-->

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK SAP 5



BAB I


PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran bisa dibaratkan sebagai anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. DPR telah menetapkan APBN 2014. Anggaran belanja APBN ditetapkan sebesar Rp. 1.842,49 triliun, dengan komposisi Belanja Pemerintah Pusat Rp. 1.249,94 triliun (70 %) dan alokasi untuk Pemerintah Daerah Rp. 529,55 triliun (30%). Defisit anggaran dalam postur APBN ditetapkan 1,69 persen dari PDB atau sekitar Rp. 175,3 triliun.


Rencana penerimaan negara dan hibah ditetapkan sebesar Rp. 1.667,14 triliun terdiri dari Pendapatan Pajak Rp. 1.280,39 triliun, Pendapatan Bukan Pajak Rp. 385,39 triliun dan hibah Rp. 1,36 triliun. Sementara defisit Rp. 175,35 triliun akan ditutupi dengan utang. Penerimaan di APBN 2014 ditetapkan naik 11% dari APBNP 2013, dari Rp. 1.502 triliun menjadi Rp. 1.667,14. Sisi pengeluaran juga naik 6,7% dari Rp. 1.726,2 triliun menjadi Rp. 1.842,49. Walaupun APBN terus meningkat tiap tahun, PDB juga naik pesat, perekonomian tumbuh tiap tahun, pendapatan per kapita juga naik tiap tahun, tapi tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan rakyat yang signifikan. Jumlah rakyat miskin juga nyaris tidak berkurang. Ini mengindikasikan ada kesalahan besar dalam APBN sehingga APBN yang sebagian besar penerimaannya berasal dari pajak yang dibayar oleh rakyat tapi tidak memberikan kontribusi nyata meningkatkan kesejahteraan rakyat.


1.2. Rumusan Masalah


1.      Bagaimana Rencana Pembangunan Pemerintah?

2.      Bagaimana Penyusunan Anggaran Pemerintah?

3.      Apa Pengertian dari APBN dan APBD?

4.      Bagaimana Sistem APBN?

5.      Bagaimana Sistematika APBD?

6.      Bagaimana Proses Penyusunan APBN?

7.      Bagaimana Proses Penyusunan APBD?

8.      Bagaimana Pelaksanaan APBN?

9.      Bagaimana Pelaksanaan APBD?

10. Bagaimana Pertanggungjawaban APBN dan APBD?

1.3. Tujuan


1.      Untuk Mengetahui Rencana Pembangunan Pemerintah

2.      Untuk Mengetahui Penyusunan Anggaran Pemerintah

3.      Untuk Mengetahui Pengertian dari APBN dan APBD

4.      Untuk Mengetahui Sistem APBN

5.      Untuk Mengetahui Sistematika APBD

6.      Untuk Mengetahui Proses Penyusunan APBN

7.      Untuk Mengetahui Proses Penyusunan APBD

8.      Untuk Mengetahui Pelaksanaan APBN

9.      Untuk Mengetahui Pelaksanaan APBD

10. Untuk Mengetahui Pertanggungjawaban APBN dan APBD








BAB II


PEMBAHASAN


2.1. PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH


Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan pemerintah meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) adalah dokumen perencanaan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. RPJM disusun dengan berpedoman pada RPJP. Sedangkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun. Penuyusunan RKP harus berpedoman pada RPJM.

RPJP untuk tingkat nasional disebut RPJP Nasional dan untuk tingkat daerah disebut RPJP Daerah (RPJPD). Penyusunan RPJP Nasional mengacu pada visi misi pembangunan nasional jangka panjang. Penyusunan RPJP Daerah mengacu pada RPJP Nasional yang sudah ditetapkan. RPJM untuk tingkat nasional disebut RPJM Nasional dan RPJM tingkat daerah disebut RPJM Daerah (RPJMD). Penyusunan RPJM Nasional berpedoman pada RPJP Nasional. Penyusunan RPJM Daerah berpedoman pada RPJP Daerah dengan memeperhatikan RPJM Nasional. RKP untuk tingkat nasional disebut RKP Nasional dan untuk tingkat daerah disebut RKP Daerah (RKPD). Penyusunan RKP Nasional berpedoman pada RPJM Nasional. Penyusunan RKPD berpedoman pada RPJM Daerah dengan memperhatikan RKP Nasional.

image 



2.2. PENYUSUNAN ANGGARAN PEMERINTAH


Penyusunan anggaran pemerintah mengacu pada rencana strategi (renstra) dan rencana kerja (renja). Rencana strategis adalah dokumen perencanaan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan pemerintah dalam jangka waktu lima tahun. Renstra ini ditetapkan dengan berpedoman pada RPJMD. Sedangkan renja adalah dokumen perencanaan pemerintah yang memuat rencana kerja untuk periode 1 (satu) tahun. Renja ditetapkan dengan mengacu pada RKP. Berdasarkan renstra dan renja tersebut disusun anggaran pemerintah, tingkat anggaran nasional disebut APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional) dan tingkat daerah disebut APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Dengan pola penyusunan anggaran yang harus berpedoman pada renstra di harapkan program kerja dan anggaran tidak sekedar berorientasi satu tahun tetapi juga mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah. Untuk lebih menjamin peningkatan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran tersebut, aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah (medium expenditure framework/MTEF), penerapan penganggaran secara terpadu (unified budget) dan penganggaran berdasarkan kinerja (performance based budgeting) harus ditetapkan dengan baik.

Dokumen penyusunan anggaran pemerintah dalam tahap-tahap penyusunan APBN/APBD antara lain :

1.      RKA (Rencana Kerja dan Anggaran)

Merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu satuan kerja pemerintah dan sebagai penjabaran dari rencana kerja pemerintah (RKP) dan rencana kerja pemerintah (renja) yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksankannya.

2.      RAPBN/RAPBN (Rancangan Pendapatan dan Belanja Nasional/Rancangan Pendapatan dan Belanja Daerah)

Merupakan rencana anggaran yang harus dibahas oleh tim anggaran dan legislatif sebelum diratifikasi/disahkan menjadi APBN/APBD.

3.      APBN/APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

Merupakan RAPBN/RAPBD yang telah disetujui oleh legislatif memuat rencana pendapatan, belanja, dan pembiayaan pemerintah selama satu tahun.



image

2.3 PENGERTIAN APBN DAN APBD


2.3.1. Pengertian APBN Menurut Beberapa Ahli


1.                  Menurut John F. Due adalah suatu pernyataan tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaan negara yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa depan atau yang akan datang, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa lalu.

2.                  Menurut M. Suparmoko, Pengertian APBN ialah suatu daftar atau pernyataan yang terinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun.

3.                  Nurjaman Arsyad mengatakan bahwa Pengertian APBN yaitu rencana kerja pemerintah yang akan dilakukan dalam satu tahun yang dituangkan dalam angka-angka.

4.                  Pengertian  APBN menurut Revrisond Baswir merupakan rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan untuk satu periode di masa yang akan datang.

2.3.2. Pengertian APBD Menurut Beberapa Ahli


1.      Menurut Achmad Fauzi, Pengertian APBD adalah program pemerintah daerah yang akan dilaksanakan dalam satu tahun mendatang, yang diwujudkan dalam satu bentuk uang.

2.      Menurut Alteng Syafruddin, Pengertian APBD ialah rencana kerja atau program kerja pemerintah daerah untuk tahun kerja tertentu, di dalamnya memuat rencana pendapatan dan rencana pengeluaran selama tahun kerja tersebut.

3.      R.A. Chalit mengemukakan bahwa Pengertian APBD merupakan suatu bentuk konkrit rencana kerja keuangan daerah yang komprenhensif yang mengkaitkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang dinyatakan dalam bentuk uang, untuk mencapai tujuan yang direncanakan dalam jangka waktu tertentu dalam satu tahun anggaran.

4.      Menurut M. Suparmoko, Pengertian APBD ialah anggaran yang memuat daftar pernyataan rinci tentang jenis dan jumlah penerimaan, jenis dan jumlah pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu satu tahun tertentu.

5.      APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Permendagri No.13 Tahun 2006).

2.3.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah daftar yang memuat rincian penerimaan negara selama satu tahun yang ditetapkan dengan undang-undang untuk masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (disebut tahun fiskal). APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Pendapatan negara adalah hak pemerintahan pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara ini dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementrian negara/lembaga pemerintahan pusat. Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Sedangkan rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Penyusunan Rancangan APBN berpedoman kepada rencana Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-Undang tentang APBN. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penggunaan surplu anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan,  dan peningkatan jaminan sosial.

2.3.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah daftar yang memuat rincian penerimaan daerah dan pengeluaran/belanja daerah selama satu tahun yang ditetapkan dengan peraturan deaerah (Perda) untuk masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan pendapatan yang sah lainnya. Pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Belanja daerah merupakan kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah. Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Penyusunan Rancangan APBD berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentuan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

2.4. SISTEM APBN


Struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara terdiri dari :

2.4.1. Pendapatan Negara


Pendapatan negara, terdiri dari :

a.       Penerimaan Pajak, yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tananh dan Bangunan (BPHTB), Cukai, serta pajak perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor).

b.      Penerimaan Bukan Pajak, yang meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya. Hibah, merupakan penerimaan Negara yang berasal dari bantuan.

2.4.2. Belanja Negara


Belanja negara, terdiri dari :

a.       Belanja Pemerintah Pusat

Belanja Pemerintah Pusat adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembiayaan bunga utang, subsidi BBM dan subsidi non BBM, belanja hibah, belanja sosial (termasuk penanggulangan bencana), dan belanja lainnya.

b.      Belanja Daerah

Belanja daerah adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah meliputi : dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana otonomi khusus.





2.4.3. Pembiayaan


Pembiayaan meliputi :

a.       Pembiayaan dalam negeri, yang meliputi : Pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang negara (SUN), serta penyertaan modal negara.

b.      Pembiayaan luar negeri, yang meliputi :

1.      Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek.

2.      Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, yang terdiri atas jatuh tempo dan moratorium.

2.5. SISTEMATIKA APBD


Penyelenggaraan pemerintah daerah tidak lepas dari adanya penggunaan dan pemanfaatan anggaran serta pendapatan daerah. Dan setiap tahun juga selalu saja pemerintah daerah mempersiapkan perencanaan anggaran atau yang sering disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Apa yang dimaksud anggaran pendapatan dan belanja daerah tersebut. Berikut sedikit penjelasan terkait hal diatas untuk menambah pengetahuan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang biasa disingkat dengan APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Baca juga : Cara Pengisian LHKASN

Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. Struktur APBD terdiri dari :

1.      Anggaran pendapatan, terdiri atas

a.       Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain

b.      Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

c.       Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

2.      Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

3.      Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Baca juga : Tata Cara Reviu Laporan Kinerja

Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan.

Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

2.6. PROSES PENYUSUNAN APBN


1.      Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiksal dan kerangkak ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada dewan perwakilan rakyat.

2.      Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiksal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementrian/lembaga dalam penyusunan anggaran

3.      Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggarna kementrian negara/lembaga tahun berikutnya.

4.      Rencana kerja dan anggaran (RKA) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai dan disertai dengan prakiraan belanja

5.      RKA disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN

6.      Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada menteri keuangan sebagai bahan penyusun rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.

7.      Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukung kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

8.      Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN,dialkukan sesuai dengan UU yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat

9.      DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan UU tentang APBN, sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan difisit anggaran.

10. APBN yang disetujui oleh DPR terinci samapi dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tinginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

2.7. PROSES PENYUSUNAN APBD


1.      Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD.

2.      Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafom anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.

3.      Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.

4.      Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja  yang akan dicapai dan prakiraan belanja.

5.      Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

6.      Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.

7.      Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

8.      Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.

9.      DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

10. APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.

2.8. PELAKSANAAN APBN


Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan tersebut disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat.

Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Penyesuaian APBN (rebudgeting ) dilaksanakan jika terjadi :

1.      Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;

2.      Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

3.      Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antar kegiatan, dan antarjenis belanja;

4.      Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

Dalam keadaan darurat pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan untuk mendapatkan persetujuan DPR seblum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

2.9. PELAKSANAAN APBD


Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota. Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama.APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan tersebut disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah.

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan, keadaan dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan.Penyesuaian APBD (rebudgeting) dilakukan jika terjadi:

1.      Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;

2.      Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunitorganisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja.

3.      Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan untuk nmendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

2.10. PERTANGGUNGJAWABAN APBN DAN APBD


Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6(enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan tersebut meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya.

            Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Sesuai dengan pasal 30 UU nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan ketentuan dalam Undang-Undang APBN tahun anggaran bersangkutan, Presiden berkewajiban untuk menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan.

Batas waktu penyampaian Laporan Keuangan kepada DPR tidaklah sama dari suatu tahun anggaran dibandingkan dengan tahun anggaran lainnya. Misalnya dalam tahun anggaran 2004 batas waktu penyampaian Laporan Keuangan adalah 9 bulan, mulai tahun anggaran 2005 batas waktunya diperpendek menjadi 6 bulan.

Pemeriksaan atas Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban keuangan dari Pemerintah atas pelaksanaan APBN, selain yang disebut di atas, diatur juga dalam pasal 23 ayat 5 UUD’45, pasal 55 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 dan pasal 2 ayat 1 Undang- Undang No.15 tahun 2004.

APBN Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa sesuai pasal 55 dari Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal bertugas menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebelumnya Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Menteri Keuangan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sebagai entitas pelaporan, laporan keuangan kementerian Negara/lembaga tersebut sebelumnya telah diperiksa BPK dan diberi opini atas laporan keuangan.

2.11. KASUS


2.11.1. Deskripsi Kasus


Kasus Korupsi Dana APBN 2010 Rp6,9 M   

Kepala UPT DKP Bintan Mulai Disidang

TANJUNGPINANG (HK)- Kasus dugaan korupsi dana bantuan nelayan di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bintan dari dana APBD Bintan dan APBN Rp6,9 miliar, dengan lima orang terdakwa masing-masing Junianto Kurniawan, Kepala UPT DKP Mantang dan Bintan Pesisir, Gunawan, Kepala UPT Bintan Utara dan Seri Kuala Lobam, Said Kamsita, Kepala UPT Bintan Timur, Adni, Kepala UPT Gunung Kijang dan Mursid Kepala UPT Tambelan, mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang, Selasa (29/1).

Sidang perdana ini dengan agenda pembacaan dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maruhum Tambunan, terkait dugaan korupsi yang dilakukan kelima terdakwa. Mereka didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi, karena laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang diserahkan tidak sesuai dengan realisasi anggaran yang sebenarnya.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, seharusnya ada enam orang terdakwa. Namun salah seorang diantaranya dalam masa proses pemeriksaan, Saidi Ilyas kepala UPT DKP Teluk Bintan, meninggal dunia pada 17 Oktober 2012 lalu.

"Misalnya di LPJ tertera pada kwitansi Rp1000, namun yang sebenarnya hanya Rp500. Selisih anggaran itulah yang mereka ambil," terang Maruhum kepada Haluan Kepri usai sidang.

Maruhum menyebutkan, dalam perkara ini ada kegiatan atau bantuan yang diberikan tak sesuai dengan surat pengajuan yang dilayangkan ke Pemkab Bintan melalui DKP Bintan.

"Akibat perbuatan mereka, kita kenakan dengan pasal 2 jo pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi," terang Maruhun.   

Kasus dugaan korupsi ini mencuat ketika satu kelompok nelayan di Kampung Tanjung Talok, Desa Teluk Sasah protes terhadap bantuan Rp100 juta, karena dipangkas oleh para tersangka sebesar 10 persen. Kasus itu kemudian diselidiki polisi hingga akhirnya menahan keenam tersangka.

Anggaran bantuan kepada kelompok nelayan di Bintan itu diketahui sebelumnya sebesar Rp6,9 miliar yang diambil dari APBD Bintan dan APBN tahun 2010 lalu. Setiap kelompok nelayan mendapatkan bantuan masing-masing sebesar Rp100 juta. 

Sidang perdana ini dimpimpin Majelis Hakim, Prasetyo Ibnu A, SH MH. Para terdakwa didampingi oleh kuasa hukumnya, Gunawan. Dalam kesempatan itu, Majelis Hakim meminta kepada JPU, Maruhum Tambunan untuk sidang lanjutan kasus ini dilaksanakan lebih pagi.

"Untuk sidang berikutnya, bagaimana kita gelar lebih pagi. Biar lebih fresh. Karena kalau sudah siang, kondisi tubuh juga sudah mulai letih," kata Ketua Majelis Hakim Prasetyo Ibnu A, SH MH. 

Permintaan majelis hakim itu pun disepakati dan sidang lanjutan akan digelar pada, Selasa (15/2) mendatang. Sidang kasus dugaan korupsi dana bantuan nelayan ini, berikutnya akan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB.  Alasan atas permintaan ini dilakukan, karena kelima terdakwa disidangkan secara terpisah.(cw70)

2.11.2. Solusi


Solusi yang perlu dilakukan untuk mencegah situasi seperti ini adalah ditingkatkannya sistem pengendalian intern di UPT DKP agar tidak ada lagi celah-celah untuk tindakan korupsi seperti ini terjadi lagi. Pengawasan terhadap penggunaan dana yang diberikan oleh pemerintah juga perlu dilakukan sehingga penyelewengan akan dana tersebut dapat dicegah. Selain itu juga perlu dilakukan audit secara berkala oleh BPK atau KPK sehingga kecurangan-kecurangan, serta masalah-masalah dapat diminimalisasi.








BAB III


KESIMPULAN DAN SARAN


3.1. KESIMPULAN


APBN adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara dalam jangka waktu satu tahun yang ditetapkan dengan Undang-undang, serta dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. APBD merupakan alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat. APBN ditetapkan dengan Undang-undang, sedangkan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah. Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

3.2. SARAN


Dengan terselenggaranya APBN dan APBD maka diharapkan agar pemerintah di Indonesia semakin terbuka dan semakin transparan terhadap jalannya keuangan Negara, sehingga dana yang diperoleh maupun dikeluarkan pemerintah tujuannya tepat sasaran. Dari kasus-kasus yang timbul akibat penyalahgunaan APBN dan APBD sebaiknya pemerintah lebih kritis dan lebih tegas dalam menanganinya sehingga permasalahan yang serupa dapat diminimalisir.










DAFTAR PUSTAKA


Mahsun, Moh dkk. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.

Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta : BPFE.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Andi.

0 Response to "AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK SAP 5"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel