PBB, BPHTB, DAN BEA MATERAI
1.1.1
Pengertian
Bumi
adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan)
serta laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang
diusahakan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
- Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek
bangunan.
- Jalan tol.
- Kolam renang.
- Tempat olahraga.
- Galangan kapal, dermaga.
- Taman mewah.
- Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa
minyak.
- Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan
atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB
adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan
subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Surat
Pemberitahuan Objek Pajak ( SPOP ) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak
untuk melaporkan data objek pajak menurut ketetuan undang-undang PBB.
Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh Direktorat
Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib
Pajak.
1.1.2
Dasar
Hukum
v UU
No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994
v Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual
Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan.
v Keputusan
Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2002 tentang Penyesuaian Besar Nilai Jual Objek
Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai Dasar Perhitungan Pajak Bumi dan
Bangunan
v Keputusan
menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Keuangan No.82/KMK.04/2002 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
1.1.3
Subjek
dan Objek Pajak
Subjek Pajak
1.
Orang atau badan yang
secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi,
dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan
demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti kepemilikan.
2.
Jika suatu objek pajak
belum diketahui secara pasti siapa WPnya, maka yang menjadi subjek pajak diatur
sebagai berikut :
a)
Jika suatu subjek pajak
memanfaatkan atau menggunakan bumi dan/atau bangunan milik orang lain bukan
karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian, subjek
pajak yang memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau bangunan ditetapkan sebagai
Wajib Pajak.
b)
Suatu objek pajak yang
masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau badan yang
memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak.
c)
Subjek pajak yang dalam
waktu lama berada di luar wilayah letak pajak objek pajak, sedangkan untuk
merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang
atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak.
Objek Pajak
1. Yang
menjadi objek PBB adalah bumi dan bangunan.
2. Bumi
adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada di bawahnya, termasuk tanah
pekarangan, sawah, empang dan perairan pedalaman (Pasal 1 Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994).
3. Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi,
tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat yang
diusahakan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994). Termasuk dalam pengertian bangunan :
a. Jalan
lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti hotel, pabrik
dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;
b. Jalan
tol;
c. Kolam
renang;
d. Pagar
mewah;
e. Tempat
olah raga;
f. Galangan
kapal, dermaga;
g. Tempat
penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
h. Fasilitas
lain yang memberikan manfaat (Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ).
Dikecualikan
dari pengenaan PBB (Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994)
1. Tanah
atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan nasional, yang dimaksudkan
untuk tidak memperoleh keuntungan. Contoh objek yang dikecualikan atau tidak
dikenai PBB seperti : pesantren atau sejenisnya, sekolahan/madrasah, tanah
wakaf, rumah sakit pemerintah dan lain-lain .
2. Tanah
atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau
sejenis dengan itu seperti museum.
3. Tanah
atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
4. Tanah
yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani
sesuatu hak.
5. Bangunan
yang digunakan oleh perwakilan organisasi Internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
1.1.4
Tarif
dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
Ø Tarif
Berdasarkan
UU No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No.12 tahun 1994, tarif pajak yang dikenakan atas obyek
pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen). Sedangkan menurut UU Nomor
28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi 0,3% yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2002, besarnya persentase untuk menentukan besarnya Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP), yaitu :
1.
Sebesar 40% dari NJOP
untuk :
a. Objek Pajak Perkebunan,
b. Objek
Pajak Kehutanan,
c. Objek
PBB lainnya apabila NJOP ≥ 1 milyar
rupiah,
2.
Sebesar 20% dari NJOP
untuk :
a. Objek Pajak Pertambangan,
b. Objek
PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar rupiah.
Ø Tata Cara Perhitungan, Penyetoran
dan Pelaporan
Tata
Cara Perhitungan
PBB
= Tarif pajak x NJKP
= 0,5 % x [persentase NJKP x (NJOP –
NJOPTKP)]
Tata
Cara Penyetoran dan Pelaporan
1)
Pajak yang terutang
berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Teruatang (SPPT) harus dilunasi
selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
2)
Pajak yang terutang
berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus dilunasi selambat-lambatnya 1
bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak.
3)
Pajak yang terutang
pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan
denda administrasi sebesar 2 % per bulan dari jumlah yang tidak atau kurang
dibayar, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran
untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.
4)
Denda administrasi ditambah
utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak
(STP) dan harus dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal diterimanya
STP oleh WP.
5)
Pajak yang terutang
dapat dibayar di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan.
6)
Tata cara pembayaran
dan penagihan pajak diatur oleh Menteri Keuangan.
7)
Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan pajak, dan Surat Tagihan Pajak merupakan
dasar penagihan pajak.
8)
Jumlah pajak yang
terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada waktunya dapat ditagih
dengan Surat Paksa.
1.1.5
Besarnya
PBB Terhutang
Contoh 1
Wajib
Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp 20.000.000,00
dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp 12.000.000,00, maka besarnya pajak yang
terutang adalah :
=
0,5% × 20% × (Rp 20.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)
=
Rp 8.000,00
Contoh 2
Wajib
Pajak CV Perdana mempunyai objek pajak berupa :
-
Tanah seluas 800 m2 dengan NJOP Rp 335.000 per m2
-
Bangunan (rumah) seluas 400 m2 dengan NJOP Rp 505.000 per m2
-
Taman mewah seluas 200 m2 dengan NJOP Rp 98.000 per m2
-
Pagar mewah sepanjang 100 m dan tinggi rata-rata 150 cm dengan NJOP Rp
1.200.000 per m2
Persentase
Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) sebesar 20 % dan NJOPTKP ditetapkan
sebesar Rp 10.000.000
Besarnya
PBB yang terutang dihitung sebagai berikut :
-
NJOP tanah (800 m2 x Rp 335.000) Rp 268.000.000
-
NJOP bangunan :
-
Rumah
(400 m2 x Rp 505.000) Rp 202.000.000
-
Taman mewah
(200 m2 x Rp 98.000) Rp 19.600.000
-
Pagar mewah
(100 x 1,50 m2 x Rp
1.200.000) Rp
180.000.000
Rp 401.600.000(+)
-
NJOP sebagai dasar perhitungan PBB
Rp 669.600.000
-
NJOPTKP (diketahui) Rp 10.000.000 (-)
-
NJOP sebagai dasar perhitungan PBB Rp 659.600.000
-
NJKP (20% x Rp 659.600.000)
Rp 131.920.000
-
PBB :
0,5% x Rp 131.920.000 = Rp 659.600
1.2
BEA
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
1.2.1
Pengertian
1. Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
2. Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan.
3. Hak
atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan beserta
bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tahun 1985
tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan peundanga-undangan yang berlaku
lainnya.
1.2.2
Dasar
Hukum
1.
Undang-Undang Nomor 21
Tahun 1997 sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Undang-undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama
Staatsblad 1924 Nomor 291.
2.
Peraturan
Pemerintah Nomor 111 s.d. 114 tahun 2000,
3.
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2006,
4.
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penentuan Besarnya
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana terakhir diubah dengan PMK Nomor 14/PMK.03/2009.
1.2.3
Subjek
dan Objek Pajak
Subjek Pajak
Subjek
pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib
Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.
Objek
Pajak
Objek pajak adalah perolehan hak atas
tanah dan/atau bangunan yang meliputi :
a.
Pemindahan hak karena :
1)
Jual beli;
2)
Tukar menukar;
3)
Hibah;
4)
Hibah wasiat;
5)
Pemasukan dalam
perseroan atau badan hukum lainnya;
6)
Pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan;
7)
Penunjukan pembeli
dalam lelang;
8)
Pelaksanaan keputusan
hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
9)
Hadiah;
10)
Waris;
11)
Penggabungan usaha;
12)
Peleburan usaha;
13)
Pemekaran usaha.
b.
Pemberian hak baru,
karena :
1)
Kelanjutan pelepasan
hak;
2)
Di luar pelepasan hak.
c. Hak
atas sebagaimana dimaksud dalam butir a adalah :
1)
hak milik;
2)
hak guna usaha;
3)
hak guna bangunan;
4)
hak pakai;
5)
hak milik atas satuan
rumah susun;
6)
hak pengelolaan.
Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB
adalah objek pajak yang diperoleh :
a.
Perwakilan diplomatik, konsulat
dengan asas timbal balik
b.
Negara untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum.
c.
Badan/perwakilan
organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di luar fungsi
dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
d.
Orang pribadi/badan
karena konversi hak/perbuatan hukum lain tanpa perubahan nama
e.
Orang pribadi atau
badan karena wakaf
f.
Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah
1.2.4
Tarif
dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
Ø Tarif
Tarif pajak yang dikenakan atas objek
BPHTB adalah 5%.
Ø Tata Cara Perhitungan,
Penyetoran dan Pelaporan
Tata
Cara Perhitungan
BPHTB
= Tarif pajak x NPOPKP
= 5 % x (NPOP – NPOPTKP)
Jika
perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut karena waris/hibah
wasiat/pemberian hak pengelolaan, maka BPTHB yang harus dibayar adalah:
BPHTB = 50 % x BPHTB yang terutang
Tata
Cara Peyetoran dan Pelaporan
1) BPHTB
yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, yaitu
sama dengan saat terutangnya BPHTB.
2) Wajib
pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya
surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment.
3) BPHTB
yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank BUMN atau
Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan Surat Setoran BPHTB.
4) Dalam
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.
5) Dalam
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg
Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang terutang
diterbitkannya SKBKBT.
6) Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan sanksi
berupa denda dan/atau bunga apabila:
a.
BPHTB yang terutang
tidak atau kurang bayar
b.
Dari hasil pemeriksaan
Surat Setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah
tulis atau salah hitung.
Pada
saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah
sebesar BPHTB terutang yang tidak atau kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu
paling lama 24 bulan sejak saat terutangnya BPHTB.
1.2.5
Besarnya
BPHTB Terhutang
Contoh 1
Tuan
Budi membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp 70.000.000,00. Sedangkan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di Kabupaten/Kota tersebut
Rp 60.000.000,00.
Nilai
Perolehan Objek Pajak Rp
70.000.000,00
Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp
60.000.000,00
Nilai
Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp
10.000.000,00
BPHTB
yang terutang = Rp 10.000.000,00 × 5% = Rp 500.000,00
Contoh 2
Seseorang membeli
sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah 200 m² dan luas bangunan 100 m².
Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp 700.000 per m² dan nilai bangunan Rp 600.000
per m². Berapa besaran BPHTB yang harus dikeluarkan oleh pembeli rumah
tersebut?
Jawab :
Harga Tanah: 200
m² x Rp 700.000
= Rp 140.000.000
Harga Bangunan:
100 m² x Rp 600.000 = Rp
60.000.000
Jumlah
Harga Pembelian Rumah = Rp
200.000.000
Nilai Tidak Kena
Pajak = Rp
60.000.000
Nilai untuk
penghitungan BPHTB
= Rp
140.000.000
Maka, BPHTB yang harus dibayar :
5% x Rp 140.000.000 = Rp
7.000.000
1.3
BEA
MATERAI
1.3.1
Pengertian
Bea Materai adalah pajak atas
dokumen yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum. Beberapa
pengertian-pengertian lain yang perlu diketahui dalam bea materai, antara lain
:
1. Bea Materai adalah pajak atas dokumen.
2. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Benda Materai adalah materai tempel dan kertas materai
yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
4. Tanda
Tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula
paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda
lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
5. Pemateraian
kemudian adalah cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas
permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum dilunasi sebagaimana
mestinya.
6. Pejabat
Pos adalah pejabat PT. Pos dan Giro
yang diserahi tugas melayani permintaan pemateraian-kemudian.
1.3.2
Dasar
Hukum
1. Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
2. Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya
Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Materai.
3. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Materai
Tempel Tahun 2005.
4. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Materai dengan
Menggunakan Cara Lain.
5. Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai
dengan membubuhkan Tanda Bea Materai Lunas dengan Mesin Teraan.
6. Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai
dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan Teknologi Percetakan.
7. Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Materai
dengan membubuhkan Tanda Bea Materai dengan Sistem Komputerisasi.
8. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Materai dengan
Cara Pemateraian Kemudian.
9. Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemateraian Kemudian.
10. Surat
Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang dikenakan Bea Materai.
1.3.3
Subjek
dan Objek Pajak
Subjek Pajak
Subjek
Bea Materai adalah pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen,
kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
Objek
Pajak
Pada
prinsipnya dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen menyatakan nilai
nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang
digunakan di muka pengadilan, antara lain :
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang
dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai
perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
·
yang menyebutkan
penerimaan uang;
·
yang menyatakan
pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;
·
yang berisi
pemberitahuan saldo rekening di bank
·
yang berisi pengakuan
bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep
dan cek.
f. Dokumen yang dikenakan Bea Materai juga
terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang
semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk
tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula.
Yang
Tidak Dikenakan Bea Materai :
a.
Dokumen yang berupa,
antara lain surat penyimpanan barang,
konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan dan
penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan
pengirim, surat-surat lainnya yang disamakan dengan surat-surat tersebut di
atas.
b.
Segala bentuk Ijasah.
Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda Tamat Belajar (STTB),
tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan,
kursus, dan penataran.
c.
Tanda terima gaji, uang
tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya
dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran itu.
d.
Tanda bukti penerimaan
uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.
e.
Kuitansi untuk semua
jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas
Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.
f.
Tanda penerimaan uang
yang dibuat untuk keperluan internal organisasi.
g.
Dokumen yang
menyebutkan tabungan, pembayarn uang tabungan kepada penabung oleh bank,
koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
h.
Surat gadai yang
diberikan oleh Perum Pegadaian.
i.
Tanda pembagian
keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
1.3.4
Tarif
dan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
Ø Tarif
Jenis Dokumen
|
Nilai Terkena Bea Materai
|
Tarif Bea Materai
|
Surat
Perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain surat kuasa, surat hibah, dan
surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat pendata.
|
-
|
Rp 6.000,00
|
Akta-akta
Notaris termasuk salinannya.
|
-
|
Rp 6.000,00
|
Akta-akta yang
dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya.
|
-
|
Rp 6.000,00
|
Dokumen yang
akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu:
|
-
|
Rp 6.000,00
|
Surat yang
memuat jumlah uang, yang termasuk di dalamnya :
|
<Rp
250.000,00
>Rp
250.000,00 s/d
Rp
1.000.000,00
>Rp
1.000.000,00
|
Nihil
Rp 3.000,00
Rp 6.000,00
|
Surat berharga
seperti wesel, promes, dan aksep
|
<Rp
250.000,00
>Rp
250.000,00 s/d
Rp
1.000.000,00
>Rp
1.000.000,00
|
Nihil
Rp 3.000,00
Rp 6.000,00
|
Cek dan Bilyet
Giro
|
-
|
Rp 3.000,00
|
Efek dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
|
<Rp
250.000,00
>Rp
250.000,00 s/d
Rp
1.000.000,00
>Rp
1.000.000,00
|
Nihil
Rp 3.000,00
Rp 6.000,00
|
Ø Tata Cara Perhitungan,
Penyetoran dan Pelaporan
Saat Terutang Bea Materai
1. Dokumen
yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan
diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan pada saat
ditandatangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya.
2. Dokumen
yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat dokumen itu telah
selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang
bersangkutan. Misalnya surat perjanjian jual beli.
3. Dokumen
yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia. Bea Materai
yang terutang dilunasi dengan cara pemateraian ke
Cara Pelunasan Bea Materai
A. Materai
Tempel
a) Materai
tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang
dikenakan Bea Materai.
b) Materai
tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
c) Pembubuhan
tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan
dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada
diatas kertas dan sebagian lagi di atas materai tempel.
d) Jika
digunakan lebih dari satu materai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan
sebagian di atas semua materai tempel dan sebagian di atas kertas.
B. Kertas
Materai
a) Jika
isi dokumen yang dikenakan Bea Materai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya
di atas kertas materai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih
tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermaterai.
b) Membubuhkan
tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan
dengan tinta atau yang sejenis dengan itu diatas kertas materai
c) Kertas
materai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
Apabila
ketentuan diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermaterai.
C. Mesin
Teraan Materai
Pelunasan
Bea Materai dengan membubuhkan tanda Bea Materai Lunas dengan mesin teraan materai
hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan pemateraian dengan
jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen.
a) Penerbit
dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan tanda Bea Materai
Lunas dengan mesin teraan materai harus mengajukan permohonan ijin secara
tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
b) Mencantumkan
jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan materai yang akan digunakan.
c) Melampirkan
surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Materai
setiap hari;
d) Harus
melakukan penyetoran Bea Materai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima
belas juta Rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (F.2.0.32.01) Ke Kas
Negara melalui Bank Presepsi.
D. Pemateraian
Kemudian
Pemateraian
kemudian adalah cara pelunasan BEA Materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas
permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum dilunasi sebagaimana
mestinya.
Pemateraian kemudian
dilakukan atas :
a) Dokumen
yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan.
b) Dokumen
yang Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
c) Dokumen
yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
Pemateraian
kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen-dokumen seperti diatas dengan
menggunakan :
a. Materai
Tempel
b. Surat
Setoran Pajak yang disahkan oleh Pejabat Pos.
Besarnya
Bea Materai yang harus dilunasi dengan cara Pemateraian Kemudian adalah :
a) Atas
dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Bea Materai yang terutang
sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemateraian kemudian dilakukan.
b) Atas
dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya adalah sebesar Bea
Materai yang terutang.
c) Atas
dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah
sebesar Bea Materai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada
saat pemateraian kemudian dilakukan.
1.3.5
Besarnya
Bea Materai Terhutang
Contoh
Pak
Usman membeli sebuah Genset Rp 150.000.000 pembayaran uang muka sebesar 20%
sisanya diangsur selama empat kali berturut-turut yaitu sebesar 25%. Hitunglah
bea materai jika :
a.
Seluruh dokumen yang
digunakan adalah kuitansi
b.
Seluruh dokumen yang
digunakan adalah cek
Jawab
:
Jumlah
uang yang telah dikeluarkan Pak Usman adalah :
Uang
muka : 20% × Rp 150.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
Angsuran
1 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran
2 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran
3 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00
Angsuran
4 : 25% × Rp 150.000.000,00 = Rp
7.500.000,00
No
|
Nominal
|
Kuitansi
|
Cek
|
1
|
Rp
30.000.000,00
|
Rp 6.000
|
Rp 3.000
|
2
|
Rp
37.500.000,00
|
Rp 6.000
|
Rp 3.000
|
3
|
Rp
37.500.000,00
|
Rp 6.000
|
Rp 3.000
|
4
|
Rp
37.500.000,00
|
Rp 6.000
|
Rp 3.000
|
5
|
Rp 7.500.000,00
|
Rp 6.000
|
Rp 3.000
|
Jumlah
|
Rp 30.000
|
Rp 15.000
|
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2011.
Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta :
Penerbit ANDI
http://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung
pembangunan/pajak-bumi-dan-bangunan-pbb/
http://ikadamayantiali.blogspot.co.id/2012/12/pajak-pbb-dan-bphtb.html
http://sesesey.blogspot.co.id/2014/01/bphtb-bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan.html
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=materai
http://ikasmilevalery.blogspot.co.id/2009/12/cara-pelunasan-bea.html
https://www.scribd.com/doc/52906977/Bea-Materai
0 Response to "PBB, BPHTB, DAN BEA MATERAI"
Post a Comment