-->

CATUR MARGA



BAB I
PENDAHULUAN
             1.1.            Latar Belakang
Catur Marga merupakan salah satu ajaran Hindu yang berarti empat jalan mencapai moksa (menuju Tuhan) yang terdiri dari Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, dan Raja Marga. Di dalam agama Hindu dikenal adanya berbagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Jalan atau cara itu bebas dipilih oleh umat-Nya sesuai dengan sifat dan pembawaannya. Dalam kitab Bhagavad Gita Bab IV Sloka (11) disebutkan :

ye yatha mam prapadyante
tams tathai ‘va bhajamy aham
mama vartma ‘nuvartante
manushyah partha sarvasah
Artinya :
Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima, dari mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku, oh Parta.
 Di dalam agama Hindu tidak ada suatu keharusan untuk menempuh satu-satu jalan, karena semua jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa diturunkan oleh-Nya untuk memudahkan umat-Nya menuju kepada-Nya. Empat jalan untuk menghubungkan diri, yang dimaksud adalah menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa akan berhasil bila didukung dengan metode, media maupun lokasi spiritual yang kondusif. Untuk itu, di samping personalitas pribadi orang yang menghubungkan diri kepada-Nya. Di zaman kaliyuga ini, masalah personalitas pribadi masih menjadi masalah dalam hal mendekatkan diri kehadap-Nya. Seperti yang kita ketahui bahwa moralitas manusia cenderung menurun karena kemajuan zaman dan faktor penyebab lainnya. Hal tersebut, sebenarnya bisa diatasi jika ada kesadaran dari manusia untuk selalu berbuat dengan memperhatikan ajaran agama. Salah satunya adalah dengan melaksanakan ajaran catur marga untuk menghubungkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Berkaitan dengan hal itu, umat Hindu khususnya di Bali telah bermunculan pelatihan-pelatihan yoga atau pun meditasi dengan berbagai cara. Meskipun dengan banyak cara, namun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai ketenangan dan penguasaan diri secara mendalam baik dari segi emosi, tingkah laku, maupun perkataan yang asal mulanya dimulai dari pikiran kita. Kemudian dalam konsep Hindu sendiri juga terdapat berbagai jenis yoga atau meditasi dan pengendalian diri yang kiranya harus dilakukan oleh umat Hindu, seperti pelaksanaan catur brata saat Hari Raya Nyepi, pelaksanaan jagra upawasa saat Hari Raya Siwaratri, termasuk juga pengendalian diri lainnya yang sudah terkandung dalam ajaran Catur Marga ini.
Mengingat pentingnya ajaran Catur Marga ini dan penerapannya pun juga tergolong sulit. Maka, pada makalah ini kami akan memaparkan dan mengupas lebih mendalam mengenai konsep Catur Marga itu sendiri, dengan harapan mampu memberi pengetahuan, gambaran dan motivasi untuk umat Hindu agar melaksanakan setiap hal yang berkaitan dengan Catur Marga dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apa yang menjadi keinginan kita bersama, yakni ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup akan bisa tercapai dengan maksimal.
          1.2.            Rumusan Masalah
   a.       Apakah pengertian Catur Marga?
   b.      Apa saja bagian – bagian  Catur Marga?
   c.       Bagaimanakah implementasi Catur Marga dalam kehidupanh sehari-hari?
          1.3.            Tujuan
    a.       Mengetahui pengertian Catur Marga
    b.      Mengetahui bagian – bagian  Catur Marga
    c.       Mengetahui implementasi Catur Marga dalam kehidupanh sehari-hari












BAB II
PEMBAHASAN
             2.1.      Pengertian Catur Marga
Catur Marga berasal dari dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti empat dan Marga berarti jalan/cara ataupun usaha. Jadi catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga juga sering disebut dengan Catur Yoga Marga. Catur Marga ini juga bisa diartiakan merupakan jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. 
Sumber ajaran Catur Marga diajarkan dalam pustaka suci Bhagavad Gita, terutama pada trayodhyaya tentang karma yoga/marga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran asubha karma (perbuatan yang tidak baik). Karma memiliki dua makna yakni karma terkait ritual atau yadnya dan karma dalam arti tingkah perbuatan.
2.2.            Bagian – Bagian Catur Marga
Di dalam ajaran kerohanian Hindu terdapat jalan untuk mencapai kesempurnaan, yaitu moksa, dengan menghubungkan diri dan pemusatan pikiran kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur marga terdiri dari empat bagian yaitu bhakti marga, jnana marga, karma marga dan raja marga.
       1)      Bhakti Marga
Kata Bhakti berarti menyalurkan cinta yang tulus dan luhur kepada Tuhan, kesetiaan kepada-Nya, perhatian yang sungguh-sungguh untuk memujanya. Kata Marga berarti jalan atau usaha, sehingga Bhakti Marga adalah jalan pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widhi melalui cinta kasih yang luhur dan mulia. Untuk memupuk sradha, harus ada rasa bhakti dan kasih sayang terhadap Tuhan, dalam ajaran Agama Hindu dikenal 2 bentuk bhakti yaitu:
a)      Aphara Bhakti, merupakan bhakti yang dilakukan melalui pemujaan atau persembahan dengan berbagai permohonan. Dan permohonan itu wajar mengingat keterbatasan pengetahuan kita. Namun, permohonan yang dimaksudkan itu wajar dan tidak berlebihan.
b)      Parabhakti, merupakan bhakti yang dilakukan melalui pemujaan atau persembahan dengan rasa tulus iklas, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya bukanlah dalam pengertian pasif tidak mau melakukan aktivitas, tetapi ia aktif dan dengan keyakinan bahwa bila bekerja dengan baik dan tulus niscaya akan memperoleh pahala yang baik pula. Dalam pustaka hindu, diuraikan beberapa jenis bentuk bhakti yang disebuta “Bhavabhakti”, sebagai berikut:
-          Santabhava adalah sikap bhakti seperti bhakti atau hormat seorang anak terhadap ibu dan bapaknya.
-          Sakyabhava adalah bentuk bhakti yang meyakini Hyang Widhi, manifestasi-Nya, Istadewata sebagai sahabat yang sangat akrab dan selalu memberikan perlindungan dan pertolongan.
-          Dasyabhava adalah bhakti atau pelayanan kepada Tuhan seperti sikap seorang hamba kepada majikannya.
-          Vatsyabhava adalah sikap seorang penyembah atau memandan Tuhan seperti anaknya sendiri.
-          Kantabhava adalah seorang penyembah atau bhakta seperti sikap seorang istri terhadap suami tercinta.
-          Madhuryabhava adalah bentuk bhakti sebagai cinta yang amat mendalam dan tulus dari seorang bhakta kepada Tuhan.
Gejala-gejala dari adanya Bhakti Marga adalah:
-          Kerinduan untuk bertemu kepada yang dipujanya
-          Keinginan untuk berkorban
-          Keingingan untuk menggambarkan
-          Melenyapkan rasa takut
-          Melahirkan rasa seni
-          Melahirkan rasa terharu
-          Melahirkan mitologi
            Seseorang yang menjalani Bhakti Marga disebut Bhakta, sikapnya selalu merasa puas dalam segala-galanya, baik dalam kelebihan dan kekurangan. Sikapnya yang tenang dan sabar membawanya pada keseimbangan batin yang sempurna, seorang Bhakta akan selalu mengembangkan sifat Catur Paramitha yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa. Selain itu, seorang bhakta akan selalu membebaskan diri dari keangkuhan (ahamkara) dan  tidak ada ikatan sama sekali terhadap apapun karena seluruh kekuatannya dipakai untuk memusatkan pikiran kepada Hyang Widhi.
2)      Karma Marga
Karma Marga adalah jalan atau usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan perbuatan dan bekerja tanpa pamrih. Dalam Bhagawadgita tentang Karma Yoga dinyatakan sebagai berikut:
Tasmad asaktah satatam karyam karma samcara, asakto hy acaran karma param apnoti purusah. (Bhagawadgita III. 19)
Artinya:
Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya, sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama.
Pada hakikatnya seorang karma yogi selalu mendambakan pedoman rame inggawe sepi ing pamrih. dengan menyerahkan keinginannya akan pahala yang berlipat ganda. Hidupnya akan berlangsung dengan tenang dan dia akan memancarkan sinar dari tubuhnya maupun dari pikirannya. Bahkan masyarakat tempat hidupnya pun akan menjadi bahagia, sejahtera, ia akan mencapai kesucian batin dan kebijaksanaan.
3)      Jnana Marga
Jnana artinya, kebijakan filsafat (pengetahuan). Sehingga, Jnana Marga artinya mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan diri dari ikatan-ikatan keduniawian. Tiada ikatan yang lebih kuat daripada Maya, dan tiada kekuatan yang lebih ampuh daripada Yoga untuk membasmi ikatan-ikatan Maya itu. Untuk melepaskan ikatan-ikatan kita harus mengarahkan segala pikiran kita dan memaksanya kepada kebiasaan-kebiasaan suci. Akan tetapi, bila kita ingin memberi suatu bentuk kebiasaan suci pada pikiran kita, akhirnya pikiran harus menerimanya. Sebaiknya bila pikiran tidak mau menerimanya maka haruslah kita akui bahwa segala pendidikan yang kita ingin biasakan itu tidak ada gunanya. Jadi proses pertumbuhan merupakan hal yang mutlak, sebagai jalan tumbuhnya pikiran, perbuatan lahir, pelaksanaan swadharma, dan sikap batin (wikrama) sangat diperlukan dimana perbuatan lahir adalah penting, karena jika tidak berbuat maka pikiran kita tidak dapat diuji kebenarannya. Perbuatan lahir menunjukkan kualitas sebenarnya dari pikiran kita. Ada tiga hal yang penting dalam hidup ini yaitu kebulatan pikiran, pembatasan pada kehidupan sendiri, dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang maupun pandangan yang kokoh, tentram, dan damai. Ketiga hal tersebut di atas merupakan Dhyana yoga. Untuk tercapainya perlu dibantu dengan Abhyasa,yaitu latihan-latihan dan vairagya yaitu keadaan tidak mengaktifkan diri. Kekuatan pikiran kita lakukan saat kita berbuat apa saja, dan pikiran harus kita pusatkan kepada-Nya. Dalam urusan-urusan keduniawian pemusatan ini mutlak diperlukan. Hal ini bukan hanya diperlukan untuk sukses di dunia, tetapi juga dibutuhkan untuk kemajuan spiritual atau batin. Usaha untuk menjernihkan kegiatan kita sehari-hari ialah kehidupan rohani. Apapun yang kita laksanakan, berhasil atau tidaknya tergantung kepada kekuatan pemusatan pemikiran kita kepada-Nya. Inilah kelebihan Jnana Marga dibandingkan dengan marga-marga lainnya. Dengan dikuasainya ilmu pengetahuan, manusia dapat bekerja lebih efektif dan efisien, dibandingkan dengan mereka yang dungu dan sedikit pengetahuannya, baik itu masalah pengetahuan duniawi ataupun pengetahuan tentang agama, karena ilmu pengetahuan itulah yang akan menuntun manusia menuju ke jalan yang benar untuk mencapai tujuan akhir.
4)      Raja Marga
Raja Marga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai moksa, raja marga mengajarkan bagaimana mengendalikan indria-indria dan gejolak pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan semadhi. Tapa dan brata merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi atau nafsu yang ada dalam diri kita kearah yang lebih positif sesuai dengan petunjuk ajaran kitab suci. Sedangkan yoga dan semadhi adalah latihan untuk menyatukan atma dengan Brahman dengan melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.

2.3.               Implementasi Catur Marga dalam Kehidupan Sehari-Hari
     1)      Bhakti Marga Yoga
·                 Jalan yang utama untuk memupuk perasaan bakti ialah rajin menyembah Tuhan dengan hati yang tulus ikhlas dengan melaksanakan Tri Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang, dan sore hari serta melaksanakan yadnya sesa/ ngejot setelah memasak. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya dalam mewujudkan rasa bhakti sekaligus mendekatkan diri kehadapan-Nya hendaknya melaksanakan puja tri sandya tersebut dengan tulus dan ikhlas.
Implementasi bhakti marga juga dapat dilihat pada hari-hari keagamaan hindu, seperti hari saraswati, tumpek wariga dan tumpek uye dan hari raya lainnya.
     2)      Jnana Marga Yoga
a)      Ajaran brahmacari
Brahmacari adalah mengenai masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas pokok kita pada masa ini adalah belajar dan belajar. Belajar dalam arti luas, yakni belajar dalam pengertian bukan hanya membaca buku. Tetapi lebih mengacu pada ketulus iklasan dalam segala hal. Maha Rsi Wararuci dalam Kitab Sarassamuccaya, sloka 27 mengajari kita memanfaatkan masa muda ini dengan sebaik- baiknya, yang beliau umpamakan seperti rumput ilalang yang masih muda. Bahwa masa muda itu pikiran masih sangat tajam, hendaknya digunakan untuk menuntut dharma, dan ilmu pengetahuan. Dengan tajamnya pikiran seorang anak juga bisa meyadnyakan tenaga dan pikirannya itu.
b)      Ajaran aguron-guron
Ajaran aguron-guron merupakan suatu ajaran mengenai proses hubungan guru dan murid . Namun istilah dan proses ini telah lama dilupakan karena sangat susah mendapatkan guru yang mempunyai kualifikasi tertentu dan juga sangat sedikit orang menaruh perhatian dan minat terhadap hal ini. Seorang guru harus mampu menuntun kita, menentukan arah tujuan kita, menunjukkan cara dan metodenya, menghibur dan menyemangatinya.
c)      Ajaran catur guru
Berhasilnya seseorang menempuh jenjang pendidikan tertentu (pendidikan tinggi yang berkualitas) tidak akan mungkin bila kita tidak memiliki rasa bhakti kepada Catur Guru. Mereka yang melaksanakan ajaran Guru Bhakti sejak dini (anak-anak), mereka pada umumnya memiliki disiplin diri dan percaya diri yang baik. Dengan sikap ini, tidak saja akan sukses dalam bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan. Di sinilah kita melihat ajaran Catur Guru senantiasa relevan sepanjang masa, sesuai dengan sifat agama Hindu yang Sanatana Dharma. Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau rasa bhakti kepada Catur Guru dapat dikembangkan dalam situasi apapun, sebab hakikat dari ajaran ini adalah untuk  pendidikan diri, utamanya adalah pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada sang Catur Guru dalam arti yang seluas-luasnya.
       3)      Karma Marga
a)      Ngayah dan Matatulungan
Ngayah merupakan suatu istilah yang ada di Bali yang identik dengan gotong royong. Ngayah ini bisa dilakukan di pura-pura dalam hal upacara keagamaan, seperti odalan-odalan/karya. Sedangkan matulungan ini bisa dilakukan terhadap antar manusia yang mengadakan upacara keagamaan pula, seperti upacara pawiwahan, mecaru dan lain sebagainya. Sesuai dengan ajaran karma yoga, maka hendaknya ngayah atau matulungan ini dilakukan secara ikhlas tanpa ada ikatan apapun. Sehingga apayang kita lakukan bisa memberikan suari manfaat.
b)      Mekarme sane melah
Berbuat yang baik atau mekarma sane melah hendaknya selalu kita lakukan. Dalam dalam agama hindu ada slogan mengatakan “Rame ing gawe sepi ing pamrih”, slogan itu begitu melekat pada diri kita sebagai orang Hindu. Banyaklah berbuat baik tanpa pernah berpikir dan berharap suatu balasan. Niscaya dengan begitu kita akan selalu mendapat karunianya tanpa pernah terpikirkan dan kita sadari. Untuk melaksanakan slogan itu dalam kehidupan sehari-hari tidaklah mudah untuk memulainya. Sebagai makhluk ciptaan Brahman, sepantasnya kita menyadari bahwa sebagian dari hidup kita adalah untuk beryadnya. Berkarma baik itu adalah suatu  pelayanan. Kita akan ikut berbahagia bila bisa menyenangkan orang lain. Hal ini tentu dibatasi oleh perbuatan Dharma. Slogan “Tat Twam Asi” adalah salah satu dasar untuk  ber-karma baik. “Engkau adalah Aku  adalah Engkau”. Suatu slogan yang sangat sederhana untuk diucapkan, tapi memiliki arti yang sangat mendalam, baik dalam arti pada kehidupan sosial umat dan juga sebagai diri sendiri/individu yang memiliki pertanggungjawaban karma langsung kepada Brahman.
c)      Ajaran Karma phala
Karma phala merupakan hasil dari suatu perbuatan yang dilakukan. Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk. Karmaphala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah surga. Sebaliknya bila hidupnya selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang terjadi. Dalam pustaka- pustaka dan ceritera-ceritera keagamaan dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas, alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman, tempat roh atau atman mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa hidupnya.  Selesai menikmatiSurga atau neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju Moksa.
     4)      Raja Marga
Setiap pengikut Raja Marga Yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan rohaninya melalui Astangga Yoga. Astangga Yoga adalah delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa. Astangga Yoga diajarkan oleh Maha Rsi Patanjali dalam bukunya yang disebut dengan Yoga Sutra Patanjali. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yang merupakan implementasi dari ajaran Raja Marga adalah:
a)      Yama
Yama yaitu bentuk larangan atau pengendalian diri yang harus dilakukan oleh seorang dari segi jasmani, misalnya dilarang membunuh (ahimsa), dilarang berbohong (satya), pantang menginginkan sesuatu yang bukan miliknya (asteya), pantang melakukan hubungan seksual (brahmacari) dan tidak menerima pemberian dari orang lain (aparigraha).
b)      Nyama
Nyama yaitu bentuk pengendalian diri lebih bersifat rohani, misalnya Sauca (tetap suci lahir batin), Santosa (selalu puas dengan apa yang datang), Swadhyaya (mempelajari kitab-kitab keagamaan) dan Iswara pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan).
c)      Asana
Asana yaitu sikap duduk yang menyenangkan, terartur dan disiplin.
d)     Pranayama
Pranayama yaitu mengatur napas sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu puraka (menarik napas), kumbhaka (menahan napas) dan recaka (mengeluarkan napas).
e)      Pratyahara
Pratyahara yaitu mengontrol dan mengendalikan indriya dari ikatan objeknya, sehingga orang dapat melihat hal-hal suci.
f)       Dhyana
Dhyana yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu objek. Dhyana dapat dilakuakan terhadap Ista Dewata.
g)      Dharana
Dharana yaitu usaha-usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan
h)      Samadhi
Samadhi yaitu penyatuan atman (sang diri sejadi dengan Brahman) bila seseorang melakukan latihan yoga dengan terartur dan sungguh-sungguh maka ia akan mendapat etaran-getaran suci dari wahyu Tuhan.



BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan antara lain:
3.1.            Catur marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga ini juga bisa diartiakan merupakan jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. 
3.2.            Catur marga terdiri dari 4 bagian yaitu Bhakti Marga yaitu jalan pengabdian kepada Ida Sang hyang Widhi Wasa melalui cinta kasih yang luhur dan mulia , Jnana Marga yaitu jalan atau usaha untuk mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat, Karma Marga yaitu jalan atau usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan perbuatan dan bekerja tanpa pamrih, dan Raja Marga yaitu suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai moksa, yang mengajarkan bagaimana mengendalikan indria-indria dan gejolak pikiran yang muncul dari pikiran melalui tapa, brata, yoga dan semadhi.
3.3.            Implementasi Catur marga dalam kehidupan sehari-hari dapat dilaksanakan dengan hal-hal yang sederhana misalnya Tri Sandya, melakukan yadnya, tapa, bratha, yoga dan semadhi.
DAFTAR PUSTAKA
http://caturmarga.blogspot.co.id/B diakses pada 28 September 2015

0 Response to "CATUR MARGA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel