-->

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK SAP 6



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Investasi merupakan suatu pengeluaran modal saat ini untuk megharapkan pengembalian atau hasil pada masa yang akan datang. Keputusan atas suatu investasi pada umumnya didasarkan pada pertimbangan investor terhadap besarnya return (pengembalian) yang diharapkan serta risiko yang diperkirakan akan dihadapi. Hubungan antara risiko dengan return bersifat positif artinya apabila risiko tinggi maka return yang diharapkan juga akan tinggi. Pengelolaan laporan keuangan telah mengalami kemajuan yang akuntabel dan transparan dalam semua aspek transaksi keuangan perusahaan. Anggaran belanja khususnya belanja modal merupakan hal yang sangat penting dalam penataan anggaran perusahaan. Pada umumnya perusahaan mencurahkan sejumlah besar modal untuk sebuah proyek investasi yang diharapkan memberikan manfaat untuk masa depan dalam beberapa tahun. Melalui investasi modal yang direncanakan dengan baik, badan usaha dapat mengembalikan profitabilitas, mendapatkan kembali atau memperluas pangsa pasar, merespons perubahan iklim bisnis, mengurangi biaya, meningkatkan kualitas, dan memperkuat proses strategis bisnis di seluruh mata rantai nilai mereka. Perusahaan dapat mengamankan keunggulan kompetitifnya dengan mengusahakan strategi biaya rendah (yaitu biaya-kepemimpinan) atau strategi diferensiasi produk. Selain itu perusahaan juga berkemungkinan mencurahakan bagian yang lebih besar dari anggaran modal investasi untuk penelitian, pembangunan, dan kegiatan promosi produk. Namun pada dasarnya keputusan investasi modal harus mendukung landasan strategis perusahaan. Oleh karena itu perlu dipelajari analisis investasi modal mulai dari peran strategis analisis biaya modal hingga pertimbangan-pertimbangan mutakhir dalam pengambilan keputusan investasi modal.


Analisis investasi (investment analysis) dimaksudkan sebagai upaya untuk memperkirakan prospek suatu investasi di masa yang akan datang. Analisis ini sangat diperlukan dengan pertimbangan bahwa kondisi investasi masa yang akan datang bersifat tidak pasti (uncertainty).



BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Program Investasi Publik

Dalam melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat, pemerintah dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan investasi publik. Keputusan investasi publik diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program, kegiatan, dan fungsi yang menjadi prioritas kebijakan. Pengeluaran untuk investasi publik harus mendapat perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran rutin, karena pengeluaran investasi/modal memiliki efek jangka panjang, sedangkan pengeluaran rutin lebih berdampak jangka pendek. Kesalahan dalam melakukan pengambilan keputusan investasi tidak saja akan berdampak pada anggaran tahun berjalan, namun juga akan membebani anggaran tahun-tahun berikutnya.

            Investasi publik memiliki kaitan yang erat dengan penganggaran modal/investasi. Penganggaran modal/investasi merupakan proses untuk menganalisis proyek-proyek dan memutuskan apakah proyek tersebut dapat diakomodasi oleh anggaran modal/investasi. Untuk memberikan mekanisme dalam mengatur proyek investasi publik secara lebih efisien dan efektif, maka perlu dilakukan analisis investasi secara mendalam. Analisis investasi berhubungan erat dengan penganggaran fungsional, alokasi sumber daya, dan praktik manajemen keuangan di sector publik. Selain itu, program investasi public merupakan bentuk dari dual budgeting, yaitu pemisahan anggaran modal/investasi dari anggaran rutin.

            Di kebanyakan Negara berkembang, anggaran pembangunan dan anggaran rutin dipisahkan. Fokus perhatiannya ditujukan untuk mengintegrasikan kebijakan dengan pengeluaran manajemen. Dalam praktiknya terdapat permasalahan yang sulit diselesaikan, dianataranya adalah:

a.       Memastikan bahwa program investasi publik yang diajukan merupakan program yang komprehensif.

b.      Memperkirakan pengeluaran yang dibutuhkan di masa yang akan datang.

c.       Mengevaluasi relevansi proyek-proyek yang ada.

d.      Mengembangkan analisis dan perencanaan untuk pengeluaran investasi dan pengeluaran rutin.

Sebelum diambil keputusan untuk melakukan investasi, pemerintah terlebih dahulu perlu menentukan kebutuhan investasi yang diperlukan. Untuk menentukan kebutuhan investasi perlu dilakukan evaluasi yang mencakup:

1.      Inventarisasi investasi

2.      Inventarisasi investasi memuat daftar nama dan jenis investasi, nilai investasi, konsidi barang modal yang saat ini ada, apakah baik atau buruk.

3.      Cakupan layanan dengan tingkat investasi yang sekarang ada.

4.      Tambahan cakupan layanan yang dibutuhkan saat ini dan masa yang akan datang.

5.      Inventasrisasi kebutuhan investasi

6.      Evaluasi kelayakan investasi

7.      Kriteria kelayakan investasi meliputi aspek-aspek teknis, sosial-budaya, financial dan aspek ekonomi, dan aspek distribusi. Perhitungan kelayakan investasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat analisis, misalnya: NPV, IRR, ARR, PP (Payback Period), Cost-Benefit Analysis, dan Cost Effectiveness Analysis.



2.2 Penentuan Kebutuhan Investasi Publik

Penentuan kebutuhan investasi publik berkaitan dengan jumlah anggaran yang akan ditetapkan bagi masing-masing unit organisasi. Analisis yang mendalam sebelum dilakukan investasi sangat penting dilakukan karena investasi publik berkaitan erat dengan masalah transparansi dan kewajaiaran anggaran. Penentuan kebutuhan investasi publik terkait dengan dua kegiatan, yaitu peningkatan kuantitas dan peningkatan kualitas investasi.

            Ada beberapa cara dalam menggolongkan usul-usul investasi. Salah satu penggolongannya adalah:

1.      Investasi penggantian

Pengeluaran investasi untuk penggantian barang modal mengikuti pola umur manfaat barang modal. Bila umur ekonomi barang modal telah habis, maka perlu pembelian barang modal baru untuk menggantinya. Penilaian investasi public perlu mempertimbangkan umur teknis dan umur ekonomis dari barang modal yang akan dibeli. Umur ekonomi terkait dengan perkiraan waktu efektif suatu barang modal dapat memberikan manfaat, sedangkan umur teknis terkait dengan kemampuan barang modal dalam memberikan manfaat hingga tidak mampu lagi memberikan manfaat. Jadi umur teknis suatu barang modal bisa lebih lama daripada umur ekonomisnya. Bila barang modal telah using dan tidak mampu lagi memberikan manfaat, berarti umur teknis barang modal tersebut telah habis.

2.      Investasi penambahan kapasitas

Investasi penambahan barang modal perlu dilakukan bila terjadi tuntutan peningkatan cakupan pelayanan. Jumlah penambahan unit barang modal ditentukan oleh produktivitas barang modal yang saat ini ada. Produktivitas barang modal diukur berdasarkan rasio antara input dengan output yang dihasilkan. Rasio ini pada dasarnya mencerminkan tingkat efisiensi barang modal yang bersangkutan. Jika suatu barang modal sudah kurang (tidak) efisien lagi, sementara terjadi kenaikan cakupan pelayanan yang harus dilakukan pemerintah, maka pemerintah harus mempertimbangkan untuk melakukan investasi penambahan kapasitas.

3.      Investasi baru

Investasi juga dapat berupa investasi baru yang belum ada sebelumnya. Untuk jenis investasi baru, maka pertimbangan mengenai aspek teknis, ekonomi, sosial-budaya, dan aspek distribusi harus mendapat perhatian lebih besar.



2.3 Aspek Kelayakan Investasi

Dalam perencanaan dan analisis investasi harus mempertimbangkan beberapa aspek yang secara bersama-sama menunjukkan keuntungan atau manfaat yang diperoleh akibat adanya suatu investasi tertentu. Seluruh aspek harus dipertimbangakn dan dievaluasi dalam setiap tahap perencanaan anggaran dan siklus pelaksanaan, karena aspek-aspek tersebut satu sama saling berhubungan dan saling mempengaruhi.

a.       Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan bagian penting dari analisis investasi yang harus dipertimbangkan. Jika suatu usulan investasi sudah tidak layak dilihat dari aspek teknisnya, maka usulan tersebut menduduki prioritas pertama untuk ditolak.

b.      Aspek Sosial dan Budaya

Untuk melaksanakan suatu proyek maka perlu mempertimbangkan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. Aspek sosial-budaya ini menyangkut pertimbangan pendistribusian pelayanan secara adil dan merata, sehingga mampu memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Aspek sosial budaya mencakup juga aspek legal lingkungan. Suatu proyek investasi yang akan dilakukan harus mempertimbangkan aspek legalitas dan dampak lingkungan yang merugikan.

c.       Aspek Ekonomi dan Finansial

Pertimbangan aspek ekonomi meliputi kegiatan menganalisis apakah suatu proyek yang diusulkan akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang digunakan. Aspek finansial menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan. Berdasarkan perencanaan anggaran, keputusan-keputusan mengenai efisiensi proyek secara finansial, solvabilitas, dan likuiditas perlu dipertimbangkan.

d.      Aspek Distribusi

Keputusan investasi merupakan keputusan yang perlu dikaitkan dengan masalah distribusi pelayanan public secara adil dan merata. Untuk itu perlu diketahui siapa yang akan menerima manfaat atau keuntungan yang dihasilkan dari proyek investasi; dari mana mendapatkan modal untuk melaksanakan proyek, apakah dari public revenue atau oleh individu; apakah terdapat pajak penghasilan atau tidak; apakah proyek dijalankan oleh public agencies atau oleh individu. Aspek distribusi terkait dengan keadilan dan persamaan kesempatan untuk mendapatkan pelayanan public (equity & equality).



2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Publik

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis investasi public adalah:

1.      Tingkat diskonto yang digunakan

Tingkat diskonto merefleksikan tingkat keuntungan (rate of return) yang diperoleh dari suatu proyek dengan tingkat risiko tertentu. Jika suatu proyek tidak memberikan keuntungan yang diisyaratkan (required rate of return), maka proyek tersebut harus ditolak. Perhitungan tingkat diskonto merupakan bagian yang cukup kompleks dalam analisis investasi.

Pada sector swasta terdapat dua sumber pendanaan, yaitu pembiayaan modal (equity finance) dan pembiayaan utang (debt finance). Keuntungan yang diperoleh para kreditor sebagai pemberi utang, berupa pembayaran bunga utang, sedangkan investor memperoleh keuntungan berupa deviden dan gain atas saham yang dimilikinya. Harga per saham merefleksikan laba di masa depan yang diharapkan (expected future earnings). Pembiayaan hutang memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan modal sehingga kreditor akan meminta tingkat kembalian (rate of return) yang lebih rendah dibandingkan dengan investor karena risiko investasi berbanding lurus dengan return investasi. Semakin tinggi risiko investasi, maka return yang diharapkan juga semakin tinggi. Disamping itu, pembiayaan utang memiliki biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan pembiayaan modal. Biaya utang (cost of debt) lebih murah dibandingkan dengan biaya modal sendiri (cost of equity) karena pembayaran bunga utang merupakan biaya yang mengurangi pajak. Biaya modal total dapat dinyatakan dalam bentuk biaya modal rata-rata tertimbang dengan rumus:

Ko = Ke.(E/V) + (Kd.(1 – T).(D/V)

Dalam hal ini:

Ko = biaya modal total

Ke = biaya modal (tingkat keuntungan yang diisyaratkan atas investasi modal)

Kd = biaya utang (tingkat keuntungan yang diisyaratkan atas investasi utang)

T = tingkat pajak

E = Harga pasar saham

D = harga pasar surat berharga utang

V = E + D = nilai pasar perusahaan secara keseluruhan

Berdasarkan asumsi bahwa seluruh biaya dan manfaat suatu proyek telah dinilai cukup, masalah berikutnya yang perlu dipertimbangkan berfokus pada tingkat diskonto (discount rate) yang cocok yang akan digunakan. Antara biaya dan manfaat terjadi pada titik waktu yang berbeda, sehingga nilai tersebut perlu didiskontokan untuk beberapa periode waktu sebelum berbagai alternatif investasi diperbandingkan untuk ditentukan investasi mana yang akan dilakukan. Untuk tujuan analisis biaya manfaat, maka perlu digunakan tingkat diskonto sosial (social discount rate).

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menyatakan social discount rate sebagai suatu tingkat yang merefleksikan preferensi masyarakat terhadap manfaat saat ini atas manfaat yang akan diterima di masa yang akan datang, atau disebut social time preference time (STPR). Masalah yang muncul adalah bahwa alasan memilih manfaat sekarang (current benefit) mungkin dipengaruhi oleh penilaian individu yang menilai terlalu rendah (underestimate) manfaat yang akan diperoleh di masa depan. Asumsi dalam pendekatan ini adalah generasi mendatang akan lebih sejahtera daripada generasi sekarang. Oleh karena itu dilakukan pengurangan terhadap kebutuhan benefits yang tersedia.

2.      Tingkat inflasi

Penilaian investasi harus memperhitungkan perkiraan tingkat inflasi. Semakin tinggi tingkat inflasi, semakin rendah nilai riil keuntungan di masa depan yang diharapkan (expected future returns) sehingga semakin tinggi tingkat keuntungan yang diisyaratkan. Inflasi yang tinggi menyebabkan required rate of return semakin tinggi.

3.      Risiko dan ketidakpastian

Required rate of return akan semakin tinggi jika risiko investasi naik. Ketidakpastian ekonomi dan hokum, kekacauan sosial-politik, tidak adanya jaminan keamanan, dan kebijakan yang tidak konsisten dapat meningkatkan risiko investasi. Faktor-faktor tersebut menyumbang risiko investasi suatu negara (country risk) yang jika sudah sangat parah dapat mengarah pada kategori default country. Terjaminnya keamanan berinvestasi, penegakan hokum dan demokrasi, terjaminnya property right dan contract right dapat menurunkan risiko investasi.

4.      Capital rationing

Capital rationing adalah keadaan ketika organisasi menghadapi masalah ketersediaan dana untuk melakukan pengeluaran investasi. Dalam keadaan seperti ini terdapat beberapa alternatif investasi yang dapat dilakukan akan tetapi tidak tersedia cukup dana untuk membiayai investasi-investasi yang diajukan. Oleh karena itu harus dilakukan perankingan investasi. Perankingan dapat dilakukan dengan menggunakan rasio manfaat/biaya atau dapat juga menggunakan model pemrograman linear.

Pada organisasi sector publik, selain memperhatikan faktor-faktor di atas penilaian investasi publik juga harus memperhatikan hal-hal berikut:

a.       Tingkat utang pemerintah. Tingkat utang pemerintah adalah jumlah yang harus dibayarkan pemerintah sehubungan dengan perolehan sumber pembiayaan diluar pajak, seperti utang luar negeri dan obligasi pemerintah yaitu berupa bunga dan pokok utang.

b.      Tingkat kesempatan sosial yang dikorbankan. Disebut juga social opportunity cost rate yang terkait dengan pengertian bahwa proyek pemerintah harus dapat menghasilkan tingkat keuntungan (return) yang minimal sama dengan tingkat keuntungan proyek sector swasta dengan penggunaan dana yang sama. Atau dengan kata lain, dengan jumlah investasi yang sama, proyek investasi public yang dilakukan pemerintah harus memiliki kualitas yang minimal sama jika proyek tersebut dilakukan oleh swasta.

c.       Social time preference rate. Social time preference rate merefleksikan tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh masyarakat jika menunda konsumsi saat ini untuk kepentingan konsumsi di masa depan.

2.5 Teknik Dasar Penilaian Investasi Publik

            Pada dasarnya, prinsip penilaian investasi sangat sederhana. Terdapat empat langkah utama untuk mengevaluasi suatu proyek investasi, yaitu:

1.      Identifikasi kebutuhan investasi yang mungkin dilakukan.

Organisasi sector public seringkali dihadapkan pada banyak alternative investasi untuk mencapai tujuan organisasinya. Oleh karena itu perlu diidentifikasi alternatif-alternatif yang memungkinkan untuk dianalisis lebih lanjut. Keterkaitan antara satu proyek dengan proyek lain yang perlu dipertimbangkan untuk mengetahui sejauh mana penerimaan atau penolakan suatu investasi akan mempengaruhi investasi lain.

2.      Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan (cost/benefit relationship).

Perhitungan manfaat dan biaya harus pula memasukkan analisis manfaat dan biaya social (social cost/benefit) yang ditimbulkan dari investasi public yang akan dilakukan. Pada organisasi sector public biaya dan manfaat seringkali tidak dapat secara langsung diukur dengan satuan uang, sehingga teknik-teknik analisis biaya manfaat sangat cocok untuk diterapkan. Dalam analisis biaya-manfaat ini, benefit (manfaat) ditekankan pada semua keunggulan ekonomi dan social yang diperoleh, sedangkan untuk cost (biaya) ditekankan pada kelemahan-kelemahan proyek yang dikuantifikasikan dalam bentuk uang. Sebagai contoh ketika suatu organisasi sektor publik merencankan membuat sebuah jalan baru, maka akan muncul monetary cost untuk biaya konstruksi dan perawatan. Di samping itu juga akan timbul biaya-biaya sosial dari proyek tersebut, misal biaya yang muncul dalam bentuk perusakan pemandangan, polusi udara, polusi suara, kemungkinan bertambahnya kecelakaan, dan lain sebagainya. Di lain pihak, manfaat-manfaat sosial juga akan diperoleh dari pembuatan jalan baru tersbut seperti pengurangan kemacetan lalu lintas, mempercepat perjalanan, mengurangi biaya pendistribusian barang, dan lain sebagainya.

3.      Menghitung manfaat dan biaya dalam rupiah.

Langkah kedua adalah menghitung manfaat dan biaya investasi dalam satuan rupiah. Terkadang terdapat kesulitan dalam langkah kedua ini. Kesulitan yang dihadapi adalah apabila biaya dan manfaat dari suatu proyek tidak dapat diukur dalam bentuk rupiah, misalnya manfaat dan biaya sosial.  Dalam kondisi tersebut, yang dapat dilakukan adalah menghitung nilai manfaat dari proyek secara tidak langsung, yanitu dengan menggunakan analisis efektivitas biaya (cost-effectiveness analysis).

4.      Memilih proyek yang memiliki manfaat terbesar dan efektivitas biaya yang tinggi.

Rasio biaya dan manfaat atau efektivitas biaya merupakan titik awal penentuan penerimaan proyek, ada banyak ketidakpastian yang dapat mempengaruhi perhitungan. Tidak semua biaya dan manfaat sosial dapat dimasukkan dalam perhitungan, bahkan beberapa diantaranya tidak dapat dipakai dalam pengukuran yang obyektif dalam bentuk moneter. Analisis moneter mungkin mengindikasikan bahwa proyek akan memberikan nilai uang terbaik, tetapi faktor-faktor politik, respon pemerintah, serta tekanan-tekanan sosial menyebabkan pertimbangan biaya manfaat diperlukan atas proyek tersebut.



            Terdapat beberapa teknik untuk melakukan penilaian investasi. Teknik untuk mengevaluasi investasi dibedakan menjadi dua metode, yaitu:

1.      Metode penilaian investasi tradisional

2.      Metode aliran kas yang didiskontokan (discounted cash flow/DCF)



Metode tradisional yang sering digunakan adalah tingkat pengembalian modal yang diinvestasikan (accounting rate of return on capital employed-ROCE) dan payback period (PP). ROCE secara sederhana dirumuskan:


Informasi mengenai laba akuntansi diperoleh dari laporan rugi/laba oragnisasi, sedangkan informasi modal dapat diketahui dari neraca. Terdapat dua masalah dalam menggunakan metode ROCE ini. Pertama, penghitungan angka akuntansi didasarkan pada konsep akuntansi akrual dan memasukkan item-item bukan kas, seperti depresiasi dan cadangan kerugian piutang. Kedua, ROCE hanya mengukur periode tunggal tanpa memperhitungkan nilai waktu uang (time valur of money).

Metode penilaian investasi dengan menggunakan discounted cash flow misalnya adalah net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR). NPV dihitung dengan cara mendiskontokan aliran kas di masa dating (future cash flow) dengan factor diskonto tertentu yang merefleksikan biaya kesempatan modal opportunity cost of capital). NPV diperoleh dengan cara mengurangkan pengeluaran investasi awal dengan aliran kas di masa depan yang di-present value­-kan. Proyek yang memberikan nilai NPV positif adalah proyek yang memiliki prioritas untuk diterima dan proyek yang dinilai BPV-nya negative adalah proyek yang harus ditolak.

IRR mendiskontokan future cash flow pada tingkat NPV yang bernilai nol. Atau dengan kata lain adalah ukuran yang menyertakan aliran kas bersih di masa dating (future net cash flow) dengan pengeluaran investasi awal. IRR dinyatakan dalam presentase, proyek yang memiliki nilai IRR yang besar adalah proyek yang potensial untuk diterima.

Untuk menganilisis usulan investasi publik, manajer publik dapat menggunakan alat analisis yang biasa digunakan untuk menilai kelayakan suatu proyek pada sektor swasta, misalnya NPV, IRR, payback period, dan sebagainya.



Net Present Value

             Net Present Value dapat dirumuskan sebagai berikut:






Atau:


Dalam hal ini:

            i           = tingkat diskonto

            n          = 1, …, 50 th (umur proyek)

            CF       = cash flow

Dengan formulasi lain, NPV dinyatakan;



(CF x pvf) disebut juga Gross Present Value



Net Present Benefit (NPB)

            Net Present Benefit (Manfaat Bersih Sekarang) merupakan nilai bersih suatu proyek setelah dikurangi seluruh biaya pada satu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun yang bersangkutan dan didiskontokan dengan tingkat bunga yang berlaku.

Net present benefit dapat dirumuskan sebagai berikut:


Atau:


Dalam hal ini:

            NPB    = nilai bersih, yaitu manfaat dikurangi dengan biaya pada tahun ke-n

            i           = tingkat bunga

            n          = 1, … , 50 th (umut proyek)

            M         = manfaat

            C         = biaya

Catatan: proyek yang dipilih adalah jenis proyek yang memiliki nilai NPB tertinggi.





Analisis Payback Period

            Metode payback period digunakan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian investasi. Payback period dirumuskan sebagai berikut:


Payback period merupakan teknik analisis investasi yang relative mudah dan sederhana. Sehingga banyak digunakan. Namun demikian, Payback period mengandung kelemahan, yaitu:

1.      Metode ini mengabaikan penerimaan-penerimaan investasi atau proceeds yang diperoleh setelah payback period tercapai.

2.      Metode payback period mengabaikan nilai waktu uang

3.      Metode payback period tidak dapat digunakan untuk pengambilan keputusan investasi yang bersifat mutually exclusive.



Analisis Biaya-Manfaat (Cost Benefit Analysis)

            Metode cost benefit analysis (CBA) atau benefit cost ratio merupakan cara mengevaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai sekarang (present value) dari seluruh manfaat keuntungan yang diperoleh dengan nilai sekarang dari seluruuh biaya proyek tersebut, berdasarkan CBA criteria keputusan yang lebih besar dari biayanya. Keuntungan dalam analisis biaya manfaat harus pula memasukkan keuntungan social dan biaya social. Proyek yang diterima adalah proyek yang memiliki keuntungan social yang didiskontokan (discounted value of social benefits) yang lebih besar dari nilai biaya social yang di-diskontokan (discounted value of social cost).

            Analisis benefit-cost ratio dirumuskan sebagai berikut:





            Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan bila (M/C)>1. Metode ini akan memberikan hasil yang konsisiten dengan metode Net Present Benefit apabila B/C>1 berarti pula B-C lebih besar dari 0.



            Benefit/cost ratio dapat juga dirumuskan sebagai berikut:


Kelemahan metode B-C ratio adalah tidak adanya pedoman yang jelas mengenai hal-hal yang masuk sebagai perhitungan biaya dan manfaat. Di satu sisi dapat dimasukkan sebagai biaya, namun di sisi lain dapat dimasukkan sebagai manfaat, sehingga kemungkinan terjadi manipulasi besar. Secara umum, kelemahan ini disebabkan karena adanya kesulittan dalam penghitungan manfaat dan biaya. Biaya dianggap sebagai manfaat negative. Dengan demikian B-C ratio dapat berpeluang memberikan hasil yang keliru dalam menentuukan proyek.

            Untuk memberikan ilustrasi mengenai koonsep Benefit/cost ratio, sebagai contoh pemerintah memiliki dua proposal proyek membutuhkan investasi sebesar Rp 16,000,000,- dan memberikan aliran kas masul Rp 9,200,000,- satu tahun dari sekarang. Proyek kedua membutuhkan investasi sebesar Rp 24,000,000,- dengan memberikan aliran kas sebesar Rp 7,200,000,- per tahun selama lima tahun. Jika tingkat keuntungan yang disyaratkan sebesar 10%, maka penghitungan Benefit/cost ratio adalah sebagai berikut:





Proyek

Investasi

Cash Inflow

PV (10%)

Gross Present Value

Benefit/Cost Ratio

A

Rp 16,000,000,-

Rp 9,200,000,- tahun 1

0,909

Rp 17,452,800,-

1,09

B

Rp 24,000,000,-

Rp 7,200,000,- tahun 1-5

3,791

Rp 27,295,200,-

1,14



            Berdasarkan Benefit/cost ratio, maka proyek B lebih layak diterima daripada proyek A karena proyek B memiliki ratio manfaat/biaya yang lebih besar dari proyek A.

            Keputusan mengenai aktivitas investasi dalam private sector ditekankan dengan nilai apakah pemilik perusahaan akan menjadi lebih baik dengan melakukan investasi tersebut. Sementara itu, keputusan investasi delam organisasi sektor publik lebih difokuskan pada penilaian apakah masyarakat secara keseluruhan akan menjadi baik dengan adanya investasi tersebut. Analisis biaya-manfaat dikembangkan sebagai alat untuk membangun kriteria-kriteria terhadap penilaian investasi sektor publik, termasuk di sini manfaat social bersih yang diperoleh dari investasi.

            Untuk menentukan manfaat social bersih ini tidak hanya diperhitungkan manfaat yang tangible melainkan juga termasuk manfaat yang intangible, seperti: bebas dari polusi, hidup dengan lingkungan yang aman, penghematan waktu, dan lain sebagainya. Demikian halnya ketika perhatian diarahkan pada pengukuran biaya, beberapa item yang bersifat intangible seperti kerusakan lingkungan harus diperhitungkan.

            Menurut Dixon (1944) dalam Blundell dan Murdock (1997), analisis biaya-manfaat pada dasarnya harus dapat mengukur manfaat sosial bersih (net social benefit). Manfaat sosial bersih secara garis besar dapat dinyatakan sebagai berikut:




Sosial benefit/private benefit + External



Net Social Benefit



Sosial cost/private benefit + External
 










           

Dixon menerangkan bahwa terdapat tiga langkah dalam melakukan analisis biaya-manfaat, yaitu:

1.      Meutuskan biaya dan manfaat apa saja yang akan dimasukkan

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya double counting, yaitu satu manfaat atau biaya yang menyebabkan manfaat atau biaya yang lain dimasukkan secara bersama-sama. Misalnya, jika dengan teknik pencegahan kebakaran tertentu dapat menyebabkan pengurangan staf yang dibutuhkan tetapi dinas pemadam kebakaran memutuskan untuk menggunakan penghematan waktu tersebut untuk pelatihan staf tambahan, maka dalam analisis biaya-manfaat tidak dapat menghitung kedua-keduanya sebagai manfaat. Demikian juga, beberapa dampak (efek) yang relative tidak signifikan tidak perlu dimasukkan dalam analisis biaya-manfaat. Sebagai contoh teknik pemadam kebakaran tertentu mungkin memiliki pengaruh berupa pengurangan polusi lingkungan terkait dengan kejadian kebakarang rumah, namun hal ini tidak signifikan dimasukkan dalam analisis.

2.      Mengukur dan mengevaluasi biaya dan manfaat.

Manfaat dan biaya yang berwujud (tangible) lebih mudah untuk dihitung, akan tetapi yang bersifat tidak berwujud (intangible) relative sulit untuk dihitung. Masih dengan menggunakan contoh dinas pemadam kebakaran di atas, cost of time yang dihabiskan oleh petugas pemadam kebakaran dan penyediaan alarm kebakaran merupakan bentuk biaya yang sifatnya tangible. Namun demikian, jika teknik pemadam dinilai misalnya dengan jumlah orang yang terselamatkan dari kebakaran, bagaimanakah kita menilai intangible benefit tersebut secara kuantitaif? Biasanya untuk mengukurnya digunakan harga bayangan (shadow price) misalnya biaya nasional untuk merawat sejumlah x orang yang menjadi korban kebakaran dan kehilangan pendapatan dan harta benda karena peristiwa tersebut.

3.      Timing dan aliran biaya dan manfaat.

Tahap ketiga terkait dengan masalah waktu penekanan biaya atau manfaat yang terjadi. Biasanya nilai yang tertinggi dimasukkan dalam biaya dan manfaat yang terjadi lebih awal. Untuk menyesuaikan nilai biaya dan manfaat yang berbeda karena waktu, maka digunakan tingkat diskonto (discount rate).





Analisis Efektifitas Biaya (Cost-Effectiveness Analysis)

            Analsis efektivitas biaya dilakukan karena terdapat kesulitan dalam menghitung biaya dan manfaat sosial secara  kuantitatif. Analsis cost-effectiveness meliputi penilaian terhadap biaya dan mafaat yang dapat dikuantifikasi, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan dating atas suatu proyek dengan pengaruh atau dampak yang tidak dapat dikuantifikasikan, namun tidak dinilai. Dengan kata lain, analisis cost-effectiveness memusatkan pada pengukuran suatu yang dapat diukur.

            Langkah-langkah dalam melakukan analisis efektivitas biaya adalah sebgai berikut:

1.      Menentukan jumlah dan waktu atas semua biaya modal. Hal tersebut meliputi pula penentuan biaya bangunan, perlatan, dan tanah. Hal ini penting karena sumber daya yang diperlukan oleh sebuah proyek harus dinilai pada opportunity cost penuhnya. Dengan demikian, jika organisasi menggunakan tanahnya sendiri yang mana sebuah bangunan akan didirikan di atasnya, maka biaya yang dipakai harus dinilai berdasarkan harga pasar pada saat itu (current market value)

2.      Membuat estimasi biaya yang akan terjadi (running cost) selama umur yang diharapkan dari suatu proyek

3.      Membuat estimasi output terukut selama umur yang diharapkan dari suatu proyek

4.      Membuat estimasi pengaruh biaya dan pendapatan atas aktivitas yang dilakukan

5.      Mendiskontokan  biaya dan manfaat yang dapat diukur untuk memungkinkan melakukan perbandingan. Prosedur yang biasa dipakai adalah menghitung nilai sekarang (present value) tetapi proyek-proyek yang dimiliki umur yang berbedaa mungkin lebih tepat dibandingkan dengan menggunakan biaya tahunan ekuivalen (equivalent annual cost).

6.      Menjelaskan secara realistis  mengenai kemungkinan adanya biaya-biaya dan manfaat yang tidak dapat dikuantifikasi yang akan muncul dari proyek yang akan dijalankan.



Dalam praktiknya, terdapat beberapa kesulitan dalam melakukan analisis efektivitas biaya. Kesulitan tersebut terjadi pada waktu membuat estimasi atau perkiraan mengenai waktu dan besarnya jumlah biaya dan manfaat di masa dating. Kesulitan juga dialami pada saat pemilihan tingkat diskonto (discount rate) yang tepat atau penyesuian untuk tiungkat risiko dan ketidakpastian, sebagai gambaran dalam seksi pendahuluan pada analisa cost-benefit. Namun demikian, mekanisme pendiskontoan pada dasarnya tidak berbeda dari yang biasa diterapkan pada sector swasta.



2.6  Kasus



INVESTASI DI KABUPATEN SRAGEN, JAWA TENGAH



Pembangunan Usaha Grosir di 20 Kecamatan



Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen berencana membangun usaha grosir yang meliputi 20 kecamatan di seluruh wilayahnya. Investasi ini dilakukan dengan pola bagi hasil antara Pemda setempat dengan investor yang berminat. Pihak kecamatan akan menyiapkan lahan yang lokasinya sesuai dengan master plan Pemda, sedangkan pembangunan dan pengelolaannya diserahkan kepada investor.

Pemda telah menyiapkan lokasi yang strategis. Jumlah pelanggan prospektif dilihat dari populasi penduduk Kabupaten Sragen ± 900.000 jiwa dengan 682.367 jiwa merupakan usia produktif. Besarnya dana yang diperlukan untuk melakukan investasi tersebut:

1.    Tanah (ukuran 30mx40m2 x Rp 400.000) : Rp  480.000.000

2.    Bangunan (260 m2 x Rp 2.000.000) : Rp  520.000.000

3.    Modal Kerja : Rp. 500.000.000

4.    Peralatan komputer/mesin hitung : Rp    10.000.000

5.    Total : Rp  1.510.000.000

Berdasarkan  analisa investasi dapat disimpulkan, sebagai berikut:

1.    Pay Back Periode: 6,2 bulan

2.    NPV :  1.175.000.000,-

3.    IRR :  10,588  (baik)

4.    ARR :  22,185  (baik)

5.    PI :  1,778  (> 1 diterima)





Analisis

Investasi di atas tergolong investasi baru dengan tujuan menyediakan tempat untuk usaha grosir bagi masyarakat di 20 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sragen. Dengan demikian, evaluasi investasi harus ditekankan pada keempat aspek berikut ini:

a.       Aspek Teknis

Investasi usaha grosir tersebut telah memenuhi aspek teknis.



b.      Aspek Sosial dan Budaya

Pembangunan usaha grosir ini kemungkinan besar berdampak pada penjual retail atau toko- toko kecil yang sudah ada. Mereka akan kehilangan sebagian konsumen. Di sisi lain, investasi ini juga menyediakan tempat usaha dan memberikan kesempatan kerja yang lebih luas lagi. Dengan adanya investasi ini, diharapkan mampu meningkatkan produktivitas masyarakat sekitar. Selain itu, usaha grosir ini juga akan memudahkan konsumen atau masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan sehari- hari.



Namun, tentunya terdapat social opportunity cost yang ditanggung oleh masyarakat dimana pasti akan terjadi pertambahan polusi suara akibat aktivitas jual beli. Selain itu juga masalah sampah dan kelancaran lalu lintas.



c.       Aspek Ekonomi dan Finansial

Dari hasil analisis investasi yang telah dilakukan, dapat kita lihat bahwa indicator- indicator tersebut menunjukkan bahwa investasi usaha grosir ini merupakan investasi yang menguntungkan. Hasil perhitungan NPV positif denganpayback period yang relative sangat singkat, hanya 6, 2 bulan. Selain itu, dengan mengikutsertakan modal dari investor swasta, maka investasi ini diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.



d.      Aspek Distribusi

Investasi ini memungkinkan terjadinya distribusi yang merata karena dilakukan di seluruh kecamatan di Kabupaten Sragen. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya terpusat pada kecamatan- kecamatan kota. Selain itu, proyek ini juga turut mengundang partisipasi dari pihak swasta sehingga alokasi dana Pemerintah Daerah tidak akan terlampau banyak terkuras di proyek ini saja.





























































BAB III

PENUTUP

3.1         Kesimpulan

Investasi publik memiliki kaitan yang erat dengan penganggaran modal/investasi. Penganggaran modal/investasi merupakan proses untuk menganalisis proyek-proyek dan memutuskan apakah proyek tersebut dapat diakomodasi oleh anggaran modal/investasi. Penentuan kebutuhan investasi publik berkaitan dengan jumlah anggaran yang akan ditetapkan bagi masing-masing unit organisasi. Analisis yang mendalam sebelum dilakukan investasi sangat penting dilakukan karena investasi publik berkaitan erat dengan masalah transparansi dan kewajaiaran anggaran. Penentuan kebutuhan investasi publik terkait dengan dua kegiatan, yaitu peningkatan kuantitas dan peningkatan kualitas investasi. Dalam perencanaan dan analisis investasi harus mempertimbangkan beberapa aspek yang secara bersama-sama menunjukkan keuntungan atau manfaat yang diperoleh akibat adanya suatu investasi tertentu yaitu aspek teknis, aspek social dan budaya, aspek ekonomi dan finansial, dan aspek distribusi.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam analisis investasi public adalah tingkat diskonto yang digunakan, tingkat inflasi, risiko dan ketidakpastian, dan capital rationing. Terdapat empat langkah utama untuk mengevaluasi suatu proyek investasi, yaitu

1.      Identifikasi kebutuhan investasi yang mungkin dilakukan,

2.      Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan (cost/benefit relationship),

3.      Menghitung manfaat dan biaya dalam rupiah

4.      Memilih proyek yang memiliki manfaat terbesar dan efektivitas biaya yang tinggi.

Terdapat beberapa teknik untuk melakukan penilaian investasi. Teknik untuk mengevaluasi investasi dibedakan menjadi dua metode, yaitu metode penilaian investasi tradisional dan metode aliran kas yang didiskontokan (discounted cash flow/DCF)



Metode tradisional yang sering digunakan adalah tingkat pengembalian modal yang diinvestasikan (accounting rate of return on capital employed-ROCE) dan payback period (PP). ROCE secara sederhana dirumuskan:


Net Present Value dapat dirumuskan dengan:




Atau:


Net present benefit dapat dirumuskan dengan:


Atau:


Payback period dirumuskan dengan:


Analisis benefit-cost ratio dirumuskan dengan:



Benefit/cost ratio dapat juga dirumuskan dengan:


Menurut Dixon (1944) dalam Blundell dan Murdock (1997), analisis biaya-manfaat pada dasarnya harus dapat mengukur manfaat sosial bersih (net social benefit). Dixon menerangkan bahwa terdapat tiga langkah dalam melakukan analisis biaya-manfaat, yaitu memutuskan biaya dan manfaat apa saja yang akan dimasukkan, mengukur dan mengevaluasi biaya dan manfaat, dan timing dan aliran biaya dan manfaat. Langkah-langkah dalam melakukan analisis efektivitas biaya yaitu:

1.       Menentukan jumlah dan waktu atas semua biaya modal,

2.      Membuat estimasi biaya yang akan terjadi (running cost) selama umur yang diharapkan dari suatu proyek

3.      Membuat estimasi output terukut selama umur yang diharapkan dari suatu proyek

4.      Membuat estimasi pengaruh biaya dan pendapatan atas aktivitas yang dilakukan

5.       Mendiskontokan  biaya dan manfaat yang dapat diukur untuk memungkinkan melakukan perbandingan.

6.      Menjelaskan secara realistis  mengenai kemungkinan adanya biaya-biaya dan manfaat yang tidak dapat dikuantifikasi yang akan muncul dari proyek yang akan dijalankan.
































DAFTAR PUSTAKA



Mardiasmo.2002.Akuntansi Sektor Publik.Yogyakarta.ANDI Yogyakarta

Cintokowati.2010. analisis investasi sektor publik.(https://cintokowati.wordpress.com/2010/11/14/asp-analisis-investasi-sektor-publik/ diakses tanggal 06 Oktober 2016)

0 Response to "AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK SAP 6"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel