-->

PPH PASAL 22, 23, 4 AYAT 2, DAN SPT


A.    PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).

·         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Kegiatan Impor Barang Besarnya PPh pasal 22 atas impor:
Nilai impor adalah nilai berapa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance and Freight (CIF) + bea masuk + pungutan pabean lainnya.
ü   Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor.
PPh Pasal 22         = 2,5 % x Nilai Impor
ü   Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor.
PPh Pasal 22         = 7,5% x Nilai Impor
ü   Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
PPh Pasal 22         = 7,5% x Harga Jual Lelang
CONTOH PERHITUNGAN PPh PASAL 22
PT KIA Motors mengimpor barang dari Korea. PT KIA Motors adalah importir mobil yang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil, dengan harga faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang berkaitan dengan impor mobil tersebut masing-masing adalah 2% dan 3%. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat itu ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang harus dibayar?
Harga faktur : 50 unit x $10.000                                   $500.000
Biaya asuransi(2%)                                                       $   10.000
Biaya angkut(3%)                                                         $   15.000
                                                                                      --------------
CIF                                                                                $525.000
Bea masuk: 5% x $525.000                                          $  26.250
Bea masuk tambahan:20% x $525.000                         $105.000
                                                                                       -------------
Nilai Impor                                                                  $ 656.250
Nilai Impor dalam rupiah:
$656.250 x Rp 9.000 =  Rp   5.906.250.000,-
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
2,5% x Rp   5.906.250.000 = Rp  147.656.250,-

PT Wiro mengimpor barang dari Jepang. PT Wiro tidak memilki Angka pengenal Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan biaya angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur. Pungutan pabean lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPh 22 yang harus dibayar?
Harga faktur 20 x $500                                                     $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000                                            $    500
Biaya angkut 10% x $10.000                                            $  1.000
                                                                                         ------------
CIF                                                                                    $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000          =      Rp 103.500.000
Pungutan pabean lainnya                                        Rp   22.500.000
                                                                                ---------------------
Nilai Impor                                                               Rp 126.000.000
PPh 22 yang harus dipungut (tidak memiliki API):
Rp 126.000.000 x 7,5% = Rp 9.450.00

·         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang yang Dibiayai dengan APBN/APBD
       Atas pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
PPh Pasal 22               = 1,5% x Harga Pembelian
Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
1.      Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00
2.      Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, gas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos.
3.      Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
Dinas Pendidikan Nasional Kota Yogyakarta membeli mebel dan peralatan kantor lain dari PT Furniture senilai Rp 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh 22 yang harus dipungut oleh bendaharawan Dinas Pendidikan Nasional kota Yogyakarta adalah sebagai berikut:
DPP PPN = (100/110) x Rp 220.000.000 = Rp 220.000.000
PPh pasal 22 = Rp 220.000.000 x 1,5% = Rp  3.000.000,-

·           Cara menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di Dalam Negeri
 Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor benda dua atau lebih di dalam negeri adalah sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22               = 0,45% x DPP PPN
Penjualan kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas industri otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:
1.   Instansi Pemerintah
2.   Korps Diplomatik
3.   Bukan Subjek Pajak 

·         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Rokok di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandroll (pita cukai), dan bersifat final.
PPh Pasal 22 (Final)               = 0,15% x Harga Bandroll

·         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di Dalam Negeri
Besarnya PPh  Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas di dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22                           = 0,1% x DPP PPN

·      Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajibdipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22               = 0,25% x DPP PPN
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri oleh PT Indocement, PT Semen Cibinong, dan PT Semen Nusantara kepada distributor utama/tunggalnya.

·         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri baja pada saat penjualan hasil produksinya di dalam negeri adalah 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22               = 0,3% x DPP PPN

·         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Bahan-bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor oleh Industri yang Bergerak Dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan dari Perdagang Pengumpul
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, pertanian, dan perikanan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak adalah sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22               = 0,25% x Harga Pembelian

·         Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang Dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain Pertamina
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah sebagai berikut:
1.      Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan.
PPh Pasal 22         = 0,3% x Penjualan
2.      Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25% dari penjualan.
PPh Pasal 22         = 0,25% x Penjualan
3.      Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.
PPh Pasal 22         = 0,3% x Penjualan

·         Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai da Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
PPh Pasal 22               = 5% x harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM
Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak, Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak.

TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPH PASAL 22
1.    Atas Impor
a.    Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
b.    Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
o   Lembar pertama untuk pembeli;
o   Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o   Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2.    Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir.
3.    Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu :
o   Lembar pertama untuk pembeli;
o   Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
o   Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
   Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
4.         PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak.
   Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.

B.     PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
 PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti deviden, bunga, royalti, sewa, dan jasa yang diterima oleh Wajib Pajak badan dalam negeri, dan bentuk usaha tetap (BUT).
·         Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Dividen
Atas Penghasilan berupa dividen akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
PPh Pasal 23               = 15% x Bruto
PT. A membayarkan dividen kepada CV Perkasa pada bulan Maret 2009 sebesar Rp. 200.000.000,00.
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00

·         Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Bunga, termasuk Premium, Diskonto, dan Imbalan karena Jaminan Pengembalian Utang
Atas Penghasilan berupa bunga dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto. 
PPh Pasal 23               = 15% x Bruto
PT A membayar bunga atas peminjaman membayarkan bunga kepada PT Indo Jaya sebesar Rp. 80.000.000,00
15% x Rp 80.000.000,00 = Rp. 12.000.000,00

·         Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Royalti
 Atas penghasilan yang berupa royalty akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
PPh Pasal 23               = 15% x Bruto
CV Selera membayar royalti kepada Ny. Susi atas pemakaian merk Ayam goring “Bu Susi”sebesar Rp. 30.000.000,00
15% x Rp 30.000.000,00 = Rp. 4.500.000,00
Apabila Ny. Susi belum memiliki NPWP maka dipotong PPh pasal 23 sebesar 30%.

·         Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya
Atas hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau asu ketangkasan yang diterima oleh wajib pajak badan termasuk BUT dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
PPh Pasal 23               = 15% x Bruto
CV Perdana  mendapat hadiah mobil senilai Rp. 200.000.000,00 atas undian tabungan yang diselenggarakan Bank A.
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00

·         Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta
Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan sengan penggunaan harta (kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan) dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 23               = 2% x Bruto
PT Perdana  menyewa sebuah traktor milik Susanto dengan nilai sewa sebesar Rp 10.000.000,00.
2% x Rp 10.000.000,00 = Rp. 200.000,00
Apabila Susanto belum memiliki NPWP maka PPh pasal 23 yang dipotong sebesar 4%

·         Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain
Atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 23               = 2% x Bruto
PT Perdana  membayar jasa cleaning service kepada PT C sebesar Rp 15.000.000,00.
PPh Pasal 23 dipotong PT Perdana adalah:
2% x Rp 15.000.000,00 = Rp. 300.000,00
Apabila PT C belum memiliki NPWP maka PPh pasal 23 yang dipotong sebesar 4%.

SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN PELAPORAN
1.
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan;
Yang dimaksud dengan saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2.
Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetor oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya tanggal 10 takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
3.
Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
4.
Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.
C.    PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)
PPh Final Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak yang sifat pemungutannya final. Yang dimaksud final bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada surat pemberitahuan (SPT) Tahunan.
·         Pajak Penghasilan Berupa Bunga Deposito dan Tabungan dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia
PPh (Final)                  = 20% x Bruto

·         Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga atau Diskonto Obligasi yang Dijual di Bursa Efek
1.      Atas bunga obligasi dengan kupon (interesting bearing bond) sebesar:
a.       20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT
b.      20% bagi Wajib Pajak yang penduduk/ berkedudukan di luar negeri dari jumlah bruto bunga yang sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi.
2.      Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar:
a.       20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di dalam negeri
b.      20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri
 Dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan.
3.      Atas diskonto tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar:
a.       20% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT
b.      20% bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri
            Dari selisih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi

·         Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan/atau Bangunan
PPh (Final)                  = 10% x Bruto
PT Perdana  menyewa sebuah ruko dari Tuan Wibawa untuk dijadikan kantor dengan nilai sewa sebesar Rp 40.000.000,00.
10% x Rp 40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00

Atas penghasilan daru usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak PEnghasilan yang bersifat Final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:
1.         2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
2.         4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
3.         3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka dan angka 2;
4.         4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyesia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
5.         6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyesia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

·           Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian  
PPh (Final)                  = 25% x Bruto

·           PPh Final atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka Panjang yang Diperdagangkan di Bursa
PPh (Final)                  = 2,5% x Margin Awal

D.    SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN (SPT)
·         Pengertian SPT
Surat Pemberitahuan atau SPT merupakan surat yang oleh Wajib Pajak di gunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
·         Fungsi SPT
SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a.    Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah di laksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
b.    Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
c.    Harta dan kewajiban; dan/atau
d.    Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
·         Prosedur Penyelesaian SPT
a.    Wajib Pajak harus mengambil sendiri blangko SPT pada Kantor Pelayanan Pajak setempat yang  telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (dengan menunjukkan NPWP). Wajib Pajak juga dapat mengambil Surat Pemberitahuan dengan cara lain yaitu mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk mengunduh formulir Surat Pemberitahuan tersebut.
b.    Setiap Wajib Pajak mengisi formulir SPT dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan yaitu dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Pengisian formulir SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.
c.    Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan.
d.    Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik/digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
e.    Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain:
                                  i.            Untuk Wajib Pajak yang melakukan pembukuan: Laporan Keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
                                ii.            Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
                              iii.            Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan: Perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
·      Pembetulan SPT
Pembetulan SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak mungkin saja menyebabkan pajak yang harus dibayar menjadi bertambah sehingga Wajib Pajak harus membayar kekurangan pembayaran pajak sebelum  menyampaikan SPT pembetulan.
Atas kondisi tersebut di atas terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga. Adanya sanksi administrasi bunga ini bisa dimaklumi mengingat bahwa tambahan pajak yang kurang bayar tersebut semestinya sudah dibayar pada saa jatuh temponya. Apabila tidak ada sanksi bunga, tentu saja hal ini menjadi celah Wajib Pajak dapat menggeser pembayaran pajak dengan modus pembetulan SPT.
Sanksi Pembetulan SPT Masa
Seperti juga atas pembetulan SPT Tahunan, atas pembetulan SPT Masa yang menyebabkan pajak terutang bertambah, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan jumlah pajak yang kurang dibayar.
Berbeda dengan pembetulan SPT Tahunan, jangka waktu perhitungan bunga adalah dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Jenis SPT
SPT dibedakan menjadi 2, yaitu : 
1.    SPT-Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat. 
2.     SPT-Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak. 

Batas Waktu Penyampaian SPT

A.   SPT-Masa
Jenis Pajak
Yang Menyampaikan SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT
PPh pasal 21
Pemotong PPh pasal 21
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 22 Impor
Bea Cukai
14 hari setelah berakhirnya Masa Pajak
PPh pasal  22
Bendaharawan
Tanggal 14 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 23
Pemotong PPh pasal 23
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 25
Wajib Pajak yang mempunyai NPWP
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPh pasal 26
Pemotong PPh pasal 26
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPN Umum
Pengusaha Kena Pajak
Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
PPN Bea Cukai
Bea Cukai
Tujuh hari setelah penyetoran
  

B.  SPT-Tahunan 

Jenis Pajak
Yang Menyampaikan SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT
SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak yang mempunyai NPWP
Selambatnya 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak (biasanya tanggal 31 Maret tahun berikutnya)
PPh pasal 21 Tahunan
Pemotong PPh pasal 21
Selambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak

Penundaan atau Perpanjangan Penyampaian SPT
a.    Wajib Pajak dapat mengajukan surat permohonan penundaan penyampaian SPT-Tahunan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan disertai :
b.    Alasan-alasan penundaan penyampaian SPT-Tahunan.
c.    Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam satu tahun pajak.
d.    Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut perhitungan sementara tersebut.
e.    Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang, maka atas kekurangan pembayaran tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban penyampaian SPT-Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran.

Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
1.    Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda untuk SPT-Masa sebesar Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) dan untuk SPT-Tahunan sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
2.    Tidak menyampaikan SPT  atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan Wajib Pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang.
3.    Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terutang yang kurang atau yang tidak dibayar

  Batas Waktu Dan Perpanjang Penyampaian SPT
Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan ternyata tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan pada pasal 3 ayat (3) huruf b, atau huruf c UU PPh karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat memperpanjang penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain misalnya dengan Pemberitahuan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak.
Pemberitahuan tersebut di atas harus disertai dengan penghitungan sementara pajak yang terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, yang ketentuannya di atur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Adapun syarat  permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah :
a.    Permohonan diajukan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahuna Pajak Penghasilan berakhir dengan menyebutkan alasan-alasannya.
b.    Permohonan diajukan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan  Pajak Penghasilan berakhir dengan menyebutkan alasan-alasannya.
c.    Menyampaikan penghitungan sementara Pajak Penghasilan yang terutang dan dilampiri Laporan Keuangan sementara tahun pajak yang berkenaan.
d.     Melampirkan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf b.
e.    Surat Pernyataan dari Akuntan Publik yang menyatakan audit Laporan Keuangan belum selesai dalam hal Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik.
f.     Permohonan menggunakan formulir 1770-Y/1771-Y/1771-$Y atau dalam bentuk data elektronik (e-SPTy)

Keterangan :
1.    Batas waktu penyampaian SPT tahunan WP OP : Maksimal 3 bulan setelah akhir tahun pajak
2.    Batas waktu penyampaian SPT tahunan WP Badan : Maksimal 4 bulan setelah akhir tahun pajak
3.    Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dan DJP wajib memberitahukannya kepada WP


1 Response to "PPH PASAL 22, 23, 4 AYAT 2, DAN SPT"

  1. terimaksih atas ilmu yg disampaikan , berguna bagi saya :)

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel