CATUR MARGA
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Catur
Marga merupakan salah satu ajaran Hindu yang berarti empat jalan mencapai moksa
(menuju Tuhan) yang terdiri dari Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, dan
Raja Marga. Di dalam agama Hindu dikenal adanya berbagai jalan untuk
menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Jalan atau cara itu bebas
dipilih oleh umat-Nya sesuai dengan sifat dan pembawaannya. Dalam kitab Bhagavad Gita Bab IV Sloka (11)
disebutkan :
ye yatha mam prapadyante
tams tathai ‘va bhajamy
aham
mama vartma ‘nuvartante
manushyah partha sarvasah
Artinya :
Jalan manapun ditempuh
manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima, dari mana-mana semua mereka menuju
jalan-Ku, oh Parta.
Di dalam agama Hindu
tidak ada suatu keharusan untuk menempuh satu-satu jalan, karena semua
jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa diturunkan oleh-Nya
untuk memudahkan umat-Nya menuju kepada-Nya. Empat jalan untuk
menghubungkan diri, yang dimaksud adalah menghubungkan diri dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa akan
berhasil bila didukung dengan metode, media maupun lokasi spiritual yang
kondusif. Untuk itu, di samping personalitas pribadi orang yang menghubungkan
diri kepada-Nya. Di zaman kaliyuga ini, masalah personalitas pribadi masih
menjadi masalah dalam hal mendekatkan diri kehadap-Nya. Seperti yang kita
ketahui bahwa moralitas manusia cenderung menurun karena kemajuan zaman dan
faktor penyebab lainnya. Hal tersebut, sebenarnya bisa diatasi jika ada
kesadaran dari manusia untuk selalu berbuat dengan memperhatikan ajaran agama.
Salah satunya adalah dengan melaksanakan ajaran catur marga untuk menghubungkan
diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Berkaitan dengan hal itu,
umat Hindu khususnya di Bali telah bermunculan pelatihan-pelatihan yoga atau
pun meditasi dengan berbagai cara. Meskipun dengan banyak cara, namun pada
dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai ketenangan dan
penguasaan diri secara mendalam baik dari segi emosi, tingkah laku, maupun
perkataan yang asal mulanya dimulai dari pikiran kita. Kemudian dalam konsep
Hindu sendiri juga terdapat berbagai jenis yoga atau meditasi dan pengendalian
diri yang kiranya harus dilakukan oleh umat Hindu, seperti pelaksanaan catur
brata saat Hari Raya Nyepi, pelaksanaan jagra upawasa saat Hari Raya Siwaratri,
termasuk juga pengendalian diri lainnya yang sudah terkandung dalam ajaran Catur
Marga ini.
Mengingat pentingnya ajaran
Catur Marga ini dan penerapannya pun juga tergolong sulit. Maka, pada makalah
ini kami akan memaparkan dan mengupas lebih mendalam mengenai konsep Catur
Marga itu sendiri, dengan harapan mampu memberi pengetahuan, gambaran dan
motivasi untuk umat Hindu agar melaksanakan setiap hal yang berkaitan dengan Catur
Marga dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apa yang menjadi keinginan kita
bersama, yakni ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup akan bisa tercapai dengan
maksimal.
1.2.
Rumusan
Masalah
a. Apakah
pengertian Catur Marga?
b. Apa
saja bagian – bagian Catur Marga?
c. Bagaimanakah
implementasi Catur Marga dalam kehidupanh sehari-hari?
1.3.
Tujuan
a. Mengetahui
pengertian Catur Marga
b. Mengetahui
bagian – bagian Catur Marga
c. Mengetahui
implementasi Catur Marga dalam kehidupanh sehari-hari
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Catur Marga
Catur Marga berasal dari
dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti empat dan Marga berarti
jalan/cara ataupun usaha. Jadi catur marga adalah empat jalan atau cara umat
Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Catur Marga juga sering disebut dengan Catur Yoga Marga. Catur
Marga ini juga bisa diartiakan merupakan jalan atau cara umat Hindu untuk
menghormati dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.
Sumber ajaran Catur Marga
diajarkan dalam pustaka suci Bhagavad
Gita, terutama pada trayodhyaya
tentang karma yoga/marga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran yang
membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran asubha
karma (perbuatan yang tidak baik). Karma memiliki dua makna yakni karma terkait
ritual atau yadnya dan karma dalam arti tingkah perbuatan.
2.2.
Bagian
– Bagian Catur Marga
Di dalam ajaran kerohanian
Hindu terdapat jalan untuk mencapai kesempurnaan, yaitu moksa, dengan
menghubungkan diri dan pemusatan pikiran kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Catur marga terdiri dari empat bagian yaitu bhakti marga, jnana marga, karma
marga dan raja marga.
1) Bhakti
Marga
Kata
Bhakti berarti menyalurkan cinta yang tulus dan luhur kepada Tuhan, kesetiaan
kepada-Nya, perhatian yang sungguh-sungguh untuk memujanya. Kata Marga berarti
jalan atau usaha, sehingga Bhakti Marga adalah jalan pengabdian kepada Ida Sang
Hyang Widhi melalui cinta kasih yang luhur dan mulia. Untuk memupuk sradha,
harus ada rasa bhakti dan kasih sayang terhadap Tuhan, dalam ajaran Agama Hindu
dikenal 2 bentuk bhakti yaitu:
a)
Aphara Bhakti,
merupakan bhakti yang dilakukan melalui pemujaan atau persembahan dengan
berbagai permohonan. Dan permohonan itu wajar mengingat keterbatasan
pengetahuan kita. Namun, permohonan yang dimaksudkan itu wajar dan tidak
berlebihan.
b)
Parabhakti, merupakan bhakti yang
dilakukan melalui pemujaan atau persembahan dengan rasa tulus iklas,
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penyerahan diri
sepenuhnya kepada-Nya bukanlah dalam pengertian pasif tidak mau melakukan
aktivitas, tetapi ia aktif dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan baik
dan tulus niscaya akan memperoleh pahala yang baik pula. Dalam pustaka hindu,
diuraikan beberapa jenis bentuk bhakti yang disebuta “Bhavabhakti”, sebagai
berikut:
-
Santabhava adalah sikap bhakti
seperti bhakti atau hormat seorang anak terhadap ibu dan bapaknya.
-
Sakyabhava adalah bentuk bhakti yang
meyakini Hyang Widhi, manifestasi-Nya, Istadewata sebagai sahabat yang sangat
akrab dan selalu memberikan perlindungan dan pertolongan.
-
Dasyabhava adalah bhakti atau
pelayanan kepada Tuhan seperti sikap seorang hamba kepada majikannya.
-
Vatsyabhava adalah sikap seorang
penyembah atau memandan Tuhan seperti anaknya sendiri.
-
Kantabhava adalah seorang penyembah
atau bhakta seperti sikap seorang istri terhadap suami tercinta.
-
Madhuryabhava
adalah bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang
bhakta kepada Tuhan.
Gejala-gejala dari adanya Bhakti Marga adalah:
-
Kerinduan untuk bertemu kepada yang dipujanya
-
Keinginan untuk berkorban
-
Keingingan untuk menggambarkan
-
Melenyapkan rasa takut
-
Melahirkan rasa seni
-
Melahirkan rasa terharu
-
Melahirkan mitologi
Seseorang yang menjalani Bhakti Marga disebut Bhakta,
sikapnya selalu merasa puas dalam segala-galanya, baik dalam kelebihan dan
kekurangan. Sikapnya yang tenang dan sabar membawanya pada keseimbangan batin
yang sempurna, seorang Bhakta akan selalu mengembangkan sifat Catur Paramitha
yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa. Selain itu, seorang bhakta akan selalu
membebaskan diri dari keangkuhan (ahamkara) dan tidak ada ikatan sama
sekali terhadap apapun karena seluruh kekuatannya dipakai untuk memusatkan
pikiran kepada Hyang Widhi.
2)
Karma Marga
Karma Marga adalah jalan
atau usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan perbuatan dan bekerja
tanpa pamrih. Dalam Bhagawadgita tentang Karma Yoga dinyatakan sebagai berikut:
Tasmad asaktah satatam
karyam karma samcara, asakto hy acaran karma param apnoti purusah.
(Bhagawadgita III. 19)
Artinya:
Oleh karena itu,
laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab
dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu
sesungguhnya akan mencapai yang utama.
Pada hakikatnya seorang
karma yogi selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi ing pamrih.
dengan menyerahkan keinginannya akan pahala yang berlipat ganda. Hidupnya akan
berlangsung dengan tenang dan dia akan memancarkan sinar dari tubuhnya maupun
dari pikirannya. Bahkan masyarakat tempat hidupnya pun akan menjadi bahagia,
sejahtera, ia akan mencapai kesucian batin dan kebijaksanaan.
3)
Jnana Marga
Jnana artinya,
kebijakan filsafat (pengetahuan). Sehingga, Jnana Marga artinya mempersatukan
jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu
pengetahuan dan filsafat pembebasan diri dari ikatan-ikatan keduniawian. Tiada
ikatan yang lebih kuat daripada Maya, dan tiada kekuatan yang lebih ampuh
daripada Yoga untuk membasmi ikatan-ikatan Maya itu. Untuk melepaskan
ikatan-ikatan kita harus mengarahkan segala pikiran kita dan memaksanya kepada kebiasaan-kebiasaan
suci. Akan tetapi, bila kita ingin memberi suatu bentuk kebiasaan suci pada
pikiran kita, akhirnya pikiran harus menerimanya. Sebaiknya bila pikiran tidak
mau menerimanya maka haruslah kita akui bahwa segala pendidikan yang kita ingin
biasakan itu tidak ada gunanya. Jadi proses pertumbuhan merupakan hal yang
mutlak, sebagai jalan tumbuhnya pikiran, perbuatan lahir, pelaksanaan
swadharma, dan sikap batin (wikrama) sangat diperlukan dimana perbuatan lahir
adalah penting, karena jika tidak berbuat maka pikiran kita tidak dapat diuji
kebenarannya. Perbuatan lahir menunjukkan kualitas sebenarnya dari pikiran
kita. Ada tiga hal yang penting dalam hidup ini yaitu kebulatan pikiran,
pembatasan pada kehidupan sendiri, dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang
maupun pandangan yang kokoh, tentram, dan damai. Ketiga hal tersebut di atas
merupakan Dhyana yoga. Untuk tercapainya perlu dibantu dengan Abhyasa,yaitu
latihan-latihan dan vairagya yaitu keadaan tidak mengaktifkan diri.
Kekuatan pikiran kita lakukan saat kita berbuat apa saja, dan pikiran harus
kita pusatkan kepada-Nya. Dalam urusan-urusan keduniawian pemusatan ini mutlak
diperlukan. Hal ini bukan hanya diperlukan untuk sukses di dunia, tetapi juga
dibutuhkan untuk kemajuan spiritual atau batin. Usaha untuk menjernihkan
kegiatan kita sehari-hari ialah kehidupan rohani. Apapun yang kita laksanakan,
berhasil atau tidaknya tergantung kepada kekuatan pemusatan pemikiran kita
kepada-Nya. Inilah kelebihan Jnana Marga dibandingkan dengan marga-marga lainnya.
Dengan dikuasainya ilmu pengetahuan, manusia dapat bekerja lebih efektif dan
efisien, dibandingkan dengan mereka yang dungu dan sedikit pengetahuannya, baik
itu masalah pengetahuan duniawi ataupun pengetahuan tentang agama, karena ilmu
pengetahuan itulah yang akan menuntun manusia menuju ke jalan yang benar untuk
mencapai tujuan akhir.
4)
Raja Marga
Raja Marga adalah suatu
jalan mistik (rohani) untuk mencapai moksa, raja marga mengajarkan bagaimana
mengendalikan indria-indria dan gejolak pikiran yang muncul dari pikiran
melalui tapa, brata, yoga dan semadhi. Tapa dan brata merupakan suatu latihan
untuk mengendalikan emosi atau nafsu yang ada dalam diri kita kearah yang lebih
positif sesuai dengan petunjuk ajaran kitab suci. Sedangkan yoga dan semadhi
adalah latihan untuk menyatukan atma dengan Brahman dengan melakukan meditasi
atau pemusatan pikiran.
2.3. Implementasi
Catur Marga dalam Kehidupan Sehari-Hari
1)
Bhakti
Marga Yoga
·
Jalan yang utama
untuk memupuk perasaan bakti ialah rajin menyembah Tuhan dengan hati yang tulus
ikhlas dengan melaksanakan Tri Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam sehari
yaitu pagi, siang, dan sore hari serta melaksanakan yadnya sesa/ ngejot setelah
memasak. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya dalam mewujudkan rasa bhakti
sekaligus mendekatkan diri kehadapan-Nya hendaknya melaksanakan puja tri sandya
tersebut dengan tulus dan ikhlas.
Implementasi bhakti marga
juga dapat dilihat pada hari-hari keagamaan hindu, seperti hari saraswati,
tumpek wariga dan tumpek uye dan hari raya lainnya.
2)
Jnana Marga Yoga
a)
Ajaran brahmacari
Brahmacari adalah mengenai
masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas pokok kita pada masa ini adalah
belajar dan belajar. Belajar dalam arti luas, yakni belajar dalam pengertian
bukan hanya membaca buku. Tetapi lebih mengacu pada ketulus iklasan dalam
segala hal. Maha Rsi Wararuci dalam Kitab Sarassamuccaya,
sloka 27 mengajari kita memanfaatkan masa muda ini dengan sebaik- baiknya,
yang beliau umpamakan seperti rumput ilalang yang masih muda. Bahwa masa muda
itu pikiran masih sangat tajam, hendaknya digunakan untuk menuntut dharma, dan ilmu pengetahuan. Dengan tajamnya pikiran seorang
anak juga bisa meyadnyakan tenaga dan pikirannya itu.
b)
Ajaran aguron-guron
Ajaran aguron-guron
merupakan suatu ajaran mengenai proses hubungan guru dan murid . Namun istilah
dan proses ini telah lama dilupakan karena sangat susah mendapatkan guru yang mempunyai kualifikasi tertentu dan juga sangat
sedikit orang menaruh perhatian dan minat terhadap hal ini. Seorang guru harus
mampu menuntun kita, menentukan arah tujuan kita, menunjukkan cara dan
metodenya, menghibur dan menyemangatinya.
c)
Ajaran catur guru
Berhasilnya seseorang
menempuh jenjang pendidikan tertentu (pendidikan tinggi yang berkualitas) tidak akan mungkin bila kita tidak memiliki rasa bhakti
kepada Catur Guru. Mereka yang melaksanakan ajaran Guru Bhakti sejak dini
(anak-anak), mereka pada umumnya memiliki disiplin diri dan percaya
diri yang baik. Dengan sikap ini, tidak saja akan sukses dalam bidang akademik,
tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan. Di sinilah kita melihat ajaran
Catur Guru senantiasa relevan sepanjang masa, sesuai dengan sifat agama Hindu
yang Sanatana Dharma. Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau rasa bhakti kepada
Catur Guru dapat dikembangkan dalam situasi apapun, sebab hakikat dari ajaran
ini adalah untuk pendidikan
diri, utamanya adalah pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada sang
Catur Guru dalam arti yang seluas-luasnya.
3)
Karma Marga
a)
Ngayah dan Matatulungan
Ngayah merupakan suatu
istilah yang ada di Bali yang identik dengan gotong royong. Ngayah ini bisa dilakukan di pura-pura dalam hal
upacara keagamaan, seperti odalan-odalan/karya. Sedangkan matulungan ini bisa
dilakukan terhadap antar manusia yang mengadakan upacara keagamaan pula,
seperti upacara pawiwahan, mecaru dan lain sebagainya. Sesuai dengan
ajaran karma yoga, maka hendaknya ngayah atau
matulungan ini dilakukan secara ikhlas tanpa ada ikatan apapun. Sehingga apayang
kita lakukan bisa memberikan suari manfaat.
b)
Mekarme sane melah
Berbuat
yang baik atau mekarma sane melah
hendaknya selalu kita lakukan. Dalam dalam agama hindu ada slogan mengatakan “Rame ing gawe sepi ing pamrih”, slogan
itu begitu melekat pada diri kita sebagai orang Hindu. Banyaklah berbuat baik
tanpa pernah berpikir dan berharap suatu balasan. Niscaya dengan begitu kita
akan selalu mendapat karunianya tanpa pernah terpikirkan dan kita sadari. Untuk
melaksanakan slogan itu dalam kehidupan sehari-hari tidaklah mudah untuk
memulainya. Sebagai makhluk ciptaan Brahman, sepantasnya kita menyadari bahwa
sebagian dari hidup kita adalah untuk beryadnya. Berkarma baik itu adalah suatu
pelayanan.
Kita akan ikut berbahagia bila bisa menyenangkan orang lain. Hal ini tentu dibatasi
oleh perbuatan Dharma. Slogan “Tat Twam
Asi” adalah salah satu dasar untuk ber-karma baik. “Engkau adalah Aku adalah Engkau”. Suatu slogan yang sangat sederhana untuk diucapkan, tapi memiliki arti yang
sangat mendalam, baik dalam arti pada kehidupan sosial umat dan
juga sebagai diri sendiri/individu yang memiliki pertanggungjawaban karma
langsung kepada Brahman.
c)
Ajaran Karma phala
Karma phala merupakan hasil
dari suatu perbuatan yang dilakukan. Kita percaya bahwa perbuatan yang
baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk (asubha
karma) membawa hasil yang buruk. Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk
mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara
yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan
dan tujuan yang buruk. Karmaphala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau
masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat
adalah surga. Sebaliknya bila hidupnya selalu berkarma buruk maka hukuman
nerakalah yang terjadi. Dalam pustaka- pustaka dan ceritera-ceritera keagamaan
dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas,
alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang indah dan serba mengenakkan. Neraka
adalah alam hukuman, tempat roh atau atman mendapat siksaan sebagai hasil dan
perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmatiSurga atau
neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaan kembali
sebagai karya penebusan dalam usaha menuju Moksa.
4)
Raja
Marga
Setiap
pengikut Raja Marga Yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan
rohaninya melalui Astangga Yoga. Astangga Yoga adalah delapan tahapan yoga
untuk mencapai moksa. Astangga Yoga diajarkan oleh Maha Rsi Patanjali dalam
bukunya yang disebut dengan Yoga Sutra Patanjali. Adapun bagian-bagian dari
Astangga Yoga yang merupakan implementasi dari ajaran Raja Marga adalah:
a)
Yama
Yama
yaitu bentuk larangan atau pengendalian diri yang harus dilakukan oleh seorang
dari segi jasmani, misalnya dilarang membunuh (ahimsa), dilarang berbohong
(satya), pantang menginginkan sesuatu yang bukan miliknya (asteya), pantang
melakukan hubungan seksual (brahmacari) dan tidak menerima pemberian dari orang
lain (aparigraha).
b)
Nyama
Nyama
yaitu bentuk pengendalian diri lebih bersifat rohani, misalnya Sauca (tetap
suci lahir batin), Santosa (selalu puas dengan apa yang datang), Swadhyaya
(mempelajari kitab-kitab keagamaan) dan Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada
Tuhan).
c)
Asana
Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan,
terartur dan disiplin.
d)
Pranayama
Pranayama
yaitu mengatur napas sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu puraka
(menarik napas), kumbhaka (menahan napas) dan recaka (mengeluarkan napas).
e)
Pratyahara
Pratyahara yaitu mengontrol dan
mengendalikan indriya dari ikatan objeknya, sehingga orang dapat melihat
hal-hal suci.
f)
Dhyana
Dhyana yaitu pemusatan pikiran
yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu objek. Dhyana dapat dilakuakan
terhadap Ista Dewata.
g)
Dharana
Dharana
yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan
h)
Samadhi
Samadhi yaitu penyatuan atman
(sang diri sejadi dengan Brahman) bila seseorang melakukan latihan yoga dengan
terartur dan sungguh-sungguh maka ia akan mendapat etaran-getaran suci dari
wahyu Tuhan.
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan antara lain:
3.1.
Catur marga adalah empat jalan atau cara umat
Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Catur Marga ini juga bisa diartiakan merupakan jalan atau cara umat
Hindu untuk menghormati dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida
Sang Hyang Widhi Wasa.
3.2.
Catur marga terdiri dari 4 bagian yaitu
Bhakti Marga yaitu jalan pengabdian kepada Ida Sang hyang Widhi Wasa melalui
cinta kasih yang luhur dan mulia , Jnana Marga yaitu jalan atau usaha untuk mempersatukan
jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu
pengetahuan dan filsafat, Karma Marga yaitu jalan atau usaha untuk mencapai
kesempurnaan atau moksa dengan perbuatan dan bekerja tanpa pamrih, dan Raja
Marga yaitu suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai moksa, yang mengajarkan
bagaimana mengendalikan indria-indria dan gejolak pikiran yang muncul dari
pikiran melalui tapa, brata, yoga dan semadhi.
3.3.
Implementasi Catur marga dalam kehidupan
sehari-hari dapat dilaksanakan dengan hal-hal yang sederhana misalnya Tri
Sandya, melakukan yadnya, tapa, bratha, yoga dan semadhi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://rah-toem.blogspot.co.id/2014/12/catur-marga-diktat-pembelajaran-1-agama.html
diakses pada 28 September 2015
http://www.puniatrimurti.or.id/2013/02/catur-marga-empat-jalan-menuju-tuhan_12.html
diakses pada 28 September 2015
http://sundosaripratiwi.blogspot.co.id/2013/02/tugas-agama-tentang-catur-marga-agama.html
diakses pada 28 September 2015
0 Response to "CATUR MARGA"
Post a Comment