ANALISIS INFORMASI KEUANGAN SAP 11
1. Analisis
Risiko Kredit
1.1. Definisi Risiko Kredit
a. Definisi Resiko
Kata
risiko berasal dari bahasa inggris “risk”, yang
dapat didefinisikan sebagai kemungkinan buruk yang yang dapat terjadi akibat sebuah
proses
yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang.
b. Definisi Resiko Kredit
Risiko
Kredit didefinisikan
sebagai risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan kegagalan debitur
memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali
utangnya.
Risiko kredit
(credit risk) didefinisikan sebagai risiko kerugian yang terkait
dengan kemungkinan kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya; atau risiko
bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya. Definisi ini dapat diperluas yaitu bahwa risiko kredit
adalah risiko yang timbul dikarenakan kualitas kredit semakin menurun. Memang
penurunan kualitas kredit dimaksud belum tentu berimplikasi pada terjadinya
default, namun paling tidak kemungkinan terjadinya default akan semakin
besar.
1.2. Ruang Lingkup dan Hal-hal yang Termasuk Risiko
Kredit
Ruang
lingkup risiko kredit tidak dapat dipisahkan secara jelas dan tegas
dengan jenis risiko lainnya (risiko operasional, risiko pasar dan risiko
likuiditas) dan keempat jenis risiko ini saling
terkait.
Risiko
kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko pasar terlebih dahulu.
Sebagai contoh, nilai kredit nasabah menjadi sangat besar, dikarenakan
kredit diberikan dalam dominasi valas dan nilai tukar Rupiah
melemah.
Hal-hal
yg termasuk Risiko Kredit
· Lending
Risk,
yaitu risiko akibat nasabah/debitur tidak mampu melunasi fasilitas yang telah
diberikan oleh bank, baik berupa fasilitas kredit langsung maupun tidak langsung
(cash loan maupun non cash loan)
· Counterparty Risk, risiko dimana counterpart tidak
bisa melunasi kewajibannya ke bank baik sebelum tanggal kesepakatan maupun pada
saat tanggal kesepakatan
· Issuer
Risk,
risiko dimana penerbit suatu surat berharga tidak bisa melunasi kepada bank
sejumlah nilai surat berharga yang dimiliki bank.
1.3. Metode Pengelolaan Risiko
Kredit
Bank menggunakan sejumlah teknik dan
kebijakan dalam mengelola risiko kredit untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya atau dampak dari kerugian kredit (dikenal dengan mitigasi risiko
kredit). Teknik dan kebijakan tersebut adalah:
Ø model pemeringkatan (grading
model)untuk kredit perorangan
Kredit yang diberikan bank setiap
saat dapat menjadi bermasalah namun kemungkinannya menjadi kecil jika bank
menerapkan kebijakan pemberian kredit yang sehat
Ø manajemen portofolio
kredit
Bank dengan cara yang sama mengukur
portofolio kreditnya untuk memberikan keyakinan bahwa kredit yang diberikan
tidak terlalu terkonsentrasi pada satu industri atau wilayah geografis
tertentu.
Ø Sekuritisasi
Basel II mempersyaratkan bank untuk memperkirakan dampak gejolak ekonomi dan memastikan bahwa kegiatan usahanya telah didukung dengan permodalan yang memadai untuk mengantisipasi dampak gejolak ekonomi tersebut
Basel II mempersyaratkan bank untuk memperkirakan dampak gejolak ekonomi dan memastikan bahwa kegiatan usahanya telah didukung dengan permodalan yang memadai untuk mengantisipasi dampak gejolak ekonomi tersebut
Ø Peran
agunan
Agunan (collateral) didefinisikan
sebagai aktiva yang diperjanjikan oleh debitur untuk mendapatkan kredit dan
dapat diambil alih dalam hal terjadi default
Ø Monitoring arus kas
Sebagian bank yang mengalami tingkat
default yang tinggi menemukan bahwa tindakan segera terhadap situasi kredit yang
memburuk dapat mengurangi permasalahan secara signifikan.
Ø Manajemen pemulihan
Manajemen yang efisien terhadap
suatu kredit yang mengalami default dapat menghasilkan pemulihan (recovery) yang
cukup besar dibandingkan tingkat kerugian semula. Oleh karena itu, sebagian bank
menciptakan unit kerja yang secara khusus ditugasi untuk menangani pemulihan
kredit macet sebagai bagian dari proses manajemen risiko kredit yang berkualitas
tinggi.
1.4. Jenis-jenis Kredit
Berdasarkan
Kegunaan :
§ Kredit investasi, merupakan kredit jangka panjang yang
digunakan untuk keperluan investasi
§ Kredit modal kerja, merupakan kredit yang digunakan
untuk keperluan modal kerja operasional perusahaan.
Berdasarkan Tujuan
Kredit :
§ Kredit produktif ,Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau
produksi.
§ Kredit konsumtif,Kredit yang digunakan untuk konsumsi secara
pribadi.
Berdasarkan
jangka waktu
§ Kredit Jangka Pendek, merupakan kredit yang memiliki jangka paling lama 1
tahun, misalnya kredit modal kerja
§ Kredit Jangka Menengah, merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kredit
antara 1— 3 tahun
§ Kredit Jangka Panjang, merupakan kredit dengan jangka waktu pengembalian
diatas 3 tahun
Berdasarkan
Ketersediaan dana
§ Cash
Adalah kredit
dengan dana langsung dicairkan kepada nasabah, contoh: kredit modal kerja,
kredit investasi, kredit konsumsi.
§ Non cash
Adalah kredit yang
tidak langsung ditarik dalam bentuk tunai tetapi didalamnya telah terkandung
adanya suatu kesanggupan untuk melakukan pembayaran di kemudian
hari.
Berdasarkan Jenis
Valuta
§ Kredit Valuta Rupiah , Pinjaman yang diberikan dalam mate uang
rupiah
§ Kredit Valuta Asing , Pinjaman yang diberikan dalam mata uang
asing
1.5. Rasio Kredit (Non
Performing Loan/NPL)
Risiko
kredit perlu mendapat penanganan yang tepat. Hal ini dikarenakan risiko kredit
merupakan risiko yang paling popular dan paling nyata sekaligus berdampak
terbesar bagi bank. Risiko kredit ini berpotensi menjadikan sebuah kredit
menjadi bermasalah atau lebih sering disebut
NPL.
Rasio NPL
yang tinggi menunjukkan banyaknya jumlah debitur yang tidak membayar angsuran
kredit secara kontinyu, baik itu pokok kredit maupun bunganya. NPL akan
berakibat pada kerugian bank, yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali
dana yang telah disalurkan maupun pendapatan bunga yang tidak dapat diterima.
Dengan kata lain, bank kehilangan kesempatan mendapatkan bunga, yang berakibat
pada penurunan laba secara total.
NPL
disebut juga sebagai kredit yang bermasalah. Mahmoeddin (2002:3) mendefinisikan
NPL menjadi dua lingkup yang berbeda, yaitu :
1.
Pengertian secara umum, yaitu bahwa NPL adalah kredit yang tidak lancar atau
kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang
diperjanjikan.
2.
Pengertian secara khusus, yaitu bahwa suatu kredit dianggap NPL apabila debitur
tidak memasukkan laporan yang dijanjikannya, misalnya laopran keuangan bulanan,
laporan keuangan tahunan, laoporan produksi dan persediaan bulanan, dan
sebagainya.
Bank
Indonesia membagi NPL di Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu kredit kurang
lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Menurut Thomas dkk. (2003:143),
kolektibilitas kredit adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran pokok dan
bunga kredit oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali kredit
yang disalurkan.
Bank
Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio
kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai
berikut:
Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit ) x
100%
2. Analisis
Risiko Kebangkrutan
2.1. Pengertian Kebangkrutan
Analisis
kebangkrutan merupakan analisis untuk memperoleh tanda-tanda awal tentang
kebangkrutan. Kebangkrutan (bankcruptcy) biasanya diartikan secara
awam adalah sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasi
perusahaan untuk menghasilkan laba sedangkan menurut Undang-Undang No. 4 tahun
1998 dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur
memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Sedangkan menurut Menurut Lesmana
(2003:174) definisi kebangkrutan adalah sebagai berikut “Resiko kebangkrutan
berhubungan dengan ketidakpastian mengenai kemampuan atas suatu perusahaan
untuk melanjutkan kegiatan operasinya jika kondisi keuangan yang dimiliki
mengalami penurunan”
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebangkrutan merupakan ketidakmampuan
suatu perusahaan dalam melanjutkan kegiatan operasinya dikarenakan kondisi
keuangan yang dimiliki mengalami penurunan dan memiliki kewajiban atau hutang
yang jumlahnya lebih besar dari nilai aktivanya.
Kebangkrutan dapat juga diartikan sebagai likuiditas
perusahaan atau penutupan perusahaan ataupun insolvabilitas. Kebangkrutan
sebagai suatu kegagalan terjadi pada sebuah perusahaan didefinisikan dalam
beberapa pengertian yaitu ;
a.
Kegagalan ekonomi (Economic
Distressed)
Kegagalan
dalam ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan uang attau pendapatan
perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti bahwa perusahaan
memiliki tingkat laba lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus
kas perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan
dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari
investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan yang dikeluarkan untuk
sebuah investasi tersebut.
b.
Kegagalan keuangan (Finacial
Distressed)
Pengertian financial distressed mempunyai makna
kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengerian
modal kerja. Sebagai assets liability management sangat berperan dalam
pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed. Kegagalan
keuangan bias juga diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara arus kas
dan dasar saham.
2.2. Pengukuran
Risiko Kebangkrutan
Analisis
terhadap peluang kebangkrutan suatu perusahaan dipandang penting bagi suatu
perusahaan. Analisis ini mencakup penggunaan model-model prediksi
kebangkrutan yang meliputi:
a. Model Univariat
Model
univariat dalam prediksi kebangkrutan suatu perusahaan digunakan untuk mengkaji
hubungan antara rasio keuangan tertentu dengan kebangkrutan suatu
perusahaan.
Model
ini dikembangkan oleh William Beaver yang mulanya meneliti 29 rasio keuangan
perusahaan selama lima tahun dengan menggunakan sample perusahaan bangkrut dan
tidak bangkrut. Dari hasil penelitian tersebut, Beaver menemukan enam rasio
keuangan yang dianggap mempunyai daya pembeda (discriminating power)
yang sangat baik yang dapat membedakan perusahaan yang sehat dan tidak sehat.
Keenam rasio keuangan tersebut adalah:
1. Laba bersih sebelum depresiasi, deplesi,
dan amortisasi terhadap total kewajiban (net income before depreciation,
depletion, & amortization to total liabilities)
Rasio
ini menunjukkan risiko solvabilitas jangka panjang, dimana hasil pengukurannya
menunjukkan besarnya arus kas dari kegiatan operasi yang tersedia untuk dapat
memenuhi seluruh kewajiban perusahaan. Semakin besar rasio ini maka semakin kecil risiko bagi
perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin besar risiko bagi
perusahaan.
2. Laba bersih terhadap total aktiva (net income to
total assets)
Rasio
ini menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan, dimana hasil pengukurannya
menunjukkan tingkat produktivitas aktiva yang diinvestasikan perusahaan dalam
menghasilkan laba bersih.
3. Total utang terhadap total aktiva
(total debt to total assets)
Rasio
ini menunjukkan risiko solvabilitas jangka panjang perusahaan, dimana hasil
pengukurannya menunjukkan besarnya pendanaan utang yang digunakan untuk
membiayai seluruh aktiva perusahaan. Semakin besar rasio ini maka semakin besar risiko bagi
perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin kecil risiko bagi
perusahaan.
4. Modal kerja bersih terhadap total aktiva
(net working capital to total assets)
Rasio
ini menunjukkan risiko likuiditas jangka pendek perusahaan, dimana hasil
pengukurannya menunjukkan struktur aktiva perusahaan. Semakin besar rasio ini
maka semakin kecil risiko bagi perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini
maka semakin besar risiko bagi perusahaan.
5. Aktiva lancar terhadap kewajiban lancar
(current assets to current liabilities)
Rasio
ini menunjukkan risiko likuiditas jangka pendek perusahaan, dimana hasil
pengukurannya menunjukkan besarnya aktiva lancar yang tersedia untuk dapat
memenuhi kewajiban lancar perusahaan. Semakin besar rasio ini maka semakin kecil risiko bagi
perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin besar risiko bagi
perusahaan.
6. Kas, surat-surat berharga, piutang usaha
terhadap beban-beban operasi tidak termasuk depresiasi, deplesi, dan amortisasi
(cash, marketable securities, account receivable to operating expenses
excluding depreciation, depletion, & amortization)
Rasio
ini menunjukkan risiko likuiditas jangka pendek perusahaan, dimana hasil
pengukurannya menunjukkan tersedianya alat likuiditas untuk dapat memenuhi
beban-beban operasi tunai perusahaan. Semakin besar rasio ini maka semakin kecil risiko bagi
perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin besar risiko bagi
perusahaan.
b. Model
Multivariat,
Model
multivariat merupakan suatu model yang mengkombinasikan beberapa rasio keuangan
secara bersama-sama (simultan) memprediksi kebangkrutan suatu
perusahaan. Dalam model Multivariat ini, terdiri
dari:
1. Model
Z-Score
Model
Z-Score merupakan salah satu model multivariat telah
dikembangkan oleh Edward Altman. Model ini dikembangkan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Altman yang memilih sampel beberapa perusahaan yang
bangkrut dan perusahaan yang sehat pada ukuran dan industri yang sama. Dari
hasil penelitian Altman menemukan lima rasio keuangan yang dianggap paling baik
membedakan perusahaan yang sehat dan bangkrut. Kelima rasio keuangan tersebut
adalah:
a) Modal kerja bersih terhadap total aktiva
(net working capital to total assets = X1)
Rasio
ini menunjukkan risiko likuiditas jangka pendek perusahaan, dimana hasil
pengukurannya menunjukkan struktur aktiva perusahaan. Semakin besar rasio ini
maka semakin kecil risiko bagi perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini
maka semakin besar risiko bagi perusahaan.
b) Laba ditahan terhadap total aktiva (retained
earnings to total assets = X2)
Rasio
ini menunjukkan profitabilitas perusahaan, dimana hasil pengukurannya
menunjukkan tingkat penggunaan laba ditahan untuk membiayai aktiva
perusahaan.
c) Laba sebelum bunga dan pajak terhadap
total aktiva (earnings before interest and taxes to total
assets = X3)
Rasio
ini menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan, dimana hasil pengukurannya
menunjukkan tingkat produktivitas aktiva yang diinvestasikan perusahaan dalam
menghasilkan laba operasi perusahaan.
d)Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku
kewajiban (market value of equity to book value of
liabilities = X4)
Rasio
ini menunjukkan risiko solvabilitas jangka panjang perusahaan serta penilaian
terhadap profitabilitas, dimana hasil pengukurannya menunjukkan struktur
pendanaan yang digunakan untuk membiayai seluruh aktiva
perusahaan. Semakin besar rasio ini maka semakin kecil risiko bagi
perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil rasio ini maka semakin besar risiko bagi
perusahaan.
e) Penjualan terhadap total aktiva
(sales to total assets = X5)
Rasio
ini menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan, dimana hasil pengukurannya
menunjukkan tingkat produktivitas aktiva yang diinvestasikan perusahaan dalam
menghasilkan pendapatan.
Berdasarkan
rasio keuangan tersebut sebagai variabel prediktor ditemukan model prediksi
sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan :
Z =
0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 +
0,999X5
Dengan
keterangan sebagai berikut:
Z = over all
index
X1 = working capital/total
asset
X2 = retained earning/total
asset
X3 = earning before interest and taxes/total
asset
X4 = market value equity/book value of total
liabilities
X5 = sales/total
asset
Standar
Penilaian (Cut off point) Model
Z-Score
Ukuran
|
Keterangan
|
Z-Score
< 1,81
|
Peluang
bangkrut besar
|
Z-Score
> 3,00
|
Peluang
bangkrut kecil
|
1,81
≤ Z-Score ≤ 3,00
|
Daerah
abu-abu
|
2. Model Logit (Ohlson)
Salah
satu Model Multivariat yang lain adalah Model Analisis Logit (logit
analysis) yang dikembangkan oleh James A. Ohlson. Pada model ini, Ohlson
menemukan sembilan rasio keuangan sebagai variabel prediktor yang dianggap
paling baik yaitu:
a) Logaritma
alam (ln) total aktiva terhadap Deflator GNP (natural log of total assets to
GNP implicit Price Deflator
Index = SIZE)
b) Total kewajiban
terhadap total aktiva (total liabilities to total
assets = TLTA)
c) Aktiva
lancar kurang kewajiban lancar terhadap total aktiva (current assets –
current liabilities to total
assets = WCTA)
d) Kewajiban
lancar terhadap aktiva lancar (current liabilities to current
assets = CLCA)
e) Laba
bersih terhadap total aktiva (net income to total
assets = NITA)
f) Dana dari
operasi terhadap total kewajiban (funds from operations to total
liabilities = FUTL)
g) Variabel dummy
yaitu bernilai satu jika laba bersih negatif selama dua tahun terakhir dan
bernilai nol jika tidak demikian (one if net income was negative for the last
two years and zero
otherwise = INTWO)
h) Variabel dummy
yaitu bernilai satu jika total kewajiban melebih total aktiva dan bernilai nol
jika tidak demikian (one if total liabilities exceed total asset and zero
otherwise = OENEG)
i) (Laba
bersiht – Laba bersiht-1)/(│Laba
bersiht│ +│Laba bersiht-1│)
= CHIN
j) Kriteria
penilaian:
Cut off point = 3,8%, jadi jika p > 3,8% berarti perusahaan berpeluang
bangkrut
Berdasarkan kesembilan variabel prediktor tersebut,
Ohlson menetapkan fungsi multivariat sebagaimana ditunjukkan pada
Persamaan
Keterangan:
X1 = SIZE
(LOG total assets/GNP level index)
X2 =
Total liabilities/total assets
X3 =
Working capital/total assets
X4 =
Current liabilities/current assets
X5 = 1
jika total liabilities > total assets; 0 jika sebaliknya
X6 = Net
income/total assets
X7 = Cash
flow from operations/total liabilities
X8 = 1
jika Net income negatif; 0 jika sebaliknya
X9 = (NIt
– NIt-1) / (NIt + NIt-1)
Cut off
point: Y-score > 0,38 = bangkrutan dan Y-score < 0,38 = tidak mengalami
kebangkrutan.
3. Instrumen
Derivatif dan Hedging (Lindung
Nilai)
3.1. Pendahuluan
Pernyataan ini
mengatur akuntansi instrumen derivatif, termasuk instrumen derivatif tertentu
yang melekat pada perjanjian lainnya, dan aktivitas hedging (lindung
nilai).Dalam pernyataan standar akuntansi ini, terdapat empat hal yang
mendasari perlakuan akuntansi atas instrumen derivatif sebagai
berikut:
a) Instrumen
derivatif merupakan hak atau kewajiban yang memenuhi definisi aktiva atau
kewajiban, sehingga instrumen derivatif harus dilaporkan dalam laporan
keuangan.
b) Nilai
wajar merupakan
dasar pengukuran yang paling relevan bagi instrumen keuangan dan karenanya
merupakan satu-satunya dasar pengukuran nilai instrumen derivatif yang relevan.
Instrumen derivatif harus dinyatakan sebesar nilai wajar, dan penyesuaian
terhadap nilai tercatat aktiva atau kewajiban yang dilindungi harus
menggambarkan perubahan nilai wajar (laba atau rugi) aktiva/kewajiban yang
bersangkutan akibat risiko yang dilindungi dan yang terjadi pada saat lindung
nilai berlaku.
c) Hal-hal
yang dapat dilaporkan dalam laporan keuangan hanyalah hal-hal yang memenuhi
definisi aktiva dan kewajiban.
d) Akuntansi
khusus untuk aktiva atau kewajiban yang dilindungi hanya dapat diterapkan untuk
transaksi yang memenuhi persyaratan (qualifying items). Salah satu persyaratan
adalah pertimbangan atas perkiraan terjadinya saling hapus (offset) yang
efektif terhadap perubahan nilai wajar atau risiko arus kas yang
dilindungi/item yang dilindungi selama periode lindung
nilai.
Pernyataan ini
mengatur standar akuntansi instrumen derivatif, termasuk instrumen derivatif
tertentu yang melekat pada perjanjian lainnya, dengan ketentuan bahwa entitas
mengakui instrumen derivatif tersebut sebagai aktiva atau kewajiban dalam
laporan posisi keuangan sebesar nilai wajarnya. Apabila kondisi-kondisi tertentu
dipenuhi, suatu entitas dapat memilih untuk mengklasifikasikan instrumen
derivatif sebagai berikut:
a. Lindung
nilai terhadap risiko perubahan nilai wajar aktiva atau kewajiban yang sudah
diakui, atau terhadap risiko perubahan nilai wajar ikatan pasti yang belum
diakui, yang berkaitan dengan risiko
tertentu;
b. Lindung
nilai arus kas, yaitu Lindung nilai terhadap risiko fluktuasi arus kas dari
aktiva atau kewajiban yang diakui, atau terhadap transaksi yang diperkirakan
akan terjadi, yang berkaitan dengan risiko
tertentu;
c. Lindung
nilai terhadap risiko valuta asing atas
1. ikatan
pasti (komitmen) yang belum diakui (lindung nilai atas nilai wajar valuta
asing),
2. surat
berharga yang tersedia untuk dijual (lindung nilai atas nilai wajar valuta
asing),
3. transaksi
yang diperkirakan akan terjadi (lindung nilai arus kas valuta asing),
atau
4. investasi
bersih dalam kegiatan operasi di luar negeri.
Pernyataan ini secara
umum mengatur penandingan (matching)
antara saat pengakuan laba atau rugi instrumen lindung nilai dengan saat
pengakuan
a) perubahan
nilai wajar aktiva atau kewajiban akibat risiko yang dilindungi
atau
b) pendapatan
dari transaksi yang diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang yang
dilindungi.
Instrumen
Derivatif
1) Forward
Kontrak
serah atau
yang dalam bahasa asing disebut forward contract adalah suatu
persetujuan antara dua belah pihak untuk menjual atau membeli suatu aset (atau
bentuk apapun juga) di suatu waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena
itu, tanggal penjualan dan tanggal penyerahan barang dilakukan berbeda. Kontrak
serah ini digunakan untuk mengendalikan dan meminimalkan risiko, sebagai contoh risiko
perubahan nilai mata
uang
(contoh:kontrak forward untuk transaksi mata uang) atau transaksi
komoditi (contoh: kontrak serah untuk
minyak
bumi).
Satu pihak setuju untuk
membeli, pihak lain menjual, untuk suatu harga yang telah disetujui sebelumnya.
Saat terjadi transaksi forward, belum terjadi pertukaran/pembayaran
uang. Pembayaran dan pengiriman barang dilakukan sesuai
dengan jadwal dan aturan yang telah
disepakati.
Harga forward berbeda dengan harga spot
atau harga pada saat asset tersebut berpindah tangan {pada waktu tersebut
(spot), biasanya dua hari kerja}. Forward merupakan instrumen keuangan
derivative yang paling tua. Kontrak forward dapat dibedakan dengan kontrak spot.
Misalkan:
Membeli kurs spot dan 3-bulan forward Rp/$ adalah
Rp9.000/$. Yang dilakukan adalah membeli dolar spot dan forward 3 bulan.
Bagaimana strukturnya?
Kontrak serah atau kontrak
forward adalah merupakan bentuk dari kontrak berjangka sederhana yang
diperdagangkan diluar bursa ( over the counter-OTC) sedangkan bentuk
kontrak berjangka lainnya yang disebut dengan kontrak berjangka atau sering juga
dikenal dengan istilah "kontrak future" yaitu kontrak
berjangka
yang diperdagangkan di bursa
berjangka.
Di Indonesia kontrak forward (kontrak serah) dibuat
atas dasar kesepakatan dua belah pihak yang bertransaksi dan dapat dilakukan
dimana saja, sedangkan kontrak berjangka telah ditetapkan secara standar dan
hanya dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Kontrak forward selalu diakhiri
dengan penyerahan barang secara fisik, sedangkan kontrak berjangka dapat ditutup
dengan tiga cara yaitu penyerahan barang atau penyerahan secara tunai,
mengambil posisi sebaliknya dari posisi yang dimiliki sekarang, dan pertukaran
dengan transaksi fisik (exchange for physical).Kemudian transaksi kontrak
berjangka dilakukan dengan penyerahan margin yang relatif kecil dibanding
dengan nilai kontrak dan dijamin serta diselesaikan oleh Lembaga Kliring setiap
hari.
2) Futures
Kontrak
berjangka
atau juga dikenal dengan sebutan futures contract dalam dunia
keuangan
merupakan suatu kontrak standard yang diperdagangkan pada bursa
berjangka, untuk membeli ataupun menjual aset acuan dari
instrumen keuangan pada suatu tanggal dimasa akan datang, dengan harga tertentu.
Tanggal dimasa akan datang tersebut disebut dengan istilah tanggal
penyerahan atau dikenal juga dengan istilah delivery date atau
tanggal penyelesaian akhir (final settlement date). Harga tertentu
disebut dengan istilah harga kontrak berjangka (futures price).
Harga dari aset acuan pada saat tanggal penyerahan disebut dengan istilah
harga penyelesaian (settlement
price).
Instrumen
futures ini merupakan “zero-sum game” bagi pihak-pihak dalam
sebuah
kontrak,
artinya bahwa keuntungan satu pihak merupakan kerugian pihak lain. Pihak yang berpartisipasi di pasar futures dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Hedgers,
yaitu pihak yang memasuki sebuah kontrak untuk mencari perlindungan dari risiko
perubahan harga.
b) Spekulator, yaitu pihak yang memasuki kontrak dengan
harapan bahwa risiko perubahan harga dapat mendatangkan keuntungan baginya. Jadi
seorang “hedger” menghindari risiko dan melindungi dirinya dari adanya
perubahan harga, sedangkan seorang spekulator bersedia menampung risiko dan
berani bertaruh guna mendapatkan keuntungan yang
tinggi.
3) Opsi
Kontrak opsi memberikan hak, bukan kewajiban, kepada
pemegangnya untuk melakukan tindakan tertentu. Terdapat dua jenis opsi, yaitu
opsi beli (call option) dan opsi jual (put
option).
A. Opsi Beli (Call
Option)
Call
option atau opsi beli memberikan hak kepada pemegangnya untuk
membeli sejumlah aktiva finansial pada harga yang tertentu (yang disebut
strike atau exercise price) pada tanggal tertentu sampai
dengan opsi beli tersebut jatuh tempo. Jika opsi tersebut dapat dilaksanakan
setiap waktu sampai dengan tanggal jatuh tempo, maka opsi tersebut dinamakan
American options. Sebaliknya, jika opsi tersebut hanya dapat dilaksanakan
pada saat jatuh tempo saja, maka opsi dinamakan European options. Pihak
pembeli (the “long”) dari call option akan membayar sejumlah
call premium kepada pihak penjual (the
“short”).
B. Opsi Jual (Put
Option)
Jenis lain dari option contract adalah opsi jual
(put option). Put option atau opsi jual memberikan hak kepada
pemegangnya, bukan kewajiban, untuk menjual sejumlah aktiva finansial pada harga
yang tertentu (yang disebut strike atau exercise price)
pada tanggal tertentu sampai dengan opsi jual tersebut jatuh tempo. Sama dengan
call option, pihak pembeli (the “long”) dari put option
akan membayar sejumlah put premium kepada pihak penjual (the
“short”). Contoh ilustrasi berikut ini menggambarkan keuntungan dari opsi
jual bagi pemegang atau pembelinya. Investor X membeli satu lembar opsi jual
pada selembar saham ABC dengan jangka waktu jatuh tempo adalah enam bulan.
Harga exercise opsi jual tersebut adalah Rp 100, dan premium yang
dibayarkan dimuka adalah Rp 10.
Macam-Macam Opsi
1. Opsi Pada Indeks
Saham
Para spekulan seringkali menggunakan indeks harga saham
untuk mendapatkan keuntungan akibat perubahan harga di pasar saham. Sama dengan
metode lain yang berisiko, metode ini juga dapat mendatangkan kerugian yang
cukup besar, tetapi risiko ini diimbangi dengan jangka jatuh tempo opsi yang
relatif pendek. Membeli sebuah opsi jual (put option) pada indeks saham
adalah salah satu cara bagi investor untuk melindungi portofolio investasinya
akibat penurunan drastis di pasar saham. Hal ini dikarenakan investor mempunyai
hak untuk menjual opsinya dengan profit jika pasar saham turun. Kesulitan
menemukan indeks saham di pasar yang sangat mewakili atau mencerminkan saham
pada kontrak opsi adalah salah satu hambatan investor jika menggunakan opsi
jenis ini. Faktor hambatan lain adalah bahwa indeks saham opsi tidak selamanya
bergerak searah dengan pergerakan pasar saham.
2. Opsi Pada Suku
Bunga
Kontrak opsi pada suku bunga sebenarnya adalah sama
dengan kontrak opsi pada obligasi pemerintah, karena perubahan suku bunga
menyebabkan perubahan harga obligasi. Pemegang obligasi dapat melindungi
investasinya dengan menggunakan kontrak opsi pada suku bunga ini, sebagaimana
pemegang saham dapat “hedge” investasinya dengan menggunakan kontrak opsi
pada indeks saham. Opsi pada suku bunga digunakan untuk mengimbangi kerugian
nilai yang terjadi antara tanggal pembelian opsi dan tanggal jatuh tempo
obligasi. Jika uang yang diterima dari pembayaran obligasi jatuh tempo
diinvestasikan lagi dengan bunga yang lebih rendah, profit atau keuntungan dari
perdagangan opsi dapat menutupi sebagian kerugian
tersebut.
Opsi jual (put option) pada obligasi, suatu hak
untuk menjual pada harga tertentu, akan bernilai lebih jika harga exercise
semakin tinggi dan jatuh temponya semakin lama, sedangkan opsi beli (call
option) akan lebih berharga jika harga exercise semakin rendah.
Ketika suku bunga naik – harga obligasi turun – nilai (harga) opsi beli
meningkat dengan adanya tanggal exercise opsi yang semakin
lama.
3. Opsi Pada Mata
Uang
Investasi di luar negeri sangat rentan terhadap
perubahan nilai tukar mata uang. Investor dapat melindungi investasi
portofolionya dengan cara membeli opsi pada mata uang negara dimana investasinya
berada. Misalnya, seorang investor Australia mempunyai sebagian besar portofolio
investasinya di Jepang. Pada saat nilai mata uang Yen melemah terhadap Dollar
Australia, investasi investor Australia di perusahaan Jepang akan kehilangan
nilainya. Tetapi adanya opsi (hak) untuk membeli Yen Jepang dengan kurs yang
lemah dapat dijual dengan profit dan mengurangi kerugian pada nilai
investasi.
4. Opsi Pada Kontrak Futures
Opsi tersedia dalam banyak jenis kontrak futures
suku bunga dan saham. Opsi pada kontrak futures memberikan
pemegangnya hak untuk melakukan sesuatu – jual atau beli – pada kontrak-kontrak
futures. Ada beberapa keuntungan yang menjadikan alasan mengapa seorang
investor tertarik untuk memegang hak opsi pada sebuah kontrak futures,
antara lain adalah leverage dan spekulasi dengan risiko terbatas. (a)
Pembeli dari sebuah opsi beli (call option) pada kontrak futures
memiliki tingkat “leverage” yang lebih dibandingkan pembeli dari
sebuah opsi beli biasa. Karena biasanya jika pemegang opsi melaksanakan haknya,
dia harus segera mempunyai sejumlah uang kas. Pada kasus opsi beli pada kontrak
futures, ketika pemegang opsi berniat melaksanakan haknya dia hanya
meletakkan sejumlah uang untuk margin saja. Jumlah uang yang relatif
sedikit ini tentunya dapat menghasilkan keuntungan besar pada saat penyelesaian
kontrak futures.
(b) Opsi pada kontrak futures dapat digabungkan
dengan kontark futures biasa untuk berspekulasi dengan risiko yang
rendah, atau mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga yang menguntungkan
tetapi membatasi risiko kerugian. Contoh dari ini adalah membeli opsi jual
(put option) pada kontrak futures suku bunga. Jika harga
futures turun, spekulan dapat mengimbangi kerugiannya dengan keuntungan
yang didapat dari opsi jual karena apabila harga spot turun, posisi “long”
(beli) pada futures bernilai turun dan pada opsi jual
menguntungkan.
4) Swap
Tukar
menukar—atau
yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan,
merupakan suatu instrumen derivatif,
di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus
kas dengan aliran arus kas lainnya. Aliran ini disebut
"kaki" dari swap. Nilai swap ini adalah dihitung berdasarkan suatu nilai absolut
atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang digunakan untuk
menghitung pembayaran terhadap suatu swap dan produk manejemen risiko lainnya
dimana nilai ini bukan suatu nilai yang sesungguhnya
(absolut).
I. Lindung
Nilai (Hedging)
Pengertian Lindung
Nilai
Hedging adalah praktek mengambil posisi di salah satu
pasar untuk mengimbangi dan keseimbangan terhadap risiko yang diadopsi dengan
asumsi posisi bertentangan atau menentang pasar atau investasi. Kata lindung
nilai dari hecg Inggris Kuno, awalnya pagar apapun, hidup atau buatan.
Penggunaan kata sebagai kata kerja dalam arti "menghindar, menghindari" pertama
kali tercatat 1590-an, bahwa mengasuransikan diri terhadap kehilangan,
seperti dalam kontrak, adalah dari 1670s. Hedging
(Lindung Nilai) berarti kita membuka dua posisi yang berlawanan sehingga
meskipun harga naik atau turun nilai floating tetap sama. Hedging
atau Locking istilah ini diambil karena saat kita menggunakan tekhnik ini
posisi kita terkunci sehingga nilai keuntungan dan kerugian selalu bergerak
beriringan.
Secara logika, hedging ini sebenarnya tidak
diperbolehkan karena berarti kita bermain dengan diri kita sendiri. coba
bayangkan pada saat yang sama anda melakukan posisi buy 1 lot pada pasangan
GBP/USD dan posisi sell 1 lot pada pasangan GBP/USD. hal ini berarti profit anda
di salah satu posisi merupakan kerugian anda pada posisi yang lain. Adapun
partner dari belajar forex tidak memperbolehkan hedging. apabila anda melakukan
posisi buy 1 lot pada pasangan GBP/USD dan kemudian posisi sell 1 lot pada
pasangan GBP/USD, maka hal ini berarti anda menutup posisi anda
sendiri.
Lindung Nilai Harga Saham
Seorang
pedagang
saham
berpendapat bahwa saham harga
Perusahaan A akan naik bulan depan, karena perusahaan baru dan efisien metode
produksi widget. Dia ingin
membeli Perusahaan A saham untuk keuntungan dari
kenaikan harga yang diharapkan mereka. Namun Perusahaan adalah bagian dari
industri widget berfluktuasi. Jika pedagang hanya membeli saham didasarkan pada
keyakinan bahwa Perusahaan A underpriced saham, perdagangan akan menjadi
spekulasi. Karena
pedagang tertarik dalam perusahaan, bukan industri, ia ingin keluar industri
lindung nilai risiko oleh
short
selling
nilai yang sama (jumlah saham x harga) dari saham Perusahaan A langsung
pesaing,
Perusahaan B.
Hari pertama trader
portofolio adalah:
(Perhatikan bahwa pedagang telah menjual pendek nilai
saham yang sama)
Jika trader mampu singkat
menjual aset yang harganya pasti memiliki hubungan matematis dengan harga saham
A's Perusahaan (misalnya call
option pada saham Perusahaan A), perdagangan mungkin dasarnya
tanpa risiko. Tapi dalam kasus ini, risikonya berkurang tetapi tidak dihapus.
Pada hari kedua, sebuah berita yang menguntungkan tentang industri widget ini
diterbitkan dan nilai dari seluruh saham widget naik. Perusahaan A,
bagaimanapun, karena merupakan perusahaan yang lebih kuat, meningkat sebesar
10%, sedangkan kenaikan Perusahaan B dengan hanya 5%:
· Panjang
1.000 saham Perseroan A pada $ 1,10 setiap: $ 100 keuntungan
· 500
pendek saham Perusahaan B pada $ 2,10 setiap: $ 50 rugi
(Dalam posisi short, investor kehilangan uang ketika
harga naik.)
Pedagang mungkin menyesal lindung nilai pada dua hari,
karena mengurangi keuntungan pada posisi A Perusahaan. Tetapi pada hari ketiga,
sebuah berita yang tidak menguntungkan ini diterbitkan tentang dampak kesehatan
widget, dan semua widget kecelakaan saham: 50% adalah dihapus nilai industri
widget dalam perjalanan beberapa jam. Namun demikian, karena Perusahaan A
merupakan perusahaan yang lebih baik, menderita kurang dari Perusahaan B:
Nilai posisi
panjang (Perusahaan A):
· Hari
1: $ 1,000
· Hari
2: $ 1,100
· Hari
3: $ 550 => ($ 1.000 - $ 550) rugi $ 450 =
Nilai posisi short
(Perusahaan B):
· Hari
1: - $ 1.000
· Hari
2: - $ 1.050
· Hari
3: - $ 525 => ($ 1.000 - $ 525) laba $ 475 =
Tanpa pagar, pedagang akan kehilangan $ 450 (atau $ 900
jika pedagang mengambil $ 1.000 dia telah digunakan dalam penjualan saham pendek
Perusahaan B untuk membeli saham Perusahaan A juga). Tapi lindung nilai -
penjualan pendek Perusahaan B - memberikan keuntungan sebesar $ 475, untuk laba
bersih $ 25 selama kehancuran pasar dramatis.
4. Kasus
Transaksi Derivatif Indosat Yang Mendulang
Kerugian
PT Indosat Tbk tahun 2006 meraup pendapatan usaha Rp
12.3 triliun, dengan laba bersih Rp 1,4 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun
2005, laba bersih Indosat mengalami penurunan sebesar sebesar Rp2 triliun.
Menurut Direktur Keuangan Indosat Wong Heang Tuck,
penurunan laba Indosat dikarenakan pada semester awal 2006 ada penurunan
pelanggan Indosat akibat kebijakan registrasi prabayar. Selain itu, beban usaha
juga meningkat dengan adanya upaya pengembangan jaringan (Kompas Cyber Media, 11
Mei 2007). Benarkan demikian? Coba lihat fakta-fakta berikut
ini:
Jika kita lihat laporan keuangan Indosat 2006 kita akan
menemukan bahwa terdapat kerugian sebesar Rp438 miliar yang di klaim sebagai
”Rugi dari perubahan nilai wajar atas transaksi derivatif-bersih”
(Loss on Change in Fair Value of
Derivatifes-Net).
Dalam surat yang ditujukan kepada manajemen Indosat
(management letter) pada tahun 2004, 2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat
menyarankan pihak manajemen Indosat untuk segera membenahi kebijakan formal
manajemen resiko yang berkaitan dengan transaksi derivatif; atau yang dikenal
juga sebagai kontrak yang mentransfer resiko transaksi dari satu pihak ke pihak
lain, bisa berupa valuta asing, komiditas, kredit, dsb; yang dilakukan oleh
Indosat sebesar US$ 275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun. Transaksi derivatif
ini meliputi 17 kontrak perjanjian dengan berbagai institusi keuangan,
diantaranya adalah Goldman Sachs Capital Market (GSCM) New York, Standard
Chartered Bank Jakarta, JP Morgan Chase Bank Singapore, Glodman Sachs
nternational, Merril Lunch Capital Market, Barclays Capital London, ABN AMRO
Bank, dan HSBC.
Sejauh manakah efek transaksi derivatif itu hingga
auditor eksternal harus memberikan rekomendasi perbaikan untuk manajemen
Indosat?
Transaksi derivatif adalah suatu transaksi yang
mengandung resiko yang sangat besar, hingga harus diatur secara khusus oleh
standar akuntansi keuangan. Di Indonesia diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK), di Eropa dikenal sebagai IFRS (International
Financial Reporting Standards), di Amerika dikenal sebagai US GAAP (United
States Generally Accepted Accounting Principles).
Masing-masing standar akuntansi tersebut menyoroti
secara khusus mengenai transaksi derivatif ini, dalam PSAK no 55 ”Akuntansi
Instrumen Derivatif dan Aktifitas Lindung Nilai” disebutkan bahwa transaksi
derivatif mensyaratkan adanya dokumentasi formal atas analisa manajemen resiko
dan analisa efektifitas transaksi jika ingin melindungi resiko dari transaksi
derivatif ini. Selain itu suatu entitas diwajibkan pula untuk melaporkan setiap
transaksi derivatif paling tidak setiap tiga bulan dalam laporan keuangan
perusahaan.
Sejarah memberikan contoh dari besarnya kerugian yang
harus ditanggung oleh perusahaan di Indonesia diakibatkan tidak adanya analisa
yang memadai terhadap transaksi derivatif yang akan
dilakukan.
Bank Exim mengalami kerugian sebesar US$2.23 milliar
atau setara dengan Rp 20 trilliun (kurs dolar Rp9000) dalam perdagangan forward
valuta asing yang merupakan salah satu instrumen derivatif. Kerugian
sebesar itu akhirnya menyeret Bank Exim colaps dan menjadi salah satu
pasien dari BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
Ataupun kasus yang menyebabkan kebangkrutan Bank Duta
dan menyeret Wakil Direktur Utama Bank Duta saat itu, sekitar tahun 1991, Dicky
Iskandar Dinata masuk penjara.
Tidak heran jika Todung Mulya Lubis menyatakan bahwa
kasus-kasus yang menimbulkan kerugian begitu besar dalam transaksi valuta asing
merupakan pelanggaran hukum yang serius dan bisa dipidanakan.
Jika kita analisa kasus yang terjadi di Indosat,
terkandung beberapa isu penting yang harus dikemukakan, yaitu: pertama bagaimana
pertanggungjawaban Indosat atas penggunaan dana sebesar Rp2.5 trilliun yang
ditanamkan dalam transaksi yang mengandung dampak resiko yang begitu dahsyat?
kedua, apa sajakah dampak yang sudah ditimbulkan dari akibat dari tidak patuhnya
Indosat terhadap peraturan yang disyaratkan PSAK?
Dana sebesar Rp2.5 trilliun bukan lah dana yang
sedikit, apalagi terkandung kepemilikan saham pemerintah sebesar 14.29% dan juga
publik sebesar 44.87% di Indosat.
Dalam laporan keuangan konsolidasi Indosat, tercatat
bahwa Indosat menderita kerugian sebesar Rp 170 milliar, Rp 44 miliar dan 438
miliar untuk periode 31 Desember 2004, 2005, dan 2006. Atau jika di jumlahkan
menjadi Rp 652 miliar selama tiga tahun. Kerugian ini di presentasikan sebagai
”Rugi dari perubahan nilai wajar atas transaksi derivatif-bersih”
(Loss on Change in Fair Value of
Derivatifes-Net).
Kerugian ini terjadi karena transaksi di Indosat tidak
dapat dikategorikan sebagai aktivitas lindung nilai (hegding activity) yang
disebabkan tidak terpenuhinya persyaratan yang diwajibkan oleh PSAK. Sehingga
semua kerugian yang ditimbukan dari transaksi derivatif tersebut akan langsung
diakui sebagai rugi pada periode yang bersangkutan. Sebaliknya jika persyaratan
yang diwajibkan oleh PSAK terpenuhi maka kerugian dari transaksi derivatif
tersebut dapat dibukukan sebagai laba ditahan dan tidak akan berimplikasi
langsung terhadap laba atau rugi perusahaan.
Implikasi yang ditimbulkan akibat adanya kerugian
sebesar Rp 652 miliar tersebut akan langsung dirasakan oleh berbagai pihak,
diantaranya adalah pemerintah sebagai pemegang 14.29% saham dan karena Indosat
adalah perusahaan terbuka (Tbk) maka publik sebagai pemilik saham sebesar 44.87%
pun akan turut dirugikan.
Kerugian yang diderita pemerintah:
Kehilangan potensi dividen sebesar 14.29% dikalikan
dengan Rp652 miliar yaitu sekitar Rp 93 miliar atau US$10 juta (kurs dolar
Rp9000).
Kehilangan potensi pajak sebesar 30% (tarif pajak)
dikalikan dengan Rp652 miliar yaitu sekitar Rp 196 miliar atau US$22 juta (kurs
dolar Rp9000).
Kerugian yang diderita publik/pemegang saham
minoritas:
Kehilangan potensi dividen sebesar 44.87% dikalikan
dengan Rp652 miliar yaitu sekitar Rp 293 miliar atau US$33 juta (kurs dolar
Rp9000).
DAFTAR PUSTAKA
Subramanyam
dan John J. Wild. 2014. Analisis Laporan
Keuangan Edisi 10, Salemba Empat: Jakarta
Jumingan.
2005. Analisis Laporan Keuangan,
Bumi Aksara: Jakarta
http://riskymahira.blogspot.co.id/2012/11/analisis-laporan-keuangan-kebangkrutan.html (diakses tanggal 8 Desember
2017)
https://pandusamamaya.wordpress.com/2012/05/08/pengertian-non-performing-loan-npl-dan-contoh-ilustrasinya/ (diakses tanggal 8 Desember
2017)
https://dwiermayanti.wordpress.com/category/alk/ (diakses tanggal 8 Desember 2017)
0 Response to "ANALISIS INFORMASI KEUANGAN SAP 11"
Post a Comment