-->

ETIKA, MORAL, DAN NORMA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga kerangka dasar, di mana bagian yang satu dengan lainnya saling mengisi, dan merupakan satu kesatuan yang bulat, sehingga dapat dihayati, dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga kerangka dasar Agama Hindu yaitu: (1) tattwa, (2) susila, dan (3) upakara. Ketiganya secara sistematik merupakan satu kesatuan yang saling memberi fungsi atas sistem agama Hindu secara keseluruhan. Untuk dapat memahami, mengalami dan mengamalkan ajaran Agama Hindu secara utuh dalam hidup dan kehidupan sehari-hari maka setiap umat Hindu memiliki kewajiban menjadikan kerangka dasar sebagai pedoman. dengan demikian mereka dapat mewujudkan hidup dan kehidupan ini menjadi sejahtera dan bahagia.
Etika dan moralitas menjadi salah satu bagian dari kerangka dasar Agama Hindu, yaitu termasuk ke dalam bagian Susila. Dengan demikian apa yang baik dan apa yang buruk untuk melaksanakan etika dan moral akan dapat dipahami dengan jelas karena acuan beretika dan pentingnya menjaga moralitas sangat jelas sumber dan referensinya dari sastra-sastra suci di dalam ajaran Agama Hindu.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, Agama Hindu sangat menekankan kemurnian atau kesucian hati sebagai wujud transformasi diri, karena sesungguhnya akhir dari pendidikan agama adalah perubahan karakter, dari karakter manusia biasa menuju karakter manusia devatà, yakni manusia berkepribadian mulia (dari manava menuju madhava). Usaha untuk menyucikan diri merupakan langkah menuju kesatuan dengan-Nya, yang berarti juga menumbuhkan kesadaran persaudaraan sejati terhadap semua makhluk ciptaan-Nya, karena dalam pandangan kesatuan ini (advaita) semua makhluk adalah bersaudara (vasudhaivakutumbhakam).
Tentu saja etika dan moral dalam agama Hindu, norma agama yang dijadikan titik tolak berpikir. Demikianlah pola-pola kepercayaan, paham-paham filsafat agama Hindu mempunyai kedudukan yang amat penting dalam etika Hindu.
Kepercayaan agama Hindu berpangkal dari kepercayaan kepada Tuhan yang berada di mana-mana, yang mengetahui segala. Ia adalah saksi agung yang menjadi saksi segala perbuatan manusia. Karena itu manusia tidak dapat menyembunyikan segala perbuatannya terhadap Tuhan baik perbuatan itu perbuatan baik maupun perbuatan yang buruk.
Disamping keyakinan bahwa Tuhan mengetahui semua perbuatan orang, penganut agama Hindu amat meyakini adanya hukum karma yang menyatakan bahwa setiap perbuatan itu ada akibatnya. Bila seseorang berbuat baik maka ia akan memetik buah yang baik dan bila seseorang berbuat buruk ia akan memetik buah yang buruk.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tergugah untuk membahas lebih lanjut mengenai etika, moral, dan norma sehingga mengangkat “Analisis Etika, Moral, dan Norma dalam Agama Hindu” sebagai judul makalah ini.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep mengenai etika, moral, dan norma beserta macam – macamnya ?
1.2.2   Bagaimana implementasi etika, moral, norma dalam kehidupan sehari – hari ?
1.3      Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep mengenai etika, moral, dan norma beserta macam – macamnya.
1.3.2   Untuk mengetahui implementasi etika, moral, norma dalam kehidupan sehari – hari.
1.4 Manfaat
1.4.1   Bagi Penulis
a.    Dapat meningkatkan kemampuan dalam menyusun makalah ilmiah.
b.    Dapat meningkatkan pemahaman penulis terhadap materi terkait.

1.4.2   Bagi Masyarakat
a.    Dapat mengetahui lebih dalam mengenai materi terkait.
b.    Dapat mengimplementasikan etika, norma, dan moral dalam kehidupan sehari – hari.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Moral
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik.
Moral sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
  1. Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu pengejawantahan dari pancaran Tuhan. Moral murni disebut juga hati nurani.
  2. Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran filosofis, agama, adat, yang menguasai kehidupan manusia. Dalam penerapannya, moral terapan dapat disamakan sebagai etika.

2.2 Konsep Etika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dalam kaitannya dengan etika, Berthens menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk tunggal yang berarti alat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah etika oleh filsuf Yunani, Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara- cara yang sopan, sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.
James J. Spilane SJ mengungkapkan bahwa etika atau ethics mempertahankan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektifitas untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dalam tingkah laku seesorang terhadap orang lain.
Etika merupakan cabang filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan, dan kadang-kadang orang memakai istilah filsafat etika, filsafat moral, atau filsafat susila. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa etika adalah penyelidikan filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia, dan hal-hal yang baik-buruk. Etika tidak membahas keadaan manusia, melainkan membahas bagaimana manusia itu seharusnya bertingkah laku benar. Etika merupakan filsafat praktis manusia. Etika adalah cabang dari aksiologi yaitu ilmu tentang nilai yang menitikberatkan pada pencarian salah dan benar atau dalam pengertian lain tentang moral dan immoral.
Sebagaimana diketahui bahwa moral dan etika merupakan tatanan yang melandasi tingkah laku manusia, dan dengan moral dan etika agar manusia bertingkah dan bersikap yang lebih baik. Untuk itu, moral dan etika mempunyai banyak peranan, sebagaimana juga fungsinya yang menjadi suatu media pembimbing tingkah laku manusia, agar menjadi orang yang baik. Dalam hal ini, etika dapat dikatakan sebagai pemberi arahan, garis patokan atau pedoman kepada manusia bagaimana sebaiknya bertingkah laku dalam masyarakat.
Konsep Etika dalam Hindu
Sebagaimana diketahui bahwa etika merupakan tatanan yang melandasi tingkah laku manusia, dan dengan etika agar manusia bertingkah dan bersikap yang lebih baik. Untuk itu, etika mempunyai banyak peranan, sebagaimana juga fungsinya yang menjadi suatu media pembimbing tingkah laku manusia, agar menjadi orang yang baik. Dalam hal ini, etika dapat dikatakan sebagai pemberi arahan, garis patokan atau pedoman kepada manusia bagaimana sebaiknya bertingkah laku dalam masyarakat.
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata su berarti baik, sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Di dalam kitab Wrshpati Tattwa, 26 dinyatakan mengenai arti kata sila dalam kalimat : “Sila ngaranya angraksa acara rahayu”. Kata susila mengandung pengertian perbuatan baik atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan melakasanakan etika itu karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain. Etika berkedudukan sebagai pengetahuan tata susila mengatur tingkah laku umat manusia agar tidak menyimpang dari sabda Tuhan. Etika menjadi dasar-dasar pelaksanaan ajaran agama untuk mencapai Moksa.
Ajaran etika di dalam Weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi antara lain kebenaran, kasih tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan, kemurahan hati, keluhuran budi pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi, percaya diri, membina hubungan yang serasi, mementingkan persaudaraan dan persatuan, kesucian hati, mengembangkan sifat – sifat ramah dan manis, wiweka ( kemampuan membedakan baik buruk), mengendalikan diri, dan banyak lagi lainnya.
Tingkah laku (etika) itu meliputi Trikaya Parisudha; Karma Patha, dan Tat Twam Asi.
1.      Trikaya Parisudha
      Trikaya parisuda berasal dari bahasa Sansekerta. Tri berarti tiga, kaya atau karya berarti kerja atau perilaku, dan parisudha berarti upaya penyucian. Jadi, Trikaya parisuda mengandung arti upaya pembersihan dari tiga macam perilaku kita yaitu:
a.       Dasar perilaku pikiran yang baik (Manacika)
b.      Dasar perilaku ucapan yang baik (Vacika)
c.       Dasar perilaku perbuatan badan yang baik (Kayika)
Maka dengan adanya pikiran yang baik akan menimbulkan ucapan yang baik, sehingga menimbulkan perbuatan jasmani yang baik.
Menurut Hindu Dharma setiap perilaku manusia dalam berlaku susila yang baik akan menghilangkan segala musuh yang berdiam di dalam hati (batin) manusia. Karena itu lebih berbahaya daripada musuh dari luar. Musuh batin itu yaitu:
        a)            Sad ripu
Sad berarti enam, Ripu berarti musuh. Jadi, sadripu ialah enam jenis musuh dalam hati yang tidak patut dimiliki umat manusia.
-          Kama: Hawa nafsu yang didorong oleh nafsu inderawi
-          Lobha: Sifat rakus akan membawa orang pada kehinaan
-          Krodha: Kemarahan
-          Mada: Mabuk-mabukan
-          Himsa: Menyiksa makhluk yang tak bersalah
-          Matsarya: Sifat iri hati
b)    Sad Tatayi
Sad berarti enam, Tatayi berarti pembunuh kejam. Jadi sad tatayi berarti enam pembunuh kejam, yakni:
-          Agnida : membakar milik orang lain
-          Wisada : meracun orang lain
-          Atharwa : melakukan ilmu sihir
-          Sastraghna : mengamuk sehingga menimbulkan kekacauan
-          Dratikrama : memperkosa wanita
-          Rajapisuna : memfitnah mengakibatkan kematian orang lain
c)       Sapta Timira
Sapta berarti tujuh, Timira berarti kegelapan. Jadi, saptatimira adalah tujuh macam kegelapan (perbuatan yang tidak baik), yakni:
-          Surupa              : Sombong karena memiliki kecantikan
-          Dhana              : Sombong karena merasa dirinya kaya
-          Guna                : Sombong karena merasa dirinya pandai
-          Kulina              : Sombong karena kebanggaan keturunan ningrat
-       Yowana           : Sombong karena merasa dirinya kuat, menyomvongkan masa muda, berbuat sewenang-wenang
-          Sura                  : Mabuk karena meminum minuman keras
-          Kasuran            : Sombong karena kedudukan tinggi.
Indriya mempengaruhi setiap hal yang dilakukan manusia. Untuk itu, ada ajaran yang dapat menangkal pengaruh buruk dari indriya. Ajaran tersebut dikenal dengan panca yama brata dan panca niyama brata yakni:
Ajaran panca yama brata adalah lima jenis ajaran pengendalian diri atas :
      ¾    Ahimsa                        : tidak bunuh membunuh
      ¾    Brahmacarya               : tidak kawin atau tekun untukmenuntut ilmu pengetahuan
      ¾    Satya                           : berlaku benar dan jujur
      ¾    Awyawaharika            : tidak bertengkar atau tidak berbuat yang gaduh
      ¾    Astainya                      : tidak mencuri atau tidak curang
Ajaran panca niyama brata adalah lima ajaran pengendalian terdiri atas :
     ¾    Akrodha                     : artinya tidak marah kepada siapapun
    ¾    Gurususrusa                : artinya dapat berperilaku yang hormat dan sopan kepada sang guru atau acarya
     ¾    Sauca                           : artinya dapat berlaku suci secara lahir dan batin
     ¾    Aharalaghawa             : artinya makan yang sederhana serta mengatur tata makanan yang baik dan benar atau tidak makan makanan yang sembarangan
     ¾    Apramada                   : artinya tidak berperilaku yang lalai atau salah terhadap semua hal yang dilakukan.
2. Tat Twam Asi
            Adalah suatu falsafah dalam Hinduisme yang mengajarkan kesosialan tanpa batas, disebabkan telah diketahui bahwa segala makhluk adalah sama, sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri. Tat Twam Asi merupakan dasar utama untuk mewujudkan masyarakat shanti (damai), kerta raharja (makmur). Ber tat wam asi berarti selalu mengutamakan cinta kasih, rela berkorban, dan berbakti kepada orang tua guru, bangsa, dan negara.
Ini merupakan kondisi manusia dalam berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan dan kodisi manusia dalam berhubungna dengan Tuhannya. Jika hubungan manusia dengan Tuhannya itu disebut posisi penyatuan atau Anubawa. Tat wam asi ini adalah merupakan cara untuk menangkal musuh. Maksud dari tat twan asi ini adalah “Engkau adalah aku, aku adalah engkau”. Maksud dari kalimat tersebut adalah kamu adalah saya, jika aku menyakitimu maka aku juga menyakiti diri saya sendiri. Jika dengan Tuhan (vertikat) berarti Tuhan adalah saya. Jika saya tidak taat pada Tuhan berarti saya menyakiti Tuhan.
3.    Karma Patha
Bermakna pelaksanaan atau pengendalian tingkah laku yang baik, perkataan yang baik, dan pikiran yang baik, yang terdiri atas:
a.       Tiga macam pengendalian melalui tingkah laku: tidak melakukan penyiksaan/ membunuh makhluk yang tidak bersalah; hanya dibolehkan dalam perang, untuk menyelamatkan jiwa sendiri, untuk yajna/yadna (menyembelih hewan untuk sesaji).
b.       Tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda dan tidak mencuri.
c.       Tidak berbuat serong: tidak korupsi; tidak berbuat curang atau tidak mengadakan hubungan segitiga yang dapat menimbulkan kekeruhan rumah tangga.
d.      Empat macam pengendalian melalui perkataan: tidak memaki orang lain, tidak berkata kasar, tidak memfitnah, tidak ingkar pada ucapan.
e.       Tiga macam pengendalian melalui pikiran: tidak mengingini sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk pada orang lain, tidak mengingkari hukum karma phala.
 Dalam pustaka Sarasamuccaya ayat 75 menyebutkan “Tindakan dan gerak pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan ada tiga, yang diperinci sebagai berikut: tidak ingin dan tidak dengki kepada kepunyaan orang lain, tidak bersikap kejam terhadap segala makhluk, percaya akan kebenaran hukum karma phala itulah ketiga pikiran merupakan pengendalian hawa nafsu”.
Bagian Etika
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
1.      Meta-etika
Metaetika adalah kajian etika yang membahas tentang ucapan-ucapan ataupun kaidah-kaidah bahasa aspek moralitas, khususnya berkaitan dengan bahasa etis (bahasa yang digunakan dalam bidang moral). Kebahasaan seseorang dapat menimbulkan penilaian etis terhadap ucapan mengenai yang baik, buruk dan kaidah logika.
Contoh:
Bahasa iklan yang berlebihan dan menyesatkan, seperti pada tayangan iklan obat yang menganjurkan meminum obat tersebut agar sembuh dan sehat kembali. Ketika orang mulai mengkritik iklan tersebut, maka dimunculkanlah ucapan etis: “jika sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis tersebut seolah dihadirkan oleh sekelompok produsen untuk disampaikan kepada masyarakat agar lebih bijak dalam meminum obat tersebut.

2.      Etika Deskriptif
      Etika deskriptif memberikan gambaran tingkah laku moral dalam arti luas, seperti norma dan aturan yang berbeda dalam suatu masyarakat atau individu yang berada dalam kebudayaan tertentu atau yang berada dalam kurun atau periode tertentu. Norma dan aturan tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang berasal dari kebudayaan atau kelompok tertentu. Ajaran tersebut lazim diajarkan para pemuka masyarakat dari kebudayaan atau kelompok tersebut.
Contoh:
Masyarakat Jawa mengajarkan tatakrama terhadap orang yang lebih tua dengan menghormatinya, bahkan dengan sapaan yang halus sebagai ajaran yang harus diterima. Bila tidak dilakukakan, masyarakat menganggapnya aneh atau bukan orang Jawa.

3.      Etika Normatif
Etika normatif mempelajari studi atau kasus yang berkaitan dengan masalah moral. Etika normatif mengkaji rumusan secara rasional mengenai prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab yang dapat digunakan oleh manusia. Dalam etika normatif yang paling menonjol adalah penilaian mengenai norma-norma. Penilaian ini sangat menentukan perilaku manusia yang baik dan buruk.
            Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat umum dan khusus. Etika normatif umum mengkaji norma etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan etika normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada perilaku manusia yang khusus, misalnya etika keluarga, etika profesi (etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis, dll.), etika politik, dll.
Jenis Etika


            1.      Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:
     a.       Non-empiris. Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
      b.      Praktis. Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.

2.    Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
            Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang berdasarkan unsure-unsur teologis.  Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika umat Hindu, misalnya, etika teologis adalah etika yang bersumber dari unsure teologis tentang kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Tuhan yang Maha Esa atau yang sering disebut Brahman, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan kepada Brahman itu sendiri. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris.  Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.
2.3 Konsep Norma
Secara umum kita dapat membedakan norma menjadi dua norma yaitu:
  1. Norma khusus adalah aturan yang berlaku dalam kegiatan atau kehidupan khusus,misalnya aturan olahraga, aturan pendidikan, atau aturan sekolah, dan sebagainnya
  2. Norma umum,adalah norma yang bersifat umum atau universal.
Didalam kehidupan masyarakat Hindu terdapat norma-norma (aturan-aturan)yang mengatur perilaku anggota masyarakat,yaitu sebagai berikut:
a. Norma Agama
Norma agama merupakan atuaran-aturan yang mutlak kebenarannya karena aturan-aturan tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.Kebenaran norma adalah mutlak. Hal ini disebabkan oleh aturan dan sanksinya diciptakan  oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Norma Agama berisi petunjuk Tuhan yang berupa perintah(kewajiban dan anjuran),larangan dan sanksinya bagi yang melanngar adalah di akhirat.
b. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan merupakan aturan-aturan yang bersumber dari suara hati nurani manusia yang sesuai dengan perilaku masyarakat Agama Hindhu . Contohnya kita harus jujur,mencintai sesama manusia,menyayangi semua makhluk hidup, tidak boleh berbohong,dan tidak boleh menyakiti hati orang lain.Seorang yang melanggar norma ini akan menerima sanksi berupa perasaan tidak tentram,resah,gelisah dan sebagainya.
c. Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang mengatur sikap dan tingkah laku manusia dalam masyarakat. Norma ini berisi perintah masyarakat yang harus dilaksanakan dan larangan masyarakat tidak boleh dilakukan. Pelanggarannya terhadap norma kesopanan akan menimbulkan sanksi dari masyarakat yang terwujud dalam bentuk teguran, caci,cemooh,diasingkan dari pergaulan,dan sebagainnya.
d .Norma Hukum
Norma hukum adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh negara atau badan yang berwenang. Norma hukum berisi perintah Negara yang dilaksanakan dan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh warga Negara. Sifat dari norma ini adalah tegas dan memaksa. Sifat”memaksa”dengan sanksinya yang tegas inilah yang merupakan kelebihan dari norma hukum, jika dibandingkan dengan norma-norma yang lainnya. Demi tegaknya hukum, Negara mempunyai lembaga beserta aparat-aparatnya di bidang penegakan Hukum seperti polisi,jaksa,dan hakim. Bila seseorang melanggar hukum,ia akan menerima sanksinya berupa hukuman misalnya hukuman mati,penjara,kurungan,dan denda.

2.4    Hubungan Moral, Etika, dan Norma
Dalam pelaksanaannya, moral dan etika menuntut adanya perilaku baik dan benar sesuai dengan ajaran dan tuntunan. Dalam hal ini, norma menjadi batasan yang mengarahkan manusia pada terciptanya moral serta etika yang baik dan berakhlak. Di sini semua jenis norma memainkan peran masing – masing dalam menciptakan manusia yang baik dan berakhlak. Utamanya norma agama yang memberikan ajaran mengenai moral dan etika  bagi umat yang bersumber dari ajaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Yang membedakan etika dan moral adalah etika dengan dasar objektif dan moral dengan dasar subjektif. Jadi, pada saat saat membicarakan tingkah laku beretika maka tingkah laku itu dilakukan atas dasar akal budi dan pada tingkah laku bermoral maka tingkah laku itu dilakukan atas dasar hati nurani.
2.5    Implementasi Etika, Moral, dan Norma
Setelah mempelajari ajaran etika, norma, moral yang dimuat dalam kitab suci Weda, Itihasa, Purana dan sebagainya, kita sebagai umat Hindu mempunyai kewajiban peran serta dalam implementasi(penerapan) menjalankan, melaksanakan ajaran tersebut. Berikut ini diungkapkan, petikan intisari ajaran yang penting kita jadikan perilaku kita sehari-hari di masyarakat di antara aying manusia.
      a.      Kebenaran/Kejujuran (Satyam, Dharma)
Sabda suci Weda menyatakan bahwa kebenaran/ kejujuran (satyam), merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan. Bila seseorang senantiasa mengikuti kebenaran, maka hidupnya akan selamat, sejahtera, terhindar dari bencana, memperoleh kebijaksanaan dan kemuliaan. Kebenaran/kejujuran dapat dilaksanakan dengan mudah, bila seseorang memiliki keyakinan (sradha). Dengan keyakinan seseorang akan mantap bertindak di jalan yang benar, menuju kebenaran.
Artaheva Vda XIV.1.1.
“Kebenaran, kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga langit. Hukum-hukum alam menyangga matahari. Tuhan Yang Maha Esa, meresapi seluruh lapisan udara yang melipui bumi (atmosfer)”.
Sarasamuscaya sloka 128
Tak berjauhan ayi (beracun) itu dengan amrta : disinilah di badan sendirilah tempatnya: keterangannya, jika orang itu bodoh, dan senang hatinya kepada adharma, ayi atau racun didapat olehnya; sebaiknya kokoh berpegangan kepada kebenaran, tidak goyah hatinya bersandar kepada dharma, maka amrtalah diperolehnya.
Sarasamuscaya solka : 41,42
“Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan oleh perbuatan, perkataan dan pikiran yang tidak menyenangkan dirimu sendiri, malahan menimbulkan duka yang menyebabkan sakit hati, jangan mengukur baju di badanmu sendiri, perilaku anda yang demikian itulah dharma namanya: penyelewengan ajaran dharma, jangan hendaknya dilakukan.
“Bahwa segala perilaku orang yang bijaksana, orang yang jujur, orang satya wacana, pun orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunyadan tulus iklhas lahir bathin, pasti berlandaskan dharma segala laksana beliau, laksana beliau itulah yang dinamai laksana dharma”.

       b.      Kebajikan
Didalam ajaran Hindu, kata “dharma” mempunyai arti yang luas, antara lain kebenaran, kebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur, dsb.
Dalam Rgveda VII.32.8
“Tuhan Yang Maha Esa yang pemurah memberkahi orang yang penuh kebajikan.
Sarasamuscaya Sloka 12.13
“Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan lebih dahulu, tak tersaingkan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti, tidak ayinga artinya jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma”.
“Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang yang bajik yang melaksanakan dharma, dipuji dan disanjung olehnya, karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan, beliau tidak menjungjung orang yang kaya dan orang yang selalu birahi cinta waita, sebab orang itu tidak sungguh berbahagia, karena adanya pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan dan hawa nafsu itu.

      c.       Kasih Sayang (Cinta Kasih)
Kitab suci Sarasamuscaya sloka 135-136-146
“Oleh karenanya usahakanlah kesejahteraan makhluk, karena kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjamin tegaknya catur warga, yaitu Dharma, Artha, Kama, dan Moksa, jika mau mencabut nyawanya mahluk, betapa itu tidak musnah olehnya, demikianlah orang yang menjaga kesejahteraan mahluk itu, ia itulah yang disebut menegakkan catur warga, dinamakan Abhutahita, jika sesuatunya itu tidak terjaga atau terlindungi olehnya.
“Bila orang itu aying akan hidupnya apa sebabnya ia itu ingin memusnahkan hidup mahluk lain, hal itu sekali-kali tidak memakai ukuran diri sendiri, segala sesuatu yang akan dapat menyenangkan kepada dirinya, mestinya itulah dicita-citakannya terhadap mahluk lain”.

      d.      Kedamaian dan Tanpa Kekerasan
Kedamaian juga mengandung pengertian tenang, tentram. Jangan menyakiti hati siapa pun, jangan menganggu, jangan merugikan orang lain, apalagi mereka yang pernah berjasa. Setiap umat manusia dianjurkan untuk tidak membunuh binatang terutama yang bermanfaat bagi kehidupan (berjasa bagi manusia).
Pada doa puja Tri Sandhya, mantram ke-2 mengatakan “Sarvaprani Hitangkarah”, (semoga semua mahluk sejahtera). Menunjukan doa kita yang universal, tidak hanya untuk manusia, tetapi semua mahluk ciptaannya.
Hal ini juga banyak diungkapkan oleh pustaka suci seperti Weda, Itihasa, Purana, dan lain-lainnya.
Setelah membaca ungkapan-ungkapan dalam pustaka suci Weda, maka sebagai umat Hindu kita wajib berusaha lahr bathin untuk menerapkan, melaksanakan, sifat luhur seperti kebenaran, kebajikan, kedamaian, tanpa kekerasan, seperti yang dijelaskan dalam Daiwi Sampat ( sifat-sifat kedewaan)

















BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan

3.1.1        Etika, Moral, dan Norma saling berhubungan. Di mana Etika merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku yang baik dan buruk secara objektif, moral adalah ajaran tingkah laku yang baik dan buruk secara subjektif, dan norma sebagai pedoman peraturan dan larangan adalah yang melandasi kedua aspek tersebut.
3.1.2        Moral dapat terbagi menjadi moral murni dan moral terapan. Bagian – bagian etika yaitu meta-etika, etika deskriptif, dan etika normatif, sedangkan jenis etika yaitu etika filosofis dan etika teologis. Dan norma dapat dibagi menjadi empat yaitu norma agama, norma hukum, norma kesopanan, dan norma kesusilaan.
3.1.3        Implementasi dari etika, moral, norma yaitu melalui berperilaku jujur, bajik, kasih sayang, menjungjung kedamaian dan anti kekerasan.

3.2    Saran

Saran yang dapat penulis berikan yaitu implementasikanlah etika, moral, dan norma dalam kehidupan sehari – hari. Melalui implementasi ketiga aspek tersebut, kesejahteraan dalam kehidupan dan akhirat akan dapat tercapai apabila diiringi dengan ketulusan dalam bertindak.















DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Agama Hindu Unud. 2014. Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi. Bali : Udayana University Press.
Mckenzie, John. 2000. Hindu Ethics : A Historical and Critical Essay. England : Oxford University Press.
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika (diakses pada tanggal 9 Oktober 2015)
https://www.academia.edu/6262023/ETIKA_DAN_MORAL (diakses pada tanggal 10 Oktober 2015)


0 Response to "ETIKA, MORAL, DAN NORMA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel