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya
menggunakan aktiva yang mudah diuangkan lebih baik dari pada XL pada tahun 2012
dan 2011.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Likuiditas
merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar yaitu kemampuan
aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban lancarnya bila diperlukan.
Sedangkan modal
kerja adalah modal yang digunakan untuk membiayai operasi perusahaan yang berupa
suatu aktiva yang mudah untuk diuangkan.
Pada setiap perusahaan modal kerja mempunyai hubungan yang saling terkait dengan
likuiditas, karena dengan adanya modal kerja maka perusahaan dapat memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya dimana modal kerja ini digunakan untuk
menjalankan operasi-operasi perusahaan setiap harinya.
Ukuran
likuiditas berdasarkan aktivitas operasi penting dalam analisis kredit. Terdapat
tiga analisis
likuiditas yang berkaitan dengan aktivitas operasi, yaitu
aktivitas operasi berbasis pada piutang, persediaan, dan kewajiban
lancar.
Disamping itu ada
beberapa rasio likuiditas yang dikemukakan para ahli yang dapat digunakan
sesuai dengan kepentingan para pemakai informasi laporan keuangan, yaitu current ratio
yang menunjukan
sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar,
quick ratio
yang menunjukan
kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang
lancar,
dan terakhir cash ratio yang
menunjukan
kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendeknya yang harus segera
dipenuhi dengan kas dan surat berharga dalam perusahaan yang dapat segera di
uangkan.
3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada seluruh pihak yang berkepentingan terutama
bagi para pembaca atau mahasiswa untuk mencari referensi lain yang lebih relevan
mengenai materi yang berkaitan tentang likuiditas dan modal kerja agar
wawasannya lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Prastowo Prastowo Darminoto dan Rika Julianti,
2002., Analisis Laporan Keuangan, konsep dan aplikasi, Jogjakarta: UPP AMP
YKPN
Mamduh M.Hanafi & Abdul Halim, 2005, Analisis
Laporan Keuangan, UPP AMP PKN
Subramanyam, K.R., dan J.Wild John., 2010., Analisis
Laporan Keuangan, Edisi 10, Jakarta: PT. Slemba Empat. Buku 1 dan
2
http://ayuetikas.blogspot.co.id/2016/04/sap-13-rasio-likuiditas-dan-modal-kerja.html
(diakses pada tanggal 12 Desember 2017)
https://dwiermayanti.wordpress.com/2011/09/29/modal-kerja-dan-likuiditas/
(diakses pada tanggal 12 Desember 2017)
https://lannymuklim.wordpress.com/modal-kerja-terhadap-peningkatan-likuiditas/ (diakses pada tanggal 12 Desember
2017)
0 Response to "ANALISIS INFORMASI KEUANGAN SAP 13"
Post a Comment